LouAnne POV*
Pertama sekali aku bekerja di Starbucks adalah beberapa bulan lalu, tepatnya pada musim panas bulan Juni. Memutuskan untuk meringankan beban kakak laki-laki ku untuk membayar biaya kuliah. Aku mengambil jurusan seni di salah satu Universitas negeri di kota kami. $50.000 bukan biaya yang sedikit untuk kami. Kedua orang tua kami telah tiada. Meskipun menyisakan tidak begitu banyak uang setelah kepergian mereka, paling tidak cukup untuk membayar biaya masuk kuliah dan menopang ku selama beberapa tahun. Tapi tabungannya sudah mulai menipis. Jadi aku memutuskan untuk bekerja saja.
Sebenarnya bekerja di Starbucks terbilang cukup menyenangkan. Kalau kau tidak menghitung harus membersihkan toilet dan saluran pembuangan dan membuang sampah. Akan tetapi, perlahan aku sudah mulai terbiasa. Mulai dari melayani para pelanggan, membuat orderan, memanaskan makanan dan juga mencuci peralatan-peralatan makanan dan minuman. Kau juga harus tetap ramah bagaimanapun keadaan atau suasana hatimu saat bekerja. Starbucks sangat mengedepankan pelayanan customer. Apapun permintaan dari mereka, meskipun terkadang sangat aneh, kami tetap berusaha memberikan pelayanan terbaik. Pernah suatu waktu seseorang memesan mango smoothies dengan beberapa shot espresso, dan yang lebih buruk seseorang memesan segelas air putih dengan whipped cream untuk anjingnya.
Bagaimanapun aku telah melalui banyak hal ditempat ini. Aku keluar dari pintu back room dan mulai mengambil alat steam. Sudah ada beberapa orang yang mengantre. Sepertinya akan menjadi malam natal. Pelanggan pertama kami adalah Josh, seorang pria 40 tahunan yang sering datang. Andy mengucapkan selamat datang lalu menanyakan pesanan Josh, apa pria itu ingin minuman seperti biasa.
"Yaa... kau tau cuaca di luar sangat parah" balasnya alih-alih membalas sapaan Andy.
"Ini badai terburuk beberapa tahun terakhir" Andy mengambil cup ukuran venti lalu memarking pesanan Josh di cup tersebut. "Apa kau ingin sesuatu untuk di makan?"
"Tidak... terima kasih"
"Totalnya 8 dolar" Andy menerima uang dari Josh lalu memasukkannya kedalam mesin kasir. "Satu Venti nonfat cafe mocha hazelnut, extra whip cream dengan caramel drizzle" Andy menyerahkan cup tersebut ke arahku.
"Got it" Aku mengambil cup lalu memasukan steam ke dalam jug yang berisi nonfat milk lalu mulai men-steam susu tersebut. Suara steam machine yang terdengar seperti alunan melodi ditelingaku mengawali malam natal kami di Starbucks. "Hai Josh" Aku menyapa Josh yang berdiri menunggu minumannya di pick up bar. "Malam yang buruk?" Aku tersenyum ramah.
"Hai Ms.Lou... Yah kau tau, tidak ada libur bagi orang yang harus memperbaiki listrik bahkan di malam natal"
"Yahh... aku merasakannya"
Andy mulai mengopor cup-cup baru dari pelanggan. "Satu Hot grande Signature chocolate dengan almond milk"
"Mengerti...!"
"Satu blueberry muffin dengan Hot Venti chai tea latte"
"Got it"
Kami mulai terbiasa dengan irama kiwingan tersebut. Andy menerima pesanan dan memanaskan makanan. Sementara aku membuat minuman dan memastikan semua pesanan sudah sesuai. Waktu terus berlalu dan tidak terasa telah menunjukan pukul 5 pagi. Di luar cuaca mulai sedikit mendingan dimana fajar telah menampakkan cahayanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ananta
RomanceApakah kau percaya malaikat? Orang-orang bilang, Malaikat turun tiap malam natal dan mengabulkan permintaan dan doa orang-orang. Dan tiap ada lonceng natal yang berbunyi, artinya Malaikat berhasil mengabulkan keinginan seseorang. LouAnne adalah gadi...