Aria of the Soul (1)

181 14 18
                                    

AN: Akan banyak cakap kotor disini. Layaknya seorang remaja jaman now. Jangan bilang aku tidak memperingatkan.

...

"Njir lah... Dimana aku ini?"

Sambil menggaruk kepalanya, seorang remaja pria melihat ke sekelilingnya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah pohon-pohon mati dan juga kabut tebal. Kemungkinan jarak pandangnya hanya dua puluh meter. Ditambah lagi kalau areanya cukup panas meskipun berkabut. Dan tanahnya sepertinya hanya lelumpuran tebal. Belum lagi penerangan tempat ini sangat minim.

Remaja itu tidak menyukai hal ini.

"Oke... Siapa pun dewa yang berpikir memunculkanku disini, fix dewa kuntul." Pria itu pun mulai berjalan perlahan-lahan sambil memerhatikan sekelilingnya. Ia tidak mendengar apapun, selain suara angin yang melewati telinganya ataupun suara kakinya yang memijak lumpur. Tidak, tidak ada suara manusia, hewan, bahkan serangga dan air.

Situasi ini sangatlah damai. Terlalu damai. Terlalu diam. Dan dia tidak menyukainya sedikitpun.

"Tunggu..." Pria itu pun mulai memegangi pakaian dan rambutnya dengan seksama. Ia bisa merasakan jas hitam berlengan panjang miliknya dan beberapa barang-barang yang ada di saku dalam pakaiannya beserta beberapa barang kecil yang ada di saku celana keper hitamnya. Ia pun mencoba mencek sepatunya, tetapi ia tidak menemukan apa-apa.

Dia merogoh kantong celananya untuk melihat apa saja isinya.

Dia berharap tidak melakukannya setelah mengambil isinya.

Benda itu memiliki bentuk yang unik dengan gagangnya yang berwarna coklat tua bermotif tulang rusuk merah darah menghiasinya. Sementara itu, bagian lain dari benda itu memancarkan cahaya minim dari warnanya yang perak terang. Bersama dengan benda itu, pria itu menarik beberapa benda mirip tabung kecil dengan ujung runcing berwarna emas menyala.

Siapa yang menyangka kalau sebuah Revolver yang mirip dengan Smith & Wesson ada di kantongnya.

"WANJING!"

Secara spontan pria itu melepaskan benda itu. Tangan pria itu masih gemetaran, keringat dingin mulai bercucuran dari tubuhnya, nafasnya juga mulai terengah-engah. Ia hanya bisa melihat senjata itu dengan wajah ketakutan.

Apa saja mahkluk yang mendiami tempat ini sehingga ia diberikan benda seperti ini ketika baru bangun?

'Tidak... Sebaiknya tidak usah memikirkan hal tersebut,' batin pria itu. Dengan penuh keraguan, pria itu kembali mengambil senjata api itu.

"Ini... makenya gimana ya?"

Pria itu tidak pernah menembak. Hal yang diketahuinya tentang menembak hanya berasal dari game, film, dan media-media lainnya yang mungkin memiliki hubungan dengan menembak. Ia tidak pernah mencobanya, dan ia tidak yakin memerlukan pengalaman itu.

Sekarang ia sangat ingin memutar balikkan waktu.

"Kalo gak salah ini megangnya begini, trus ininya ditekan dulu, trus keker... Tari-- AKH!" Remaja itu menarik pelatuknya dan tangannya terhempas ke atas dengan kuat sementara sebuah peluru melesat dengan cepat. Remaja itu kemudian melihat sebuah pohon memiliki sebuah lubang yang cukup besar di tengah-tengahnya. Tanpa butuh waktu lama, pohon itu tumbang.

"Wah... Mantap, cuk, ini tembak. Tapi ya... suara tembakannya kuat, njir." Dan juga, jika ia menembak dengan satu tangan, tangannya pasti akan terhempas lagi. Remaja itu ingat kalau pemain-pemain film ketika menembak dengan satu tangan, tangan mereka tidak akan terhempas. Antara itu hanya karena yang ditontonnya adalah sebuah film atau otot mereka bertingkat-tingkat kayak Keluarga Joestar ia hanya bisa menerka.

In Another World with Death Incarnate (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang