Chapter 2 :Keputusan

79 6 2
                                    

Keluarga harmonis yang akan menjadi idaman orang. Mereka terlihat manis diluar namun tidak didalam. Kejadian tragis yang membentengi hati mereka, rasa iri dengki yang tidak tersudahi, cinta yang tidak terbalaskan dan hanya bisa dipendam, hingga cerita hidup mereka menjadi cerita dongeng yang menyeramkan. Dan kini, hanya tinggal kalbu berdebu di wajah gadis yang malang.
.
.
.
"Taruh saja di sofa ujung ruangan sana!" kata Bintang agak kaget.

"Kamu kaget ya? Maaf ya. Oh ya, kamu disini sendirian. Siapa yang dibelakangmu itu?" Tanya Putri penasaran sambil mendangakkan lehernya mencoba melihat siapa itu,

"Bulan??!" Putri terkejut. "Ah, tadi kamu bertanya padaku apakah aku kaget. Tapi kini malah kamu juga kaget. Ya, ini Bulan. Apakah kau mencarinya, Put?" Bintang mencoba mencairkan suasana.

"Ngapain kamu disini?" Kata Putri sambil berjalan menuju Bulan dan menarik lengannya. Bulan yang sedang memotong rotipun tangannya tergores. "Aduhh, Putri.." Bulan mencoba menahan amarah sambil merintih pelan.

Bintang segera bergerak mencari kotak P3K. Baru saja ia membalikkan badan, Budhe Andriani sudah ada dibelakangnya.

"Ada apa ini ribut-ribut?!" Budhe marah. "Mamah, ini lho Bulan, lihat! Dia tidak bisa memotong roti dengan benar. Dan sekarang dia malah menyalahkanku menggores tangannya. Ceroboh!" Jelas Putri.

"Kamu itu lho. Bisa bisanya menyalahkan Putri saja. Salah kamu sendiri tidak teliti, kamu punya mata kan?" Bulan hanya menunduk.

"Sorry Budhe, I think ada kesalah pahaman disini. Putri telah berbohong. Actually.."

"Tidak usah ikut campur. Memangnya sudah berapa lama kamu mengenal Bulan?! Kembalilah ke ruangan! Ibumu mencarimu. Ini ya, karakternya anak Amerika? Suka menyela omongan orang?"

mendengar kata kata itu, Bintang menarik tangan Bulan sambil berkata, "Aku tidak akan kembali ke ruangan sendirian. Lihatlah siapa yang benar nanti" kata Bintang dingin.

Baru saja Bintang melangkahkan kaki meninggalkan dapur, tiba tiba dia dikejutkan oleh perkataan Budhenya yang sangat menyakitkan.

"Memangnya kau pikir siapa dirimu, bocah?" Nadanya kalem, tapi Bintang tahu betul kata kata itu memiliki maksud yang menyinggungnya.

Seketika Bintang mengepalkan tangannya, bermaksud ingin meninju "sang" Budhe. Namun, Bulan menarik lengannya dan menggeleng. Di saat saat genting itu, tiba tiba Mbah memanggil.

"Apa yang sedang kalian lakukan? Rapatnya akan segera dimulai. Ayolah, jangan membuatku menunggu". Budhe dan Putri pun segera keluar dari dapur. Sementara Bulan dan Bintang masih berdiam diri, Putri menyenggol kasar bahu Bulan, dan Budhe membisikkan sesuatu ke telinga Bintang. Bintang tercekat, Bulan kesakitan.

Mengetahui keadaan Bulan, Bintang menarik tangan Bulan dan mengajaknya ke ruang rapat. Ternyata, Pakdhe Hadyan dan Budhe Anggun sudah datang. Bulan, Bintang, dan Putri menyalami mereka berdua.

Wajah Putri masih tampak kesal terhadap Bulan. Hal itu membuat Pakdhe Hadyan penasaran apa yang telah terjadi. Bulan bertanya kepada Bintang "Apa yang tadi Budhe sampaikan kepadamu?" Tanyanya sambil membetulkan tempat duduknya.

Bintang duduk tepat disebelah kanan nya. Kemudian Putri duduk disebelah kanan Bintang. Bulan merasa terjebak.

"Maaf mengganggu, jika boleh, Pakdhe ingin bertanya, sebenarnya ada masalah apa barusan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bangkit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang