Bagian Sembilan

1.5K 220 13
                                    

Guten morgen yorobun :)
Boboknya nyenyak kan? Nyenyak dong.
Jangan lupa sarapan. Biar bisa beraktifitas dengan bugar. Yeay.

Dan

Selamat membaca.

🐁



Jisung tidak menyangka Tuhan sesayang ini pada dirinya. Tak ingin menyia-nyiakan sebuah kesempatan yang Jisung yakini tidak akan datang dua kali. Ditambahlagi pemuda jangkung itu tak ingin menyesal di kemudian hari. Maka sekarang waktunya ia mengambil sebuah keputusan.

Jisung memutuskan untuk mengejar Chenle-nya.

Shanghai adalah kota yang tidak begitu asing untuk Jisung. Ia pernah berkunjung ketika mengikuti sebuah kompetisi tari. Namun bukan juga sebuah kota yang akrab untuknya.

Jisung tidak berniat untuk akrab, tapi jika itu demi Chenle ia akan berusaha.

Jantung Jisung berdetak heboh. Tangannya berkeringat, ia duduk tidak nyaman.

"Apa sesuatu mengganggu anda, Tuan Muda?" laki-laki paruh baya yang duduk di bangku kemudi bertanya.

"Masih lama?" Jisung membalas dengan tanya.

"Lima belas menit lagi."

Hening selanjutnya. Jisung menutup rapat bibirnya memilih untuk melempar pandang ke luar mobil.

Rumah dengan pelataran luas dan dipenuhi banyak mobil itu menarik perhatian si jangkung. Lamunnya terusik ketika pintu mobil terbuka.

Tungkainya melangkah tenang, tapi berbanding terbalik dengan irama jantungnya yang berdetak tak karuan. Jika menilik undangan maka dapat dipastikan Jisung datang terlambat. Dalam hati si bungsu Park itu berdoa, Tuhan tolong bantu aku lagi.

Para tamu undangan sudah mengerumun di satu titik. Gemuruh tak nyaman yang Jisung rasakan. Maniknya bergulir mencari celah.

Dan dewi fortuna berpihak pada Jisung.





Dekapan erat Jisung berikan ketika tubuhnya ditubruk sebuah pelukan. Jisung ingin berteriak rasanya. Karena terlalu senang. Maniknya bertubrukan ketika si mungil dalam dekapan mendongak. Jisung mengerutkan dahi ketika wajah itu tampak serius menatapnya.

"Terima kasih telah datang malam ini, Jisungie." Dan Chenle kembali menenggelamkan wajahnya dalam dekapan Jisung. "Aku merindukanmu." Terdengar seperti cicitan yang menggemaskan bagi si jangkung.

Kali ini ia benar-benar mengulas senyumnya, "Aku jauh lebih merindukan Chenle-ku. Maaf membuatmu menunggu terlalu lama."

Gelengan heboh Chenle mengundang tawa Jisung. Tangannya mengusapi surai yang lebih tua. Hingga manik cokelat Nyonya Zhong bersibobrok dengan manik hitam miliknya. Wanita itu tesenyum padanya dan tentu Jisung membalasnya. 

"Bagaimana perjalananmu, Nak?" interupsi Tuan Zhong tak membuat putranya melepaskan diri justru lebih mengeratkan kembali pelukannya. "Anak ini manja, maaf merepotkanmu, Jisung-ssi."

Jisung tersenyum, "Perjalanan yang panjang dan mendebarkan, Tuan. Senang bertemu dengan anda dan putra anda tidak merepotkan sama sekali."

"Senang juga bisa bertemu denganmu, Nak. Dan tolong jangan berbohong, anak ini merepotkan," ujar Tuan Zhong yang ditanggapi kekehan oleh Jisung. 

He Had Never Been Like This Before - Chenji🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang