3 Masa Lalu yang Menghantui

42 0 0
                                    

"Mata itu mengawasiku. Seperti hendak menghukumku. Ada permintaan tak tersampaikan," kata suaminya yang terlihat masih ketakutan.

Ana mengerti, pasti ada sesuatu yang dilihat suaminya dalam perjalanan pulang tadi. Suasana di luar rumah masih hujan. Tikungan di dekat pohon tua itu sering mengincar korban di waktu hujan lebat seperti ini. Suaminya selalu ketakutan dengan darah bercucuran bersama air hujan.

Pandangan mata itu seolah menembus pada kejadian 25 tahun dimana ia kehilangan ibunya. Kecelakaan yang terjadi saat usianya masih 5 tahun. Saat itu ia hanya mampu menangis dan ketakutan. Mata ibunya memandang dirinya seolah ingin menyampaikan sesuatu. Namun laki-laki kecil 5 tahun itu tak mampu mendekat walau selangkah. Ia terpaku dalam bisu dan sedu.

Ana mencoba menenangkan.

"Ibu sudah tenang di sana Mas. Saat ini mungkin ibu sedang merindukan doa kita" Ana menepuk lembut punggung tangan suaminya. Mata yang berkaca-kaca itu memandang Ana.

"Mari kita buat ibu bahagia Mas. Kita kirimkan doa untuk ibu," kata Ana diiringi dengan senyum lembutnya.

Sudah sedikit tenang, suaminya menanggapi dengan "Beberapa bulan ini aku sangat sibuk ya Dik? Kamu jadi sering belanja sendirian, kita tak pernah lagi jalan-jalan, ditambah lagi Mas tak menemanimu ke dokter minggu lalu" tatapan suaminya sangat dalam ketika mengatakan kepada Ana.

Ana bingung dengan arti tatapan itu. Apakah yang ingin disampaikan suaminya sebenarnya adalah pekerjaannya banyak dan Ana terlalu banyak permintaan atau suaminya menyadari bahwa akhir-akhir ini kurang memperhatikan dirinya.

Entahlah, yang Ana pikirkan saat ini bukan lagi keinginan untuk berlibur atau meminta perhatian suaminya. Ana sudah cukup cemas menantikan kepulangan suaminya ditambah suaminya tadi pulang dalam keadaan basah kuyup, pucat tak berdaya. Melihat tatapan suaminya yang menerawang jauh membuat Ana cemas dan takut.

"Maaf tadi aku tak sabar ingin segera memberikan ini padamu. Tapi motor tua itu malah ingin menginap di bengkel pak Ahmad" ada tawa kecil yang membuat Ana merasa sedikit lega. Sebuah buku bersampul hitam dengan judul Kiai Hologram, salah satu buku dari seorang sastrawan yang Ana kagumi. Beruntung buku itu tak basah karena masih terbungkus sampul plastik. Suaminya sangat mengerti tentang istrinya yang mengagumi sosok penulis buku itu sejak masih duduk di bangku kuliah.

"Sudah lama kita tidak mengunjungi rumah ibu. Nanti kita ajak Adam jalan-jalan ke pantai. Aku lihat adikmu itu senang sekali berenang" kembali ia seruput teh yang sudah dingin di meja itu. Ana merasa senang bercampur dengan haru. Ia kembali merasakan sikap suami yang kembali mengerti akan dirinya.

"Mas, soal pagi tadi, aku..." belum selesai Ana melanjutkan, suaminya langsung mengatakan bahwa ia sangat lapar. Ia ingin segera makan bersama istrinya. Ana pun hanya tersenyum melihat suaminya yang sudah memaafkan dirinya.

"Tapi Mas, aku benar-benar..." Ana memegangi perutnya. Ia mersa mual dan pusing. Melihat wajah istrinya yang pucat itu, suaminya ingat bahwa motornya masih ada di bengkel. Bagaimana akan ke dokter dengan cuaca masih hujan seperti ini. Mereka lalu saling pandang dan tertawa bersama.

"Apa kita terobos saja, seperti jaman kuliah dulu?" mereka kembali tertawa mengingat kisah ketika masih remaja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang