Vows

609 77 15
                                    

Kai Kamal Huening tidak percaya janji-janji klise. Tentang cinta sampai maut memisahkan. Tentang bahagia selamanya. Atau tentang keabadian yang fana. Di hari pernikahan mereka, Soobin tak menjanjikan satu pun dari hal itu. Ia tidak berjanji dengan bibirnya, namun ia menjamin dengan segenap hatinya, demi meyakinkan Kai untuk menjadi teman hidupnya.

~~

Kai mengusapkan kemoceng pada permukaan bufet di ruang tengah. Tangannya dengan lihai menyusun kembali benda-benda hiasan dengan susunan yang terlihat estetik. Selesai dengan bufet, ia beralih pada sebuah lemari panjang dimana terpajang foto-fotonya bersama Soobin. Foto saat Kai wisuda, foto Soobin saat pergi ke Eropa, dan foto-foto lain yang menangkap momen mereka berdua. Satu persatu figura diangkat selagi Kai mengusapkan kemoceng di bawahnya. Dengan hati-hati, ia meletakkan kembali figura foto-foto itu. Tangannya berhenti pada foto dengan bingkai paling besar. Foto sepasang insan—yang tak lain adalah Kai dan suaminya, Soobin. Sepasang manusia yang dimabuk cinta, dan mengikat sumpah tersebut di hadapan Tuhan.

Kai mengangkat foto itu untuk memerhatikannya lebih dalam. Soobin dan Kai, dalam balutan jas putih, dan latar belakang bunga-bunga berwarna putih. Kai memegang buket mawar putih sambil tersenyum, sementara Soobin memeluk pinggang kekasihnya. Sepulas rona merah muncul di pipi Kai saat memerhatikan Soobin. Ia tak akan lupa betapa tampan suaminya saat itu.

Lelaki itu menggelengkan kepala. Bukan saatnya untuk mengagumi ketampanan Soobin—saat ini ia harus beres-beres, sebelum berangkat menemui Beomgyu di Bom's Florist&Café. Sebenarnya masih ada satu setengah jam sampai waktu janjiannya dengan Beomgyu. Tapi, mengingat banyaknya hal yang harus diurus, maka ia tak punya banyak waktu untuk disia-siakan. Ia kembali fokus pada pekerjaannya.

Lemari sudah rapi. Saatnya Kai beralih pada laci-laci di bawah lemari hias tersebut. Jari-jarinya menarik laci di bawah dengan sedikit usaha berlebih, karena isi di dalamnya cukup padat. Kai mengeluarkan isi dari laci tersebut, empat album foto yang nyaris berdebu. Kesibukannya akhir-akhir ini membuat ia tak sempat memperhatikan bagian itu.

Kai mengusap permukaan setiap album foto dan mengecek isinya. Album foto saat Kai SMP hingga kuliah, album foto Soobin saat kecil, hingga album foto saat mereka berdua berbulan madu di Malibu. Aktivitas Kai mengecek isi album berhenti pada album foto terakhir. Ia tertawa pelan. Selalu foto-foto pernikahan mereka yang membuat ia tidak fokus.

Sampul album berwarna cokelat itu ditutupi debu tipis. Kai mengusap sampulnya dan membuka album tersebut. Potongan-potongan momen saat hari pernikahannya dan Soobin memanggil kembali memori Kai di hari itu. Perasaan campur aduk antara gugup, haru, bahagia, kembali membuncah dari hatinya saat mengingat hari itu. Terutama, saat Soobin mengucap janji pernikahan di hadapan pendeta dan seluruh tamu.

Di momen itu. Ia ingat betapa gugupnya Soobin. Tangannya yang gemetaran saat menyambut tangan Kai di depan altar, sikap tubuhnya yang kaku, dan roman tegang dari wajah Soobin. Saat itu, ia berusaha sekuat mungkin untuk menahan tawa melihat tingkah kekasihnya yang pemberani menjadi gugup tak tertolong. Namun ia urung, mengingat bahwa ia sendiri sangat gugup saat itu.

Pendeta mempersilakan Soobin untuk mengucap janji pernikahannya. Lelaki itu menarik napas dalam, memperbaiki posisi tubuhnya, dan menatap Kai dalam. Ia mengangkat secarik kertas bertuliskan apa yang akan ia ungkapkan saat ini.

"Kai Kamal Huening,"

Suara berat itu membuat atensi Kai teralih penuh pada lelaki di hadapannya. Kai bisa melihat kedua sudut bibir itu melengkung, mengulas senyuman teduh saat menatap matanya. Soobin kembali menarik napas dalam sebelum melanjutkan.

Trivia | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang