Bagian Tujuh

1.7K 240 48
                                    


Sebab Chenle sama Jisung abis ngelive dua hari lalu dan berakibat aku makin bucin. Jadi ya udah dengan kekuatan cinta aku bertekad buat menerobos wb yang masih betah menyerang. Suka heran wb kok terusan.

🐁Selamat membaca🐬



Jisung gusar.

Ia tak pernah membayangkan akan memikirkan hal seberat ini sebelumnya.

Jisung tak menyangka di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun harus dihadapkan pilihan untuk menarik sebuah keputusan yang akan mempengaruhi hidupnya di masa depan–mungkin–siapa yang tahu?

Mengacak surainya kasar bahkan terkesan agak menjambak. Sungguh, Jisung sedang bingung saat ini.

"Apa yang harus kulakukan?" ia bertanya. Tak ada sahutan selain gemerisik dedaunan yang bersentuhan karena angin yang bertiup cukup kencang sore ini.

Omong-omong ini sudah memasuki musim dingin, di depan balkon kamar ia berdiri dibalut mantel tebal.

"Jisung, ayo makan malam." Interupsi tiba-tiba dari sang kakak membuyar lamunnya. Tak memberi jawaban justru pemuda itu berbalik mengekori.

"Kau kenapa?" Jimin keheranan melihat adik semata wayangnya itu tampak tak seperti biasanya.

Gelengan didapat Jimin sebagai balasan. Namun kakak Jisung itu tidak ambil pusing, mengangkat bahu tak acuh. Memilih mendudukkan diri menyusul sang adik yang sudah lebih dulu.

Menyantap makanan tanpa minat, tentu mengundang kepekaan sang Ibu. Nyonya Park melempar pandang pada sang suami yang ternyata juga tengah memandanginya. Lantas keduanya kompak menatap si bungsu.

Derit kaki kursi yang beradu dengan lantai menarik perhatian keluarga Park. Si bungsu beranjak tanpa memberi kesempatan sang kepala keluarga menjawab rasa penasarannya.

"Aku selesai. Terima kasih makanannya." Jisung berujar tanpa semangat, lesu sekali. Nyonya Park dibuat benar-benar penasaran sampai mati. Bahkan wanita paruh baya itu bertekad untuk menyambangi kamar sang putra demi mendapat jawaban.




Jisung mendudukkan dirinya di kursi tunggal yang ada di balkon kamarnya. Memandang lurus dengan benak berkecamuk.

"Ish!" ia menggerutu. Tanda tak menyukai posisinya saat ini. Hampir menumpahkan semua umpatan tapi ponselnya berdering. Wajah kusut itu lenyap melihat nama yang tertera di layar plasma dalam genggamannya.



🐬🐁

"Halo."

"Aku mengganggumu?"

"Tidak. Ada apa?"

"Sudah makan malam?"

He Had Never Been Like This Before - Chenji🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang