Story 4 - Dua Sisi

6 1 0
                                    



Teruntuk perempuan yang sedang termenung di sana.

Aku memang belum lama mengenalmu—atau bahkan tak mengenalmu sama sekali. Namun, Aku telah memerhatikanmu selama tiga bulan terakhir. Dirimu yang selalu duduk termenung menatapi langit senja, telah menarik perhatianku.

Saat akhir pekan, aku menunggumu datang.
Tepat pukul empat, aku melihatmu berjalan menuju sudut taman yang terhalangi pepohonan rindang—tempat yang selalu sama. Dengan sedikit berjingkat, aku pun duduk tak jauh darimu. Kulihat kau menunduk cukup lama sebelum menatap kosong langit di atasmu. Penasaran, aku pun ikut menatapnya. Namun, tak kutemukan satu hal pun yang menarik.

Kutatap arloji yang melilit pada pergelangan tanganku, dirimu, dan langit yang mulai menggelap secara bergantian. Dua jam telah berlalu. Namun, kau masih menatap dengan tatapan yang sama. Melihatmu seperti itu, memunculkan banyak pertanyaan di dalam kepalaku.

Apa yang kau lihat? Apa yang menarik perhatianmu sehingga kau selalu menatap langit? Apa yang sedang kau pikirkan saat ini? Adakah seseorang yang kau tunggu kehadirannya di sini?

Saat masih banyak pertanyaan yang melompat-lompat keluar, kau menatap lurus kepadaku— tersenyum kecil, lalu beranjak pergi. Aku membeku.

Apakah ia sadar kalau sedang diperhatikan olehku? Dia... tadi tersenyum padaku!? Aku pun melihat sekeliling, tak ada orang lain di sini. Dia benar-benar tersenyum padaku! Mengingat hal itu membuat bibirku terangkat tinggi.

Ini... awal yang baik 'kan?

~.~.~


Untuk laki-laki yang selalu memerhatikanku dalam kebisuannya....

Aku tak tahu telah berapa lama kau melakukan ini.

Aku pun tak tahu maksud dari tindakanmu.

Aku juga tidak mengetahui apa yang ada dalam pikiranmu saat itu—saat pertama kali aku menyadari keberadaanmu yang tengah menatapku dengan tatapan kosong. Saat itu, aku berusaha tersenyum padamu, lalu bergegas pergi untuk menghentikan rasa canggungku.

Keesokannya aku kembali lagi ke taman, tapi kau tak ada di sana. Kupikir bahwa kemarin hanyalah sebuah kebetulan. Namun, saat matahari mulai menenggelamkan dirinya, aku melihat kau datang dengan langkah perlahan, lalu duduk di tempat yang sama seperti kemarin.

Kau hanya terdiam sambil menatap lurus. Entah apa yang sedang kau lihat... tapi aku merasa bahwa kau tengah memerhatikanku. Jadi... kemarin itu bukan kebetulan?

Meskipunsadar kau selalu memerhatikanku, aku tetap berpura-pura tak menyadarinya. Alasannya? Karena aku tak ingin berharapterlalu jauh. Karena aku takut tak akan bisa kembali ke tempat asalku.

Jadi, anggapsaja senyumku saat itu sebagai tanda 'aku telah menyadari keberadaanmu dan selamat tinggal'.

~.~.~

Kumcer RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang