"Bonjour! Selamat datang di Le Café d'Rennes." Itulah kalimat yang kuucapkan pertama kali ketika seseorang datang dan menghampiri meja kasir. Lelaki yang ada di hadapanku sekarang, kuberikan opsi makanan yang tersedia di kafe bergaya Prancis ini. Lelaki itu memiliki tatapan yang memikat dengan mata hazelnya, bulu matanya nan lentik juga alisnya yang tebal membuat siapa saja yang melihatnya luluh oleh parasnya yang rupawan.
"Americano sama croissant satu, ya, makasih." Di akhir kata, ia memberikan senyum simpulnya yang membuatku mematung sejenak.
"I-iya baik. Sama-sama, Kak." Aku mengucapkan kalimat dengan sedikit terbata tanpa mengedipkan mataku. Batinku bergejolak karena sesuatu telah merasukiku. Oh gosh! I need help!
Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya aku pertama kali melihat orang seperti melihat malaikat. Lelaki barusan telah duduk di pojokan dan menghadap ke arahku. Kalau begini aku tidak bisa fokus bekerja. Hiks. Aku harus tenang dan jangan gusar. Salah-salah aku bisa dipecat bila aku teledor.
Barista memberikan pesanan lelaki itu kepadaku. Aku menyuruh rekan kerjaku untuk mengantarkannya, tetapi ia tidak mau karena alasan mengurus yang lain. Alhasil aku yang mengantarkannya sendiri. Aku berjalan dengan hati berdegup kencang. Aku hanya meliriknya sekilas dengan perasaan tak tenang. Aku menaruh pesanannya dengan tangan gemetar. Geez, aku ketahuan sekali. Ugh!
Aku berbalik mengarah ke kasir dengan berjalan cepat. Tepat berada di belakang meja kasir, aku hanya bisa menunduk karena tak ingin bertatapan secara langsung. Aku kembali mengurus pelanggan baru dengan perasaan tak karuan. Aku berlindung di balik tubuh pelanggan yang menghampiriku. Ketika tidak ada lagi seorang pun yang menutupiku, dengan terpaksa aku dan dia berhadapan lagi tanpa sekat, tanpa halangan apa-apa.
Akhirnya aku terlihat kikuk dan salah tingkah dalam bekerja selama lelaki itu masih di tempatnya. Aku tidak bisa kalau terus begini. Rasanya aku ingin pingsan. Tidak-tidak, itu terlihat berlebihan. Aku hanya tidak sanggup menghadapi ini semua. Aku tak suka dia menghadapku. Bayangkan saja dia di sana sambil sesekali melihat ke arahku ketika aku membuat suara kekacauan di kasir. Matilah aku, dia melihatku, juga kekacauan yang kubuat selama di kasir.
Aku ingin pulang sekarang. Hal itu yang terus-menerus melekat di pikiranku. Kapan ini berakhir? Aku ingin menghilang dan menyudahi semua keteledoranku. Tanganku terlihat sangat gemetar seperti nenek-nenek yang sering tremor. Sampai-sampai rekan kerjaku pun menegurku karena aku terlihat sangat amatir sekarang.
"Stt.. kerja yang bener!" titah rekan kerjaku sambil sedikit berbisik.
"Ish, aku ingin ke toilet sebentar!" tukasku.
Ketika tidak ada lagi pelanggan yang datang, aku akhirnya ke toilet. Aku ingin semedi dulu sebelum melanjutkan pekerjaan ini. Di sana aku merenung dan membasuh muka. Aku berbicara sendiri dengan suara pelan sehingga tak seorang pun yang dapat mendengarku. Aku menangis sekarang. Ya ampun lemah sekali diriku ini. Cuma hal sepele seperti ini aku menangis? Aku memang tidak sedang dimarahi bos, tapi rasanya sama. Aku ketakutan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Ice Cream Dreamer (pindah ke Cabaca)
ChickLitSherina sebentar lagi lulus. Ia langsung memutuskan untuk mengambil kerja part-time di sebuah kafe yang bernuansa Prancis. Le Café d'Rennes nama kafenya. Alasan ia bekerja di tempat itu karena ia sangat menyukai kuliner, meskipun jurusan yang ia amb...