Bagian 3

22 5 0
                                    

Budayakan vote, coment dan follow sebelum membaca.
Happy Reading!

***

Di sekolah Nayla ada anak baru. Namanya Luqman. Sejak hari pertama cowok itu sudah berhasil menarik perhatian hampir seluruh siswi satu sekolah.

Sebelum Luqman datang, Dafa lah satu-satunya cowok yang paling banyak fansnya. Bagaimana tidak? Cowok yang sudah dua periode menjabat sebagai ketos itu, selain punya tampang cakep juga jago main sepak bola. Makanya gak heran kalo dia kepilih jadi ketua eskul sepak bola. Apalagi Dafa masuk kelas XII IPA-1. Wah, kurang apalagi coba?

Nah, murid baru yang bernama Luqman itu sudah satu minggu bersekolah di sekolah Nayla. Dia pindahan dari SMA Nusa Bangsa. Dia masuk ke kelas XI IPA-1. Selain tampan, pintar, dan jago main basket. Kabarnya Luqman juga seorang cowok yang pandai memikat hati wanita, bahkan tak jarang orang menyebutnya playboy.

Berita tentang kehebatan Luqman sampai juga di telinga Imelda. Cewek manis yang paling gak betah kalau denger berita ada cowok cakep itu langsung tertarik ingin melihat secara Live ketampanan Luqman.

"Duh,  Nay... Gue gak tahan pengen ketemu nih!" kata Imelda antusias

"Yaudin si, samperin ke kelasnya." Nayla memberi saran.

"Gak mau ah, serem!"

"Serem kenapa?"

"Iyalah, Nay. Kelas dia kan kelas Rista juga. Lo kan tau sendiri, si Rista itu paling sirik kalo ngeliat ada adik kelas yang nyamperin atau caper anak kelas dua." Imelda menolak mentah-mentah saran Nayla.

Rista adalah kakak kelas mereka. Dia adalah cewek paling nyebelin bagi Nayla. Eh ralat, mungkin lebih tepatnya bagi seluruh siswi kelas satu. Karna meskipun sifat Rista nggak beda jauh sama Imelda, yaitu hobi dandan dan paling nggak betah kalo ngeliat cowok cakep, setidaknya Imelda masih baik sama orang dan nggak belagu. Sedangkan kakak kelas Nayla yang satu itu, dia nggak mau kalah sama orang. Udah gitu belagu banget! Dia ngerasa dialah cewek paling cantik, paling tajir, dan paling perfect di sekolah. Dan dia paling blak-blakan dalam mengejar-ngejar Dafa. Kabarnya dia malah pernah nembak Dafa duluan. Parah banget, kan?

"Hmm... Kira-kira orangnya secakep apa ya, Nay?" ujar Imelda sambil membayangkan wajah murid baru itu.

"Gue udah liat kok!" sahut Nayla asal nyeplos. Sebenernya sih dia belum pernah liat tuh cowok. Tapi dia seneng aja ngerjain Imelda.

Imelda terkejut. "Hah! Serius, Nay?"

Nayla menganggukan kepalanya sambil tersenyum jahil.

"Orangnya gimana? Cakep nggak? Sama Dafa cakepan siapa?" tanya Imelda menggebu-gebu.

"Menurut gue sih..." Nayla terlihat berpikir keras. "Dua-duanya nggak ada yang cakep!"

"Ahh... Dasar lo! Elo mah nggak punya selera! Katarak emang!" Imelda ngomel-ngomel.

"Hahahaha."

***
Pulang sekolah, seperti biasa Nayla memutuskan untuk pulang paling akhir dan bertengger di perpustakaan. Kunci perpustakaan pun sudah ia kantongi. Tidak perlu risau, karna tukang kebun sekolah ini sudah sangat percaya padanya.
Keadaan perpustakaan sudah sangat sepi. Hanya ada dirinya dan rak-rak buku yang menemaninya membaca sore itu.
Tiba-tiba suara gaduh terdengar dari luar. Belum sempat Nayla keluar, seorang cowok masuk dan menutup pintu dengan cepat. Cowok itu mengenakan seragam putih dan celana abu-abu, dengan ikat pinggang berwarna merah yang sedikit terlihat di bawah baju seragamnya yang dikeluarkan. Badge name di saku bajunya sama dengan punya Nayla. Tapi sepertinya Nayla nggak pernah melihat tampang cowok itu di sekolah.

Suara gaduh di luar membuat Nayla melongokkan sedikit kepalanya ke jendela untuk melihat. Suara tersebut berasal dari cewek-cewek heboh yang kalo di konser oppa-oppa Korea disebut fans fanatik. Mereka berteriak-teriak tidak jelas di depan sana. Entah apa yang mereka cari dan perebutkan.
Setelah mereka menjauh dan keadaan kembali tenang, Nayla kembali duduk dan membaca bukunya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Cowok yang sejak tadi berdiri di balik pintu itu menghembuskan napas lega, lalu ikut duduk di samping Nayla.

"Ternyata ada orang di sini, sorry ya kalo gue ngeganggu elo," ucap cowok itu ramah.

Nayla tidak menjawab, diletakkannya kunci perpustakaan di atas meja lalu berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Baginya siapapun yang menganggu kegiatan membacanya adalah orang yang tidak penting dan dia sangat tidak menyukai itu.

Setelah berpamitan dengan satpam sekolah. Nayla berjalan menuju halte. Belum terlalu sore, jadi bus yang ia tumpangi pasti belum datang. Kalo bukan karna cowok itu, dia tidak akan pulang lebih awal seperti sekarang.

Nayla mengambil ponsel di sakunya dan segera menelpon Zain.

"Halo, Zain. Lo bisa jemput gue nggak?"

"Lo dimana?"

"Gue di halte deket sekolah."

"Tumben banget lo pulang cepet, biasanya kalo nggak di perpustakaan ya di toko buku dulu?"

"Udah jangan berisik, buruan jemput! Gue tunggu!"

"Iyaiya, bawel."

Tut... Tut... Tutt..

Sambungan telepon terputus. Nayla duduk di bangku halte sambil menunggu sang kakak menjemputnya.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya, bukan mobil Zain. Melainkan mobil cowok yang tadi mengganggunya di perpustakaan.

"Nih kuncinya," kata cowok itu sembari menyerahkan kunci yang tadi Nayla tinggalkan di atas meja.

"Oke, thanks." Nayla mengambil kunci itu dan berdiri.

"Lo mau kemana? Kita belum kenalan. Nama gue Luqman, kalo lo?" tanya cowok yang ternyata bernama Luqman itu mengulurkan tangannya.

"Nayla." Tanpa membalas uluran tangan Luqman, Nayla berjalan menghampiri mobil kakaknya yang terlihat di seberang jalan.

"Gue di kacangin?" Luqman bertanya-tanya dalam hati.

To be continue...
Jangan lupa tinggalkan jejak.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang