"We both know that our desteny is just part of drama"
Desember, 2017
Tahun ini adalah tahun pertama aku menjalani Natal seorang diri dan untuk pertama kalinya aku membenci hari Natal. Hari di mana aku kehilangan orang yang paling aku sayangi di dunia ini.
Ibuku. Hari ini, ia meninggalkanku di dunia setelah pagi tadi mengalami kecelakaan. Tiba-tiba saja hidupku hancur, duniaku terasa runtuh dan merasa tidak memiliki alasan lagi untuk menjalani kehidupan ini.
Aku tidak bisa menerima kenyataan, yang bisa aku lakukan hanya berlari dari rumah sakit menyusuri trotoar jalan, tidak peduli dengan hujan deras yang mengguyur tubuhku hingga basah kuyup.
Aku menghentikan langkahku, terdiam untuk beberapa saat sementara aku tidak bisa menghentikan tangisku. Air mataku bercampur dengan air hujan. Aku berteriak hingga aku jatuh bertekuk lutut. Aku tidak mempedulikan pengendara yang diam-diam memperhatikanku maupun orang-orang yang sedang berteduh di halte bus. Persetan dengan mereka.
Tiba-tiba aku tak lagi merasakan tetesan air hujan padahal aku masih bisa mendengar suaranya. Perlahan aku mengangkat wajahku, aku melihat sebuah payung hitam yang melindungiku, tatapan mataku jatuh pada mata lelaki yang sedang memayungiku. Sorot matanya begitu tajam dan dingin seolah mampu menusuk siapapun yang menatapnya.
Air mataku masih mengalir, sementara lelaki itu tak memberikan ekspresi apapun selagi melindungiku dari hujan.
Dia mengulurkan tangannya padaku, dengan kondisi masih terisak aku menatap matanya bingung. Dari sekian banyak orang hanya dia yang mau menghampiriku dan mengulurkan tangannya padaku.
"Berdiri, tangan saya capek megangin payung," ujarnya dengan wajah apatis.
Aku menatapnya kesal, salah siapa, toh aku tidak memintanya untuk memayungiku.
"Cari tempat yang teduh dulu kalo kamu mau lanjutin nangis."
Aku tidak meresponnya, justru mataku semakin tajam menatapnya. Dia tidak tahu saja apa yang sudah aku alami.
Tanpa diminta akhirnya dia menarik tanganku dan membawaku menuju suatu tempat.
Dia meletakkan segelas teh hangat di atas meja dan menggesernya ke hadapanku. Setelah itu dia memberikanku sebuah handuk putih yang masih bersih.
"Saya punya baju yang udah nggak dipake kalo kamu mau ganti baju."
Aku yang sejak tadi menatap meja dengan tatapan kosong langsung beralih menatapnya. Aku tidak peduli dengan kondisiku yang basah kuyup dan kacau.
"Saya nggak peduli sekacau apa masalah yang kamu hadapi. Setidaknya jangan menangis seperti tadi lagi. Hujan bisa buat kamu sakit."
Bibirku terangkat sambil mendengus pelan, memangnya dia siapa bersikap sok peduli seperti itu.
"My mother passed away. Today," ujarku membuat mataku kembali memanas saat menatap dia.
Dia yang masih berdiri di hadapanku hanya terdiam menatapku tanpa memberikan respon apapun.
"Masalah yang aku alamin nggak sesepele yang kamu kira."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Goodbye✔️
Short StoryThis is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author's imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events...