Remember

23 0 0
                                    


LouAnne POV*

Setelah dengan susah payah mengangkat tubuh pria asing kedalam Starbucks, aku dan Andy akhirnya berhasil memboyong pria ini sampai kedalam back room. Di dalam udaranya terasa hangat dengan alunan melody lagu-lagu khas natal dari pemutar CD Starbucks. Hanya ada 2 pelanggan saat itu, seorang pria hampir paru baya mengenakan flannel kotak-kotak hijau yang langsung penasaran melihat, kemudian membantu membukakan pintu back room. Aku mengucapkan terima kasih dan langsung mengambil seragam kerja di loker ku.

"Apa kau kenal pria ini?" Andy, manajer shift ku mencoba memeriksa denyut nadi dari pria tersebut. "Ambilkan towel dan rendam dalam air panas" Sambungnya. Kami tidak punya selimut di Starbucks, dan kurasa aku tidak terlalu mengerti cara menolong orang yang kemungkinan terkena hipotermia dan membeku.

"Apakah menurutmu dia baik-baik saja?" Aku menghambur kedalam back room membawa towel yang diminta.

"Well dia bisa saja mati kalau kita terlambat beberapa menit." 

"Setidaknya salah satu dari kita harus berjaga di luar, kalau saja ada pelanggan yang datang." Usulku sambil menyerahkan towel yang di rendam dengan air panas kepada Andy.

"Aku saja... kau bisa mengurus ini? Kurasa kau harus menunggu dia sampai sadar dan memberikan air panas atau sesuatu untuk menghangatkan tubuhnya, mengingat kita tidak punya alkohol sama sekali disini" Andy kemudian menyerahkan towel yang langsung ku ambil, dia pun keluar dari back room menyisakan ku dengan pria asing beku yang kami selamatkan.

Dengan segera aku mengompres dahi nya yang anehnya terasa hangat, mengingat sekonyong-konyong dia telah berada di luar tidak sadarkan diri ditengah dasyatnya badai salju. Aku mengulang memeras towel yang mulai terasa hangat lalu mengompres dahi, lengan dan kemudian leher pria tersebut. Aku berniat mengganti baju kaos tipis yang ia kenakan dengan seragam berkerah Starbucks yang cukup tebal, sesaat setelah mencoba melepaskan pakaiannya-jangan berpikir tidak-tidak(aku kan cuma berusaha menolong) lengan pria tersebut menyambar pergelangan tanganku. Aku tersentak dan dia membuka mata perlahan. 

"Siapa kau?" erangnya mencoba bangkit untuk duduk.

"Aku Lou, aku menemukanmu pingsan beberapa blok dari Starbucks... Kau di Starbucks sekarang" Aku mencoba bergerak mundur setelah dia melepaskan pergelangan tanganku. "Kau harus ganti baju, pakaian mu basah terkena salju" Aku mengulurkan Seragam berwarna maroon dengan gambar pohon natal kecil dibagian saku. "Bukannya bermaksud tidak sopan, tapi sekarang bukan saatnya untuk pilih-pilih"

Dia mengambil seragam tersebut lalu dengan segera melepas jaket dan baju kaos yang ia kenakan. Sesaat dia hanya mengenakan celana jeans dengan bagian teratas yang cukup terekspos untuk memamerkan abs dan dadanya yang bidang. Aku sangat jarang melihat pria telanjang, maksudku aku bukannya cabul atau apa teteapi dia memiliki kulit yang terlihat sangat bening dan anehnya-atauperasaanku saja- kulitnya hampir terlihat transparan. Aku menoleh kearah lain, berusaha tidak melihatnya berganti baju.

"Terima kasih" Dia berbisik pelan.

"Yahh, tidak masalah... kami punya banyak yang seperti itu. Lagi pula itu seragam natal tahun lalu, jadi kami tidak menggunakan nya lagi. Kau boleh menyimpannya." Aku tersenyum ramah.

"Bukan, maksudku karena sudah membawaku kesini." Matanya menerawang kesekeliling back room. "Kau tinggal disini?"

"Kurasa kau tidak mendengarku berbicara dari tadi. Aku bilang kita sedang berada di Starbucks. Ini back roomnya, kau lihat, penuh dengan kardus kardus susu dan kulkas yang besar serta berbagai peralatan kebersihan yang mungkin tidak kau temukan di rumah manapun." Aku menjelaskan.

"Starbucks?" Dia menelengkan kepala, terlihat heran.

"Kau bercanda ya? Apa kepalamu terbentur sesuatu saat kau pingsan?" Tidak mungkin satupun pria dibelahan dunia manapun tidak mengetahui Starbucks. "Tunggu apa kau punya nama? dimana kau tinggal? apa kau berasal dari sini?"

"Aku dari tempat yang jauh ?" Jawabnya sedikit terbata. Alih-alih terdengar seperti bertanya. Masih sedikit kelihatan linglung. Matanya yg berwarna cokelat pasir menatapku. Aku bukannya belum pernah melihat pria tampan sebelumnya, tetapi yang ini luar bisa menabjubkan. Rahangnya tegas di hiasi bibir berwarna merah muda penuh, bibir yang terlalu feminim untuk seorang pria. Matanya sayu, hidungnya sedikit bengkok namun semua itu hanya menjadikannya terlihat rupawan. "Apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan nya membuyarkan lamunan ku.

"Ya.. Aku bertanya siapa namamu? Apa kau butuh di antar ke kantor polisi?"

Sebelum pria ini menjawab pintu back room terbuka memunculkan kepala Andy yang berkata, "Hei Lou, kau bisa membantuku sedik... Ohh kau sudah sadar? Apa dia baik-baik saja?" sergah Andy.

"Yaa tentu, aku akan segera kesana. Tapi kurasa dia masih lemah, apa tidak apa-apa kita membiarkan dia disini setidak nya sampai pagi? inikan pukul 01.00 tengah malam"

"Mungkin akan lebih baik kalau kita menghubungi seseorang, tapi kurasa ya... aku rasa itu tidak akan apa-apa"

Andy kemudian menutup pintu dan kembali kedepan. Aku berbalik ke arah pria tadi, " Apa kau lapar? Butuh sesuatu. Tunggu lah sebentar disini. Aku akan segera kembali." Aku melesat ke kulkas dan mengambil Scone yang masih terbungkus plastik dan sepertinya nyaris beku. "Ini tidak bisa di makan. Aku akan menghangatkannya didepan" Aku kemudian melesat keluar dan memanaskan Scone berhias kismis tersebut lalu mengambil mug lalu mengisinya dengan teh herbal hangat dan kembali kedalam back room.

"Nahh... makan lah. Aku yakin kau butuh ini."

"Terima kasih" Dia mengambil scone tersebut lalu menggigitnya. Wajah nya terlihat sedikit berseri. "Ini enak, aku belum pernah makan yang seperti ini"

"Habiskan kalau begitu, dan juga teh mu, itu akan membuat tubuhmu hangat. Istirahatlah sebentar disini, kalau kau butuh sesuatu kau tinggal kedepan dan mencariku, OK? Aku harus bekerja." Dia mengangguk kecil. Aku mengenakan celemek berwarna merah ceria kemudian melesat keluar meninggalkan pria tersebut dengan Scone-nya.

AnantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang