1. Diperkenalkan semesta

66 6 1
                                    

Rencana semesta terkadang memang sulit terduga,
seperti kami yang dipertemukan begitu saja hingga menimbulkan rasa.

Ruangan bercahaya redup itu terlihat sangat sepi. Saat ini, seorang gadis berusia 17 tahun sedang terduduk manis mengamati hujan turun dibalik jendela kamar

Hujan mengguyur kota Kuningan  membuat siapa saja merasakan ketenangan saat mencium semerbak aroma tanah basah karena hujan.

Ranita Sastra atau yang biasa di sebut rara, gadis yang hingga kini masih saja terduduk dibalik jendela untuk  melihat hujan turun.

Tanpa sengaja kini bibirnya melengkung memberi segurat senyuman manis, seperti ada sebuah rencana menyenangkan yang kini sedang memasuki pikirannya.

Hujan diluar sudah reda, tapi deru angin masih gagap gempita. Rara bangkit dari duduknya melangkahkan kaki menuju sebuah hamparan tanah dengan beberapa lelaki sedang merebutkan bola dibawah langit menghitam

bola mata rara tertuju pada seorang lelaki dengan perawakan macam atlet, kulit hitam manis dengan lesung pipi di sebelah kiri wajahnya, sebut saja ia Arzu.

Udara dingin menusuk kulit, jaket yang Rara pakai nampaknya masih kurang ampuh untuk menahan dinginnya udara.

Sore itu, jalanan sudah cukup lenggang, namun sorot
mata rara masih saja bertahan memperhartikan pemuda itu.

Selang lima belas menit kemudian, pemuda itu berbalik memergoki rara  yang sedari tadi memperhatikannya, langkah kaki pemuda itu kini mendekat menuju tempat dimana Rara sedang memperhatikannya.

"Sendiri saja?," tanya Arzu pada Rara.

Rara bungkam. Ia tak menyangka Arzu akan menghampirinya.

"Sedang apa?" Arzu lagi-lagi melontarkan pertanyaan.

Sorot mata Rara melihat keseliling hamparan tanah, sangat memperlihatkan bahwa dirinya gugup

Rara tersenyum simpul sebelum menjawab," A..ku, iya aku sendiri" jawabnya. Kemudian ia menunduk.

"Sedang apa" Arzu mempertanyakan kembali sebab penasaran.

"Tidak sedang apa-apa, menikmati udara di sore hari dapat membuat bahagia tersendiri." ucap rara yang kemudian diakhiri dengan senyuman.

"Manis" ucap Arzu tanpa disengaja.

rara yang bermula menunduk setelah tersenyum kepada Arzu sengan cepat mendongkakkan kepalanya menatap Arzu intens.

"Apa yang manis?" tanya rara pelan.

"Tidak, tidak ada yang manis disini, saya hanya teringat teh buatan ibu dirumah yang rasanya sangat manis dan hangat, cocok diminum saat cuaca mendung disore hari seperti ini." jawab arzu pada Rara.

Sorot mata rara dan Arzu bersamaan menatap langit, mengamati awan yang kian menghitam, perlahan hujan turun kembali membasahi sudut kota Kabupaten Kuningan.

Rara tersenyum, dirinya sangat menikmati tetesan air hujan  yang turun membasahi dirinya.

"Kamu suka hujan?" tanya Arzu pelan pada Rara, namun sepertinya Rara tidak mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Arzu.

"Harapan dalam penantian terwujud dibawah rintik hujan" ucap Rara yang kemudian diakhiri dengan senyuman.

"Terima kasih tuhan" lanjutnya.

"Penantian dan harapan?Maksudmu?" tanya Arzu yang sepertinya dibuat kebingunan dengan perkataan rara barusan.

"Setiap tahun saya selalu menanti dan berharap dapat menikmati hujan bersama seseorang." ucap Rara pelan.

"Bersukurlah, tuhan mengabulkan harapanmu"

Lagi - lagi Rara tersenyum kemudian berkata, "Tuhan memang sangat baik, ia mengabulkan harapan tepat pada hari kelahiran."

"Saya tak ingin mengucapkam selamat berulang tahun untuk kamu" ucap Arzu yang kini mengalihkan sorot matanya menjadi menatap jalanan di depan

Rara dibuat kaget ketika mendengar perkataan tersebut.

"Karena bagi saya kata tertulus dari mulut seseorang adalah doa, bukan sekadar kata, seperti selamat berbahagia, misalnya."

"Doaku semoga Rara bahagia" 

Tahun PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang