🍂🍁

88 14 4
                                    

Langit sungguh tengah begitu teduh Sore ini, dihiasi dengan beberapa daun tua yang jatuh, membuat beberapa orang harus kerepotan untuk sekadar membersihkan Baju maupun helai rambutnya.

Ini musim gugur!

Gemuruh dedaunan kering yang hancur terinjak terdengar di daun telinganya, sial, jantungnya bahkan tak siap untuk mendengar. Gugup perlahan menjalar pada seluruh tubuhnya, untuk bertemu saja kenapa harus setegang ini, pikirnya.

"Hi."

Harumnya sekelebat melanda indra penciuman, Jin gugup bukan main, mencoba menatap yang lain selagi membalas, mungkin tak apa.

"Oh--hi!" Ia berdeham sebentar selagi sang wanita terkekeh geli. "Um--ingin berkeliling?" Ajaknya selagi ia menggeser posisinya, sungguh ucapan dan tindakannya sangat tidak singkron.

"Ah, tentu saja."

Ia berdiri, menyamakan jajaran, lalu berjalan berdua seakan bersanding di sebuah pelataran, hanya saja ini di Taman tua yang dipenuhi dedaunan kering. Keduanya diam sebentar, selagi Jisoo menggosok siku dengan wajah berpaling, maka yang dilakukan Jin hanyalah menendang kosong angin dan dedaunan kering dihadapannya.

"Bagaimana kuliahmu?"

"Bagaimana pekerjaanmu?"

Terkejut bukan main, mereka terkekeh dan canggung setelahnya.

"Kau duluan." Ucap sang wanita.

"Cukup baik." Ia menoleh, maniknya langsung tertuju pada mata indah yang tertutup beberapa helai rambut yang dibuai haus angin, Jin sampai lupa kapan terakhir kali ia mencoba menariknya kebelakang telinga. "Tentangmu?"

"Aku lulus." Sang wanita ikut menoleh untuk menatap sang lelaki dari sisinya. "Ya--walau sempat tertunda." Kembali menunduk saat menyadari mata teduh itu selalu saja mampu membuatnya merasa begitu salah.

Helai Rambutnya terjatuh hampir menutupi separuh wajah, memori rusak selalu terputar dikepalanya, dengan berat Jisoo tersenyum getir. Ya, Jin terlampau tahu semuanya, bahkan sampai tak mampu mencegahnya.

"Selamat ya," Ucap Jin kembali menoleh lalu terkejut bukan main saat melihat air bening memenuhi kedua pelupuk mata indah Jisoo. "Ey--ada apa?" Buru-buru ia mengambil sapu tangan dibalik celananya, menghapus jejak yang mengalir pada pipi yang tengah memerah itu mungkin tak masalah.

"Maaf," Ucap Jisoo lirih.

"Lupakanlah, jangan menangis."

Diraih tubuhnya masuk kedalam pelukan, anggap saja Jin gila berani memeluk Jisoonya kembali. Jin emosi, ia marah, ingin membunuh semua orang rasanya saat melihat Jisoo menangis, namun kenapa ini terasa begitu sulit bahkan untuk sekedar memaafkan dirinya sendiri.

"Aku mencintaimu."

"Aku tahu." Seokjin tersenyum selagi menenangkan tubuh kecil yang bergetar, hingga pelukan itu terlepas, Jisoo menatapnya tepat dibola mata saat Jin merogoh saku jaketnya. "Datanglah pada saat pemberkatan, aku menantimu."

Jin berlalu pergi, meninggalkan satu undangan merah digenggaman.

Jisoo mantap memaku, ia tetap tak percaya bahkan saat semuanya memang telah hancur, Jisoo masih teramat berharap Jin tetap mencintainya, atau bahkan rela gila untuk sekedar menunggunya. <>

Satu chapter lagi dan ini akan tamat, yeay🎉

Satu chapter lagi dan ini akan tamat, yeay🎉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Musim[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang