Saat Duan Stave benar - benar lengah, aku mengendap keluar dari mobil kemudian berlari sekencang aku mampu. Aku harus segera pergi sejauh mungkin, aku tidak ingin dijual!
Aku berjalan mengendap - endap perlahan, setelah lumayan aman aku berlari menuju keramaian. Setidaknya jika terjadi sesuatu aku bisa berteriak agar banyak orang yang dapat menolongku.
Dengan nafas tersenggal - senggal aku terus berlari. Pagi tadi aku menggunakan heels setinggi 12 cm dan tentu saja hal itu tidak membuat lariku semakin pelan, aku masih sayang nyawaku. Ya Ampun, mamih....
Aku tengak - tengok ke kanan dan kekiri dengan nafas kembang kempis. Dengan peluh yang sudah membasahi tubuhku, aku masih terus berusaha berlari. Meski terseok - seok, aku berlari sekuat tenagaku.
Aku tidak perduli nasib beberapa orang yang aku tabrak di jalan tadi, aku harus kabur dari sini secepatnya.
Beberapa kali kakiku terpeleset, namun tidak membuat aku menyerah. Aku harus terus berlari. Aku melihat sebuah lorong kecil di balik gerobak bakso di seberang jalan.
Dengan kaki semakin sakit, aku terseok berlari memasuki lorong itu. Sepertinya Duan Stave dan anak buahnya tidak akan bisa menemukanku disana karena terlalu sempit dan terpencil letaknya.
Setelah memasuki lorong kecil, tubuhku merosot ke bawah. Aku menjulurkan kakiku ke depan, dengan mengusap - usap kakkiku yang sangat sakit. Aku meraup udara dengan rakus. Nafasku tersenggal, keringat sudah membanjiri tubuhku, jantungku masih berdetak dengan ritme sangat cepat. Pergelangan kakiku sudah memerah dan sedikit bengkak, aku sepertinya keseleo.
"Hiks... Hiks... Mamih... Tolongin anak gadismu.hu..hu..hu..." Tangisku pecah saat kakiku benar - benar terasa sangat nyeri, rasanya aku benar - benar katakutan setengah mati.
"Hiks...hiks..." Tangisku semakin pecah saat aku baru sadar ternyata aku tidak membawa hp atau dompet apapun. Aku bahkan tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, aku tidak tahu lari ke arah mana.
Belum lama sejak aku berhenti tadi, bahkan nafasku masih terus tersenggal.
Tiba - tiba tubuhku sudah melayang membuat aku menjerit histeris. Aku kembali tertangkap!
"Aaah! Mamih... Mamih.. Ampun, Chiky mau deh dijodohin sama duda tua juga. Maaf, Chiky ngga akan kabur lagi.huaa... Mamih.. Tolongin Chiky... Chiky takut!" Teriakku histeris.
Ampuni aku Tuhan, aku jadi inget dosaku sama Mamih dan Papih masih banyak. Aku belum meminta maaf pada mereka, aku belum memberi mereka cucu. Aku tidak mau kehilangan kegadisanku di tempat pelacuran. Tuhan tolong aku...
"Diam!" Sentaknya keras. Suara bariton itu sangat aku kenal, suara seksi yang sayangnya pemiliknya sangat membahayakan.
"Hiks... A-ku je-lek a-ku ngga a-kan la-ku kalau kamu jual. Hiks... Lepasin aku..hu..hu... Mamih tolong," kataku sambil menangis sesegukan.
Suara tawa Duan Stave semakin membuat aku gelisah, aku semakin takut.
"Ampun..hu..hu...hu..." kataku sambil terus menangis, aku menahan nyeri yang luar biasa di kaki. Sekarang aku di gendong dan beruntungnya kali ini Duan Stave menggendong ala bridal style.
Itu semakin membuat aku takut, pasti dia menggendong begini agar tampilanku tidak semakin mengenaskan. Tentu saja agar aku terjual dengan harga mahal.
"Hikks..hikss... Jangan jual aku," cicitku memohon padanya.
Duan Stave tertawa semakin kencang, membuat para 'orang - orang' berwajah seram itu menatap ke arah kami. Belum lagi para wanita yang terpesona sampai rahangnya membuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISS ME
Novela Juvenil#updatehariRabu Aku bukan lagi remaja, usiaku sudah hampir kepala tiga. Dan, aku masih jomblo! Drama korea yang menjadi film andalanku menjadikan tingkat ke-halu- an ku semakin parah. Aku belum pernah ciuman hingga usiaku 29 tahun. Ya Ampun! Aku bah...