Koma

37 11 2
                                    

Piip..piip..piip..piip..

Suara nyaring dari benda berbentuk kubus yang biasa di sebut elektrokardiograf itu memecah keheningan di sebuah ruangan bercat putih dan berbau obat. Benda tersebut menampilkan garis yang menggelombang tajam berwarna hijau, menandakan bahwa masih ada detak jantung pada gadis yang kini terkulai lemas di atas ranjang rumah sakit.

Melodisa Purbasari. Gadis belia berumur tujuh belas tahun itu mengalami kecelakaan hingga membuatnya tertidur pulas tanpa pergerakan yang berarti. Ia pun tampak enggan untuk keluar dari bunga tidurnya karena sudah satu minggu lamanya dia tertidur, membuat orang-orang di sekitarnya khawatir.

Melodi pov

Kulihat mereka. Keperhatikan satu-satu ekspresi di wajah mereka. Tampak seorang berjas lab yang kuyakini adalah dokter, tengah berbicara serius kepada kepala keluarga. Sedangkan yang lainnya hanya menampilkan ekspresi yang sama. Sedih.

Kualihkan pandanganku ke arah gadis yang ada di ranjang. Wajah pucat, bibir mengering dan penampilan acak khas pasien rumah sakit. Hampir sekujur tubuhnya berhiaskan perban putih. Tampak seperti mayat hidup sekarang.

Miris. Aku memperhatikan diriku sendiri yang tak sadarkan diri.

Alisku sedikit terangkat saat ibuku mendekati tubuhku. Menggenggam tanganku dengan air mata yang masih setia menelusuri kedua belah pipinya. Ia mengusap wajahku lembut dan mengucapkan kalimat yang membuatku tersentuh.

"Hai puteri kecilku, bangunlah. Ibu menunggumu.."

Aku tersenyum. Hanya saja tak akan ada yang tahu diriku saat ini. Karena aku hanya sebagian arwah dari diriku. Kakiku bahkan tak menapak lantai. Aku juga tidak tahu darimana aku mendapatkan dress putih selutut yang kini aku kenakan.

Ini semua terjadi karena kecelakaan yang menimpaku minggu lalu hingga membuatku koma sampai saat ini.

Flashback

Satu minggu yang lalu...

"Aku berangkat!!!"

Aku berdiri, meraih sepedaku dan mengayuhnya dalam setiap perjalanan menuju sekolahanku. Sekolahku memang sedikit jauh, tapi aku menolak diantar-jemput oleh ayahku. Aku ingin bersepeda kalau tidak bersepeda, aku memilih menggunakan tranportasi umum seperti bus.

Kulihat ke arah jalan raya, ada seorang nenek berjalan lambat menyeberangi jalanan. Tidak ada yang bersedia membantu nenek itu. Dengan inisiatif sendiri, aku berhenti di trotoar dan berlari ke arah jalan raya meninggalkan sepedaku di pinggir jalan tadi.

Kuhampiri nenek itu lalu menggaet tangannya, membantunya untuk menyeberang.

"Kubantu ya nek?"

Dia hanya tersenyum padaku. Kulihat lampu lalu lintas, masih berwarna merah. Dengan sabar aku menuntun nenek itu sedikit lebih cepat. Tapi saat aku dan nenek itu sudah hampir sampai ke seberang jalan, tiba-tiba sebuah truk box melaju kencang tanpa bisa di hentikan.

Mataku membelalak lebar, dengan cepat kudorong nenek itu ke trotoar sambil mengucapkan 'maaf' karena telah mendorongnya. Aku tak sempat menyelamatkan diriku karena pada saat aku menoleh, truk itu sudah ada di dekatku dan menabrak tubuhku dengan keras.

Braakk!!!

Tubuhku terpental sejauh delapan meter. Badanku terasa remuk, darah mengalir dari tubuhku. Semuanya tampak kabur lalu gelap menutupi pandanganku.

Dan aku merasa mati...

End flashback

Aku menghela napas saat mengingat kejadian itu. Aku tidak kuat melihat keadaan di ruang inapku saat ini, aku memilih untuk berjalan-jalan keluar dari rumah sakit.

Singkat Cerita [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang