Setelah pulang mengaji mereka langsung masuk ke mesjid untuk menunaikan sholat isya, selebihnya ada yang memilih pulang karena rata-rata di sini yang mengaji hanya mengalong saja. ( Mengalong: pulang setelah selesai mengaji)
"Kenapa mereka pulang, zahra?" Tanya umay heran.
"Mungkin ada keperluan" jawab zahra.
"Benarkah?"
"Semoga saja."
Umay mengangguk, tak ingin memperpanjang perkataanya tadi, takutnya jatuh ke prasangka buruk. Mereka melangkahkan kaki masuk ke dalam mesjid, suara lantunan merdu ayat suci Al-Qur'an menghentikan langkah umay di ambang pintu, bulu kuduknya sampai berdiri, waktu pun terasa terhenti.
"Umay, kita duduk di sana." Zahra menyadarkan umay dari lamunan.
"Maaf, raa. Suara siapa itu? Sangat merdu dan menenangkan hati."
"Itu suara Kak azzam. Penerus pesantren ini. Lebih baik sekarang kita duduk, membaca Al-Qur'an sambil menunggu Iqamah." Ajaknya menarik tangan umay, lalu duduk di jajaran paling belakang.
Umay tersenyum, ia memakai mukena. Tangannya mengambil kitab Al-Qur'an yang sengaja di sediakan di mesjid, pendengarannya masih berfokus pada lantunan surah Ar-Rahman yang di lantunkan azzam. Tiba-tiba ingatanya melambung pada akad seorang wanita yang ia lihat di YouTube. Maharnya juga menggunakan surah Ar-Rahman.
"Umay? Duduklah," perintah zahra, menarik tangan umay untuk duduk.
"Eh, baik." Ia tersentak, lalu duduk dekat dengan zahra.
Astagfitullah! Umay menutup wajahnya dengan mukena. Merasa malu. Dia tak sadar sudah berdiri dari tadi, ia benar-benar terhanyut dalam suara Azzam. Ya allah, kenapa ia jadi seperti ini. Gerutunya dalam hati, kesal sendiri akan sikapnya.
***
Ternyata rasa penasaran Umay tak berhenti di situ. Sengaja selesai sholat isya, umay ijin ke zahra untuk pergi ke ketoilet. Walau sebenarnya ia tak sengaja melihat azzam berjalan ke madrasah, dia ingin tahu wajah pria itu, cara bicaranya, sikapnya, semua hal tentang pria itu. Terbilang nekat, tapi ia tak bisa membendungnya lagi.
Umay mengintip di ambang pintu, di sana azzam sedang belajar. Membuka-buka kitab untuk mengulangi pembelajaran. Wajahnya putih-bersinar di bawah sinar lampu. Masya Allah, ia tak pernah melihat wajah seorang pria secerah itu. Apa itu karena wudhu?
"Kenapa mengintip?" Umay terlonjak-kaget karena ketahuan sedang mengintip azzam.
Pria itu tak menoleh, masih menundukkan kepala membuka lembar-perlembar kitab yang tengah ia baca.
"Pergilah, tak baik seorang wanita dan pria berduaan di tempat sepi. Khawatir syaitan akan tersenyum dan membisikkan hal buruk di telinga." Perintahnya, terdengar mengusir di telinga umay.
"Aku santri baru disini," bukanya pergi, umay malah mengenalkan diri.
"Maaf ukhty, santri untuk laki-laki dan santriwati untuk perempuan." Jawabnya, membantu membenarkan ucapan umay.
"Bolehkan aku tahu namamu?" Tiba-tiba kata ajaib itu muncul. Biasanya pria yang meminta kenalan, tapi untuk azzam dia berbeda.
"Anda tahu nama saya. Pergilah, semoga Allah mengampuni dosa kita."
"Baiklah, sebelumnya aku ingin kau tahu. Namaku humaira dan aku suka mendengar suaramu."
"Bacaan tulus akan menyentuh hati. Ayat suci Al-Qur'an memang indah, semoga ukhty paham maksud saya." Azzam mengambil bolpoin menulis sesuatu di atas buku.
"Tulis namaku dalam bukumu, azzam. Semoga kita di pertemukan lagi." Marzia tersenyum, kemudian berlalu pergi tanpa mengucapkan salam.
Farhan mendesah lega, melihat kertas putih lalu menyobeknya, di sana ada nama HUMAIRA SHOFIA PUTRI. Entah kenapa, ia ingin menuliskan namanya. Tangannya mengusap wajahnya gusar, mengucapkan istighfar dalam hati berkali-kali.
"Kenapa harus segugup ini. Tidak seperti biasanya, Ya Allah, ampunilah aku." Kata Azzam kemudian menggeleng-gelengkan kepala. Menghilangkan suara halus humaira yang terus terngiang-ngiang di telinga.
Azzam kembali membuka kitab untuk melanjutkan bacaan yang sempat tertunda.
***
Umay pulang dengan senyuman merekah, zahra sampai terheran-heran dengan sikap umay. Semoga dia tidak ke sambet saat di toilet tadi.
"Apa ada yang membuatmu senang umay?" Tanya zahra penasaran.
Umay menoleh, senyumnya belum hilang dari bibir." Bolehkah aku berbohong?" Katanya membuat Zahra jadi bingung.
"Lebih baik jangan di jawab, bila itu sangat pribadi." Sarannya tak ingin memaksakan diri untuk tahu kebahagiaan Umay.
"Semoga Allah mengampuni dosaku tadi, Zahra." Ucapnya di aamiin kan Zahra. Walau ia tak tahu dosa apa yang di perbuat sahabat hijrahnya ini.
"HUMAIRA?!" Panggil seseorang di belakang.
Mereka berdua menghentikan langkahnya, membalikkan badan. Seketika wajah umay berubah masam, ketika melihat geng motor fredy ada di hadapannya. Mereka menggaur-gaur kan motor, menimbulkan kebisingan yang memekakkan telinga. Zahra sampai mengucapkan istighfar, menutup telinga tak kuat mendengar suara motor yang bising.
"Sebaiknya kita pergi may. Menghindar lebih baik," saran Zahra, namun sepertinya Umay tak setuju.
"Tidak zahra. Biar aku beri nasihat pada komplotan itu, agar tidak mengganggu kita lagi." Umay melangkahkan kaki mendekati sahabat-sahabatnya, kekey dan Lia juga ada disana.
"Hai, sobat." Kini Lia yang menyapa, dia melambaikan tangan. " Bergabunglah bersama kami lagi. Kami tak akan menghalangimu pergi mengaji. Kami hanya ingin kau kembali dan bergabung bersama kami." Ucapnya, ia tahu niat mereka baik.
Di belakang Zahra merasa cemas. Bila Umay kembali, pasti ia akan seperti dulu dan sebisa mungkin Zahra harus mencegahnya. Baru saja Zahra ingin bersuara sebelum Umay berucap.
"Aku tak bisa bergabung lagi. Tapi kalian bisa bergabung bersama kami, hijrahlah bersamaku. Kita mencari ridho Allah bersama-sama" Umay tersenyum mengulurkan tangan, mengajak semua kawan-kawannya untuk hijrah" Allah selalu membuka pintu ampunan untuk hamba-hambanya yang benar-benar bertaubat. Apa lagi yang kalian tunggu? Jam tak akan berhenti berputar hanya untuk menunggu kalian sadar. Hijrahlah" Sambungnya lagi.
"Percuma kita ikut pengajian may, klo yang kita dapetin cuma hinaan dan cacian doang!!" Jawab Lia dengan suara yang agak tinggi. "Tidak ada yang percuma dalam hal kebaikan. Bertaubatlah karna Allah, berhijrahlah karna Allah. Jangan dengarkan apa kata orang lain, bertaubatlah sebelum Allah menutup usia kalian." Zahra angkat bicara.
"Emag kita itu rendah. Ga pernah bisa jadi baik di mata kalian! Kalian anggap kita itu orang2 yang gak punya otak, orang2 yang gak punya hati!! Iya kan:' ". Kini kekey yang berbicara. Ia sudah tak kuasa membendung air matanya.
"Aku tau kalian sakit,aku tau kalian terluka. Tapi ingat kita hijrah karna Allah. Ayo kita bareng2 belajar buat lebih sabar,ikhlas, dan kuat melewati ujian ujian hijrah" ajak umay dengan suara serak dan pipi yang basah dengan air mata. Zahra memeluk pundak umay untuk menguatkan umay.
"Kita cabut guys." Ajak fredy dengan muka masamnya dan tanpa berkata apa2 lagi. Teman2 geng motornya mengikuti fredy dri belakang. Termasuk Lia dan kekey.
Zahra mengajak umay pulang hanya di balas anggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
hijrahku palsu?
Spiritualapakah ada yang namanya hijrah palsu? bukankah hijrah itu sebuah perjalanan? bukankah hijrah itu butuh proses? jika ada yg salah dalam hijrahku apakah itu bisa langsung di katakan bahwa hijrahku palsu?