Juni - A

297 12 1
                                    

1. Mimpi kita

"Lo kok masuk kerja, Mel?" Laki-laki berjas hitam itu menatap sekertarisnya heran.

"Emangnya kenapa? Gue nggak boleh masuk kerja gitu? Lo ngusir gue, Ka?"

Laki-laki itu terkekeh pelan, ia merangkul tubuh perempuan berambut hitam itu. "Enggak, Mel. Cuman gue bingung aja kenapa lo masih kerja, bukannya besok lo mau tunangan? Lo nggak persiapan apa gitu?"

Perempuan dengan nametag Clarinda Amelia itu menggelengkan kepalanya pelan. "Gue udah urus jauh-jauh hari. Cuman tunangan, Ka, belum nikahan. Acaranya juga cuman keluarga inti aja, lo kalau mau datang jangan malu."

"Kapan sih gue malu, Mel? Oh iya jadwal gue hari ini ngapain? Kalau bisa lo kosongin aja deh, gue males di kantor. Mending kita have fun!"

"Cakra, lo tuh bos. Masa seenak jidat lo gitu sih, harusnya jadi panutan buat anak buah lo tuh. Tapi seinget gue hari ini lo ada meeting sama perusahaan DV, di Restoran Melati. Itu doang jadwal lo hari ini." jawab Amel dengan melihat ipad di tangannya.

Laki-laki berjas itu mengangguk paham. "Berarti setelah itu gue kosong kan? Nah kita pergi ke Mall yuk, Mel. Gue lama banget nggak cuci mata, siapa tahu kan gue dapet jodoh. Masa gue jomblo terus, lo nggak ada niatan buat jodohin gue gitu?"

Amel tertawa lalu memasukkan ipad-nya kembali. "Terus gue jodohin lo sama siapa? Temen gue itu semua mantan lo, katanya lo ogah mengulang masa lalu."

"Gue anti balikan sama mantan! Buat apa? Kek nggak ada perempuan lain aja di muka bumi ini," ucap Cakra dengan bersedekap dada.

"Siapa tahu kan lo itu belum rela pisah sama mantan lo, mau mengulang lagi. Kita nggak tahu kan bahagia kita itu gimana, siapa tahu bahagia lo itu adalah mengulang masa lalu."

Cakra memajukan bibirnya. "Lo pengen banget ya, Mel, gue balikan? Tapi gue nggak mau pacaran sebelum lo nikah nanti."

Amel menatap Cakra heran, ia pun turut bersedekap dada. "Buat apa lo nunggu gue nikah? Ntar kalau gue nikah, lo masih jomblo. Siapa yang lo gandeng? Nggak iri lihat gue naik pelaminan?"

"Tahik lo, Mel. Udah lah, yuk berangkat aja."

Amel menganggukkan kepalanya, mereka berjalan beriringan meninggalkan ruangan itu. Banyak yang mengira mereka adalah sepasang kekasih, apalagi Cakra sudah beberapa tahun terakhir ini tak pernah menjalin cinta dengan perempuan mana pun. Mereka dekat melebihi seorang sahabat, panggilannya pun tak seperti atasan dan bawahan.

"Anak buah lo tuh, Ka, kalau lihat gue auranya pengen ngebunuh. Emang gue salah apa sih?"

Cakra menatap Amel lalu tersenyum tipis, ia melajukan mobil menuju Restoran Melati. "Karena posisi lo sangat istimewa, Mel, banyak yang iri sama lo. Apalagi sama si Lika, dia dari dulu ngebet banget pengen jadi pacar gue."

"Kenapa nggak lo pacar aja, Ka? Dari pada tiap hari lo ngeluh sama status jomblo, sampai risih kuping gue."

"Gue harus jagain lo, Mel. Pokoknya sampai lo udah nikah sama Angga, gue baru tenang. Gue baru bisa cari pacar," jawab Cakra tenang. Pandangannya fokus pada jalanan yang lenggang. Ada yang berdeyut sakit, seiring dengan tarikan napas menetralkan emosinya.

Amel mengalihkan pandangannya, ia memilih bungkam. Mobil itu melaju di keheningan, saling hanyut pada pikiran masing-masing. Cakra melirik sekilas perempuan yang berada di sampingnya itu, ia menyesal berkata demikian. Hingga masuk restoran, Amel lebih banyak diam.

Autumn In JanuaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang