◇ Thor ◇

1K 118 0
                                    

>>>

"Tidak untuk malam ini, Loki."

Suara Paman Seth menginterupsi kami, Paman Loki hanya tersenyum maklum.

"Paman Seth!" seruku, "Ceritanya baru saja ingin dimulai," kataku dengan nada protes.

"Masih banyak waktu lain, Sim," timpal Paman Loki.

"Dan bukan malam ini," sambung Paman Seth sambil menyimpan kotak perkakasnya di atas lemari.

Paman Loki menatapnya curiga, atau yang begitu mataku tangkap.

"Kau menyimpannya tinggi sekali," komentar Paman Loki.

"Untuk jaga-jaga," Paman Seth melirik ke arahku, "takutnya dijadikan mainan lagi." Percayalah, itu sudah lama sekali sejak terakhir kumainkan kotak perkakas Paman Seth. Lagipula itu hanya kenakalan anak kecil yang bosan dengan mainannya.

"Dia bisa mengangkatnya?" Paman Loki bertanya dengan raut mengejek, Paman Seth hanya mendengus.

"Paman Seth…." Aku cemberut.

"Aku mau mandi dulu," Paman Seth berlalu dan masuk ke kamar.

Paman Loki masih mendengus-dengus menahan tawa, aku tidak mengerti apa sebenarnya yang lucu. Kalau hanya aku yang kecil dulu memainkan kotak perkakas Paman Seth, kurasa itu tidak terlalu lucu. Dimana sisi humornya.

"Saat umur berapa itu terjadi?" 

"Aku memainkan perkakas Paman Seth?"

"Iya," Paman Loki masih geli, "Kau mengangkat Mj- Palunya?"

"Aku tidak terlalu ingat," balasku, "mungkin lima atau enam tahun,"

"Apa cuma sekali itu saja?"

"I-ya… Memangnya harus menunggu berapa kali aku melakukannya? Paman Seth sangat sayang pada barang-barangnya, dan aku juga anak yang penurut kok." Entah kenapa aku ingin sekali membela diri. Paman Loki hanya terkikik geli.

"Sayang sekali kau tidak bisa mengingatnya dengan baik," Paman Loki nampak berpikir sambil melirik ke pintu kamar Paman Seth. "Mendekatlah.." perintah Paman Loki. 

Aku menurut saja dan aku juga tidak tahu kenapa aku cepat sekali menurut, aku duduk disampingnya sekarang. Paman Loki masih menampilkan senyum tipisnya menatap padaku.

Tangan Paman Loki mengusap kepalaku perlahan dan ia memejamkan matanya. Bagai di nina bobokan rasanya aku sangat mengantuk, aku tidak tahu kalau aku jatuh tertidur dengan mimpi yang aneh.

Aku melihat diriku saat umur lima tahun, Paman Seth menggendongku dan tangan satunya lagi menenteng kotak perkakasnya.

"Bagaimana sekolahmu hari ini hmm.."

"Menyebalkan," wajah kecilku kesal, "Mereka merusak mainan anak perempuan, jadi aku balas."

"Kau membalas anak laki-laki?"

"Mereka tidak boleh meremehkan anak perempuan," aku meronta dalam gendongan Paman Seth, dia menurunkanku dan mendudukkanku di sofa. Kotak perkakasnya dia letakkan di lantai.

"Aku mengambil mainan mereka diam-diam dan menyembunyikannya di belakang lemari," ceritaku bersemangat, "Mereka kebingungan dan saling tuduh juga menyalahkan, anak laki-laki benar-benar tidak bisa berpikir." Nada angkuh dari suaraku jelas sekali.

"Paman tahu, mereka bahkan ada yang menangis dan anak permpuan bisa menertawakan mereka."

"Kau jahat sekali," sahut Paman Seth, "kau juga sangat licik, terlalu pintar membuat kekacauan." Paman Seth mengacak-acak rambutku.

"Aku akan memberimu hadiah," Paman Seth bangkit.

"Simza suka hadiah, apa hadiahnya Paman!"

"Kau tunggu di sini," Paman Seth masuk ke dapur.

Aku kecil menunggu dengan banyak tingkah, mainanku berserakan dimana-mana dan dengan cepat aku sudah berpindah-pindah memainkannya. Karena bosan, aku kecil merasa tertarik dengan kotak perkakas milik Paman Seth.

Tidak butuh waktu lama, isi kotak itu sudah berserakan. Aku kecil sangat kagum pada palu besar milik Paman Seth. Aku mengeluarkannya dan mengayun-ayunkannya di udara.

"Mereka pasti akan takut padaku kalau ku ancam dengan palu punya Paman Seth ini." 

Aku kecil memeluk dan mengusap-usap palu itu. Sesekali mengangkatnya tinggi-tinggi. Paman Seth datang kembali membawa semangkuk penuh ice cream. Dengan cepat dia meletakkannya di atas meja dan menghampiriku.

"Simza!" Suara Paman Seth antara percaya tidak percaya.

"Paman! Boleh aku bawa ini ke sekolah?" Paman Seth masih tertegun saat kusodorkan palunya.

"Aku akan melawan anak laki-laki itu dengan ini. Boleh yaa boleh yaaa!!"

"Tidak-tidak, kemarikan mjolnir, kau belum bisa menggunakannya Simza." Paman Seth berusaha merebut Palu itu dariku.

"Aku bisa mengangkatnya Paman! Lihat!!"

Untuk beberapa detik, tiba-tiba tanganku bagai tersengat listrik dan sangat jelas mengalir di tanganku. Aku kecil menjerit dan menangis karena kaget, Paman Seth langsung meraihku dan mengambil Palunya.

"Sudah kubilang kan, kau belum siap sayang," Paman Seth memelukku sayang, aku masih sesegukan menahan tangis.

Perlahan kesadaranku kembali, tapi rasanya aku baru saja bangun tidur. Paman Loki mengusap kepalaku perlahan.

"Apa itu tadi?" Tanyaku bingung.

"Loki baru saja membuka ingatanmu," Paman Seth bergabung dengan kami, tangannya membawa secangkir coklat hangat.

"Sudah kubilang, jangan aneh-aneh Loki," geram Paman Seth.

"Aku hanya penasaran," Paman Seth hanya memutar matanya.

"Membuka...ingatan? Bagaimana caranya?"

"Sebaiknya jangan kau tanya…"

"Akan kuajarkan kalau kau mau," potong Paman Loki.

"Lokii.." geram Paman Seth, "Belum saatnya."

"Baiklah-baiklah," Paman Loki angkat tangan.

Aku masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Mengenai Palu itu dan kemampuan Paman Loki, mungkin itu sejenis hypnotherapy.

"mjolnir. Nama Palu itu kan?" Tanyaku, Paman Seth menatap Paman Loki garang.

"Kau yang menyebutkannya dulu, dan kebetulan sekarang Simza ingat."

"Dasar kau, Loki."

"Aku tidak berbuat apa-apa, Kak."

"Kau! Kau baru saja membuka ingatannya."

"Aku sepertinya pernah membaca soal nama itu," potongku, ingatanku masih mengawang-awang.

"Sebaiknya kau tidur, Sim."

"Baiklah.." Aku bangkit dari dudukku dan mengucapkan selamat malam, aku merasa tiba-tiba sangat lelah dan mengantuk.

"Kau tidak seharusnya melakukan itu, Simza belum siap."

"Tapi aku ingin tahu dan aku tahu kau tidak akan menceritakannya. Mungkin saja kau akan cerita tapi versinya berbeda."

Aku masih mendengar suara Paman Loki dan Paman Seth mengobrol. Pikiranku masih tentang Palu Paman Seth dan namanya mjolnir.

Dengan setengah mengantuk entah karena yang dilakukan Paman Loki tadi, aku membuka-buka buku di rakku. Sampai aku menemukan buku dongeng anak-anakku tentang Dewa-Dewi Asgard, perlahan-lahan setiap halaman kucari tentang mjolnir.

Sampai pada halaman Dewa Thor, mjolnir adalah nama Palunya. Sudah kubilang, aku pernah tahu tentang nama itu. Dewa Thor dan Dewa Loki, pikiranku makin kacau.

>>>

[THORKI AU/FANFICT] Somewhere Only We KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang