◇ Loki ◇

1.8K 127 0
                                    

>>>

Seorang lelaki dengan mantel hitam dan setelan berwarna hijau berdiri di sana. Badannya sedikit basah karena gerimis dan bulir-bulir air menghiasi ujung rambutnya yang sedikit panjang. Kukira-kira umurnya hampir sama dengan Paman Seth.

"Simza?"

Suaranya yang bagai mantra membuatku terpana, senyum dari bibirnya yang tipis sangat sempurna untuk wajahnya yang tampan. Dia pria kedua dalam hidupku yang kurasa sangat tampan, yang pertama tentu Paman Seth. Tapi sepertinya posisi Paman Seth sebentar lagi tergantikan oleh pria di hadapanku sekarang. Tolong maklumi pikiran remajaku, duh.

"I-iya… An-anda orang yang dimaksud Paman Seth?"

"Paman Seth?" Kening pria itu berkerut mendengar pertanyaanku, kalau bukan dia orangnya, bagaimana dia tahu namaku?

"O-oh.. Ya ya Paman Seth si Dewa Petir!" Katanya cepat-cepat.

Tapi, tunggu.. yang memanggil Paman Seth sebagai Dewa Petir hanya aku, selama ini kami punya panggilan. Paman Seth memanggilku Putri Valhalla (Putri dari Surga katanya) dan aku memanggilnya sebagai Dewa Petir, karena pekerjaan Paman Seth yang berhubungan dengan listrik sepertinya kata petir cocok menjadi panggilan kesayangan untuknya. Dan baru sekarang ada yang mengetahui atau menggunakan panggilan kesayangan itu juga.

"Silahkan masuk, Tuan.."

"Panggil... Pa-Paman saja," ujarnya dengan suara agak tercekat, "biar lebih akrab, bukan begitu?"

"Ah, baiklah Paman …"

"Loki,"

"Paman Loki," lanjutku memperbaiki, "Silahkan duduk."

Pria yang memperkenalkan namanya sebagai Loki itu semakin membuatku canggung. Gayanya bak seorang bangsawan, atau mungkin dia memang seorang bangsawan dan Loki, astaga itu nama aslinya atau hanya panggilannya saja.

"Paman mau minum apa? Biar kubuatkan."

"Kau sukanya minum apa?" tanyanya balik.

"Aku," tunjukku pada diri sendiri, "aku biasanya saat musim hujan begini minumnya coklat hangat,"

"Baiklah, coklat hangat juga boleh," ucapnya, "jangan lupa buat untuk dirimu juga," Aku hanya mengangguk tersenyum dan segera membuat coklat hangat untuk kami berdua.

Saat kembali ke ruang tengah, Paman Loki sedang sibuk melihat-lihat foto yang terpajang di dinding dan rak-rak. Koleksi fotoku bersama Paman Seth memang tidak banyak, paling foto ulang tahunku dan liburan kami. Paman Seth termasuk tidak suka terlalu sering berfoto-foto.

"Tiga bulan lagi umurmu 17 tahun kan, Simza?"

Seolah menyadari kehadiranku, Paman Loki berbicara sambil menatap pigura kecil. Tangannya mengusap perlahan tepian pigura, sambil kembali berucap.

"Waktu terlalu cepat berlalu, sampai waktu yang pernah kosong tidak dapat lagi dikenang terlalu lama." Aku tidak mengerti perkataannya.

"Darimana anda tahu kalau tiga bulan lagi aku ulang tahun ke 17?" tanyaku murni penasaran.

Paman Loki tak bergeming di tempatnya berdiri sampai beberapa detik dia hanya mengangkat bahu menanggapi pertanyaanku.

"Seth sering meninggalkanmu seperti sekarang?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Tangannya berpindah ke pigura yang lain dan kembali menatapnya dalam-dalam, entah hanya penglihatanku atau memang matanya berkaca-kaca saat mengamati foto-fotoku bersama Paman Seth.

"Lebih sering di musim hujan  seperti sekarang," jawabku, "Tapi, aku maklum saja. Sudah pekerjaannya menjadi petugas listrik."

Paman Loki menengok ke arahku sambil tersenyum, dia-sungguh-manis-saat-tersenyum. Kami berdua duduk dalam diam, Paman Loki masih khusyu mengamati satu persatu piguraku. Tatapannya yang tajam tapi teduh, seperti menyimpan seribu satu kisah yang tidak pernah terutarakan.

[THORKI AU/FANFICT] Somewhere Only We KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang