Telat sehari nih dari jadwal soalnya lebih panjang dari part sebelumnya.
Selamat membaca!
.
POV: DANNY RHAMDAN
Matahari telah terbit.
Cahaya fajar naik perlahan dengan anggun dari timur sana.
Aku duduk bersama Shanty. Menikmati udara pagi di balkon kastilnya. Pagi ini dia tampak lebih sehat dari kemarin. Kami sepakat untuk tak lagi membicarakan masa lalu dan kesakitan yang telah kami alami masing-masing. Mulai meniti kembali tujuan kami sebelumnya.
Tujuanku.
Tujuan awalku.
"Aku harus mendapatkan senjata baru," kataku akhirnya. "Emas, tak akan bisa memusnahkan sang Raja."
"Aku tahu. Parmoun pernah memberitahuku. Tapi aku mengabaikannya, karena aku tak ingin memercayai perkataannya lagi. Meski dulu aku pernah membuat senjata seperti itu. Aku telah memberikannya pada seseorang di London kira-kira 40 tahun lalu," kata Shanty yang mampu mengingat dengan jelas di usianya kini. "Apa kau sempat bertemu? Namanya Shymme kalau tak salah. Aku menyuruhnya menyampaikan salamku untukmu. Dia ke Keikai untuk mencari adiknya."
Aku menggeleng. "Aku hanya sempat menjelajah sebentar dan yang kutemui hanyalah dua orang kembar dari Cina yang memiliki tujuan sama sepertiku. Dan nenekmu. Nenekmu bilang, Parmoun punya senjata itu. Senjata dari logam Platinum. Senjata canggih yang kau buat untukku telah hancur saat aku melawan sesosok monster yang bahkan merupakan level rendah."
"Mungkin. Aku tidak tahu. Aku tidak pernah bertemu Parmoun lagi sejak dia mengatakan bahwa kau telah mati. Aku tak percaya dan terbukti bahwa dia memang gemar berdusta."
"Apa dia belum meninggal?" heranku.
"Dia tidak akan mati sebelum Raja Sandekala musnah. Dia masih tinggal di tempat yang sama. Dia terkunci di sana. Masih sehat dan muda seperti terakhir kali kau melihatnya."
"Apa dia bisa membantuku lagi kali ini?"
"Entahlah. Temui saja. Mungkin padamu, dia akan menyerahkan segala hal yang dimilikinya."
Kami meneguk secangkir teh hangat yang dibawa pelayan. Termenung sejenak. merasakan kehangatan mentari pagi yang merasuk ke dalam kulit kami.
"Shanty ... soal Marshall ...," kataku hati-hati. "Kenapa kau mengijinkan bahkan menyuruhnya? Dia cucu kandungmu. Aku hanya keheranan."
Shanty mengulum senyum. Matanya tampak berkaca-kaca.
"Dia adalah cucuku yang paling kusayangi," timpalnya. "Justru karena itu aku ingin memberinya hadiah."
Aku mengerut kening. Bahaya. Ancaman. Ketakutan. Bahkan kematian. Pikiran burukku bertanya-tanya apa Shanty ingin sekali menyingkirkan cucunya itu?
"Marshall mengalami sesuatu yang teramat buruk," ujarnya. "Hati dan pikirannya sudah hancur. Hanya saja dirinya sendiri tak memahami seberapa besar kehancuran itu. Selama ini, yang diinginkannya adalah bertemu ayah dan ibu. Dan sudah ratusan kali dia berusaha mengakhiri hidup. Aku takut tak akan bisa menahan keinginannya lebih lama lagi. Umurku sudah terlalu renta. Kalau aku tiada, dia tak memiliki alasan lagi untuk menunda kematiannya. Jika dia pergi ke Keikai dan bertemu keluarganya, keinginannya untuk mati mungkin akan luruh. Dan meski keinginan itu tetap ada. Kuyakin dia akan mati dengan terhormat. Dengan layak."
Shanty tampak mengembuskan napas berat. Aku mengenal gestur itu. Seperti diriku, itulah yang akan kulakukan jika aku berdebat dengan seseorang yang keras kepala dan tak menemukan titik temu. Tak ada cara lain selain mengalah atau pasrah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kie Light #3: Jagad Arwah
FantasyBuku ketiga trilogi Kie Light. Petualangan Danny dan kawan-kawan baru yang berasal dari seluruh dunia baru saja dimulai di tanah Keikai, dunia yang dihuni para arwah. Demi membongkar kedok kelicikan Sandekala. Mereka harus meyakinkan Ifrit, sang pen...