Ia bukanlah seorang wirawan, bukan pula figur yang layak disebut akal buaya. Menumpahkan bersentilliun darah dari asosiasi lokal pada derajat yang salah, demi menutup kantung air mata sang tanah air tercinta yang ingin terjun dalam gelar "Victory!"
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ada kepentingan apa yang membuat kau mendarat sangat lama, huh?" tegur sosok beridentitas Jinhwan, sesosok flamboyan berprestise. Diteguknya seperempat dari Orang Tua notabene anggur merah yang berkohesi dalam gelas banquet berhimpit di antara telunjuk dan ibu jarinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si rambut berbatok kelapa berlabelkan bau kencur itu hanya bisa memproduksi peluh walaupun ia sedang memerankan bagaimana arca bertindak di hadapan sang kurator beretiket letnan jendral—dilansir dari serba-serbi deretan lencana terbalut emas. Bukan hal yang bijak, tentunya.
"Dan lihat?" Jinhwan menggertak. "Kau tak membuahi hasil apa-apa, Jung Chanwoo."
Kepala ia tundukan selaku seorang buronan, meluruhkan seluruh rintihan jiwa.
"Aku sudah bekerja keras secara klimaks & beropsi agar optimis tapi apa salahku.." benak Chanwoo, si kolega yang gemar memakai hoodie tersebut.
Jinhwan beserta amarahnya, bangkit dari bangku-dikenal sebagai 'sofa dimana mayoritas manusia banting tulang.'
Selagi menopang lengan kanan dan mengelus-ngeluskan telunjuk pada dagunya, pria berkedok CEO tersebut mengelilingi figur Chanwoo. Yang lalu ia berhenti sejenak, melirik ke mata angin dimana ransel Chanwoo digendongkan. Tanpa berpidato lagi, ia merogoh ke dalam ransel yang taranya diharapkan sama persis seperti pada tahap awal.