Langit malam yang gelap gulita tanpa secerca cahaya dan suasana hiruk pikuk kota Jakarta tak membuat langkah dua orang pembalap liar ini surut. Mereka justru semakin liar untuk meraih kemenangan dan tak mempedulikan teriakan atau umpatan yang mereka terima dari pengendara lain yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka.
Dua orang pembalap yang tengah mempertaruhkan nama baiknya ini sama sekali tak mempedulikan keselamatan mereka atau bahkan keselamatan orang lain, yang mereka inginkan saat ini hanya mencapai garis finish secepat mungkin. Mereka beradu dengan kecepatan angin.
Saat mereka melewati daerah pertokoan yang cukup sepi salah seorang dari pembalap yang mengendarai mobil sport berwarna silver metallic tersebut dikejutkan dengan kedatangan seorang pejalan kaki yang menyebrang dengan tiba-tiba. Dengan sigap ia menginjak pedal rem dengan kuat membuat suara decitan akibat gesekan antara ban dengan aspal menggema di sekitar toko.
Jika ia terlambat menginjak rem satu detik saja maka pejalan kaki itu tidak akan selamat, jarak dari mobilnya yang kini telah berhenti dan tempat gadis itu berdiri hanya kurang dari satu meter. Pembalap itu keluar dari mobilnya dengan membanting pintu dan segera mencengkeram rahang gadis itu yang ia perkirakan berusia setara dengan dirinya.
"Heh lo denger ya, kalau sampai gue kalah balapan gue bakal bikin hidup lo menderita!" katanya kemudian mendorong bahu gadis itu sampai jatuh tersungkur ke aspal.
Ia segera pergi meninggalkan gadis itu dan segera menyusul keterlinggalannya dengan kecepatan penuh. Mereka semakin menambah kecepatan saat melihat segerombolan anak muda tengah berkumpul di pinggiran jalan yang biasa mereka sebut basecamp.
Suara gemuruh penonton terdengar bersahut-sahutan saat mobil sport berwarna silver metallic itu sampai terlebih dahulu ke garis finish. Mereka bersorak merayakan kemenangan pembalap nomor satu mereka. Tak di sangka seorang gadis cantik yang memakai minidress hitam diatas lutut dan sebuah jaket kulit dengan warna sedana keluar dari mobil sport tersebut.
Gadis cantik berambut hitam kecoklatan itu bernama Anayra Kalistha. Ia adalah seorang pembalap liar nomor satu di club ini. Ia dikatakan sebagai nomor satu bukan tanpa alasan, ia mengendarai mobilnya seperti kilat yang menyambar, begitu cepat dan tak terduga. Ia mampu menyamakan atau bahkan melebihi kedudukan lawannya walau sudah tertinggal jauh.
Mereka merayakan kemenangan Anayra dengan berpesta. Nayra hanya memandang mereka dengan tatapan datar dan angkuh ciri khasnya. Sangat menggelikan baginya saat melihat isi dari belasan botol vodka atau sejenisnya itu berpindah ke gelas yang kini tengah mereka genggam dan berakhir dalam setiap tegukan mereka. Mencium baunya saja sudah membuat Nayra muak, bagaimana mereka bisa begitu menikmatinya disetiap malam.
Namun Anayra sama sekali enggan untuk meninggalkan tempat ini. Setiap malam ia berada disini, tempat dimana anak muda berkumpul untuk menyalurkan hasrat kebebasan mereka. Walau tempat ini penuh dengan suara tawa dan musik yang berdentum kencang namun Nayra sama sekali tak mampu mengusir kekosongan yang selama ini mengganggunya.
Seseorang dengan tak sopannya melingkarkan tangannya di bahu Nayra yang kini tengah berdiri memandang belasan orang yang mengaku sebagai temannya itu. Nayra memutar bola matanya malas saat mengetahui siapa pemilik tangan yang tak sopan tersebut.
Sama seperti tangannya, si pemilik tangan juga tak memiliki sopan santun. Setelah Nayra menatapnya tajam bukannya menyingkirkan tangannya ia justru malah tersenyum tanpa dosa.
"Hello my honey" sapa Ardan.
Nayra menyingkirkan tangan Ardan dari bahunya yang membuat Ardan hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan.
"Nggak usah panggil gue honey, gue bukan madu!" jawab Anayra ketus. Ia tak suka setiap Ardan ada di sekelilingnya. Wajah Ardan dan sikapnya yang selalu perhatian membuatnya muak sampai ingin memberi bogeman pada wajahnya.
"Tapi lo terlihat seperti madu di mata gue karna lo manis" gombalnya sambil mencolek dagu Nayra.
Ia tahu mengapa Ardan bersikap seperti itu padanya, itu karena Ardan menyukainya. Ardan telah menyatakan perasaannya sejak lama namun Nayra terus saja menolaknya. Baginya semua laki-laki itu sama tak ada yang bisa dipercaya dari ucapannya. Selama ini ia hanya senang bermain-main, memberi harapan kemudian saat mereka mulai menyatakan perasaannya Anayra akan pergi meninggalkan mereka.
"Gue udah sering bilang buat jauhin gue!" mata Nayra memandangnya tajam seperti samurai yang hendak membelahnya menjadi dua.
Tangan Ardan yang masih melayang didekat wajahnya pun tak luput dari cengkeraman kuat Nayra. Meski telapak tangannya jauh lebih kecil di banding Ardan, cengkeraman Anayra bisa di golongkan kuat dan mampu membuat siapapun kesakitan.
Dikenal tak memiliki rasa takut membuatnya mampu melakukan apa saja yang ia inginkan apapun itu. Seperti saat ia menatap tajam Ardan atau berbicara kasar padanya ia tak takut sama sekali. Meskipun sebuah jaket parasut hitam kebesaran geng Redmoon melekat pada tubuhnya. Jaket yang dikenal sebagai lambang kehancuran dan kesedihan itu sama sekali tak membuat Nayra gentar.
Jika orang lain lebih memilih untuk tidak mencari masalah dengan geng Redmoon, lain halnya dengan Anayra. Ia tak mencari masalah dengan Redmoon namun salah satu anggotanya yang selalu mencari masalah dengannya.
"Dan gue juga udah sering bilang kalau gue nggak bakalan nyerah buat dapetin hati lo" senyum Ardan mengembang saat ia berhasil membalik posisi tangan Nayra yang saat ini ada dalam genggamannya.
Nayra melepaskan tangannya kemudian pergi bergabung dengan yang lainnya meninggalkan Ardan yang kini tengah tertawa penuh kemenangan.
Anayra pergi bukan karena kalah tapi lebih tepatnya ia muak dengan semua kelakuan Ardan. Meladeni Ardan hanya membuang-buang waktu. Nayra tahu jika Ardan tidak akan mudah menyerah begitu saja, ia hanya akan menyerah ketika sudah menemukan mangsa yang baru.
Agaknya, julukan Ratu Tega benar-benar pantas disematkan kepada cewek bermulut pedas bernama Anayra Kalistha itu. Layaknya seekor singa yang mengamuk lantaran tidurnya diusik, Nayra dalam sekejab akan berubah menjadi monster apabila ada keinginannya yang tidak terpenuhi. Sepaket dengan mulutnya yang pedas, kelakuannya yang bisa dibilang cukup kasar untuk ukuran seorang cewek juga mampu membuatnya tercap jelek oleh- orang-orang.
Sikap Nayra yang arogan dan cenderung lebih mementingkan dirinya sendiri membuatnya tak banyak memiliki teman, mungkin hanya orang-orang dari club ini dan dua orang teman baiknya.
Namun Anayra sama sekali tak mempermasalahkan hal tersebut. Ia tak peduli dengan semua cibiran apapun yang diterimanya. Baginya hidup yang saat ini ia jalani sudah menyenangkan meski rasa kosong itu terus mengganggunya.
Ini adalah hidupnya dan hanya dia yang berhak mengaturnya bukan orang lain. Orang lain hanya perlu mengikuti keinginan hidupnya.
Hanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear "A" [REVISI]
Jugendliteratur"Jika diminta memilih antara menjadi air atau menjadi api, maka aku akan memilih menjadi api. Tidak masalah jika nantinya aku akan terbakar, asal kau ikut terbakar bersamaku!" Bukan kisah tentang cinta. Tapi kisah tentang perjuangan melawan ketidaka...