Bertemu dan berpisah

20 9 1
                                    

Hahhh~

Aku menghela napas lagi. Berjalan tanpa arah pun terasa membosankan. Hari mulai petang dan aku masih enggan untuk kembali ke rumah sakit. Sudah satu minggu ini aku merasa kesepian.

Langkah kakiku terhenti di tempat dimana aku mengalami kecelakaan seminggu yang lalu. Masih teringat jelas bagaimana tubuhku terpental karena hantaman keras dari truk box itu.

Kepalaku mendongak, melihat langit malam yang di naungi bulan dan bintang. Berpikir sejenak.

"Apakah aku akan mati?" Tanyaku pada angin yang berlalu.

Kalaupun aku akan mati, aku ingin bertemu siapa pemuda yang sebenarnya sudah ditakdirkan Tuhan untukku. Untuk sekali saja. Aku sangat penasaran.

Aku berjalan lagi, menyusuri jalan raya yang sepi. Berhenti di tengah jalan dan memerhatikan sekitar.
Kulihat ada seberkas cahaya yang menyorot ke arahku dari belakang. Saat kubalikkan badanku mobil sedan berwarna hitam melaju kencang ke arahku. Napasku tertahan, mataku membelalak.

'Deja vu'

Kututup mataku rapat saat mobil itu menghantamku.

Wusshh!!!

Aku tak merasakan sakit, hanya seperti tertepa angin saja. Aku membuka mata lalu memeriksa tubuhku, tidak ada luka. Aku tersenyum miring saat aku sadar bahwa aku hanya arwah.

C-kiiitt!!!

Suara nyaring dari rem mobil membuatku terperanjat dan langsung membalikkan badan. Mobil sedan yang menabrakku tadi berhenti.

Tampak seorang pemuda berseragam SMA keluar dari mobil lalu berlari ke arahku. Aku menatapnya heran.
Seragam SMA miliknya berbeda dengan seragamku, terdapat pin nama di dada sebelah kanannya.

'David Prasaja.' Aku membacanya dalam hati.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya pemuda itu saat sudah berada di depanku.

Dahiku mengerut dalam, bingung menerpaku.

'Dia bicara kepada siapa?'

Kutolehkan kepalaku ke belakang memastikan apakah ada orang di belakangku. Tidak ada.
Kembali lagi aku menatap matanya dan mata sewarna batu obsidian itu juga menatapku.

Mulutku masih terkatup rapat, sampai dia mengulangi pertanyaan awalnya tadi.

"Hei, apa kau baik-baik saja?"

Aku mengerjap sebentar lalu menganggukkan kepala tanpa bersuara.

"Katakan sesuatu, jangan membuatku takut." Ucapnya memaksa.

Untuk beberapa detik aku masih belum mau bicara, hingga lelaki berjas keluar dari mobil dari sisi yang lain.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya lelaki berjas yang kini berjalan ke arahku dan pemuda SMA tadi.

"Kalian bisa...melihatku?" Tanyaku pelan.

Kulihat kedua pemuda berbeda umur itu menatapku bingung. Mungkin karena pertanyaan yang terlontar dari mulutku.

"Tentu bisa. Kenapa kau menanyakan hal itu?" David bertanya lagi.

"Apa aku boleh memanggilmu kakak?" Tanyaku pada pemuda berjas tanpa mengindahkan pertanyaan dari David.

Alis pemuda yang tak kuketahui namanya itu terangkat cukup tinggi, sepertinya terkejut karena mendapat pertanyaan spontan dariku. Tapi tak lama kemudian sebuah bulan sabit kudapatkan darinya.

"Tentu." Jawabnya singkat yang membuatku langsung berlari memeluknya.

Aku tidak tahu kenapa tapi aku senang karenanya.

"Terima kasih, Kakak. Aku akan merindukanmu."

Pelukan kami tak berlangsung lama karena setelahnya aku berhambur ke pelukan David, membuat pemuda berambut casual itu terkejut. Tapi tak lama kemudian dia membalas pelukanku meski sedikit ragu.

"Ada apa denganmu?" Tanyanya.

"Aku merindukanmu."

"Maaf jika pertanyaanku akan menyinggung perasaanmu. Tapi siapa dirimu?"

"Aku hanya sebagian dari diriku." Jawabku tanpa melepas pelukanku.

"Apa kau arwah yang tidak tenang?" Tanyanya lagi.

Kurasa dia sedikit cerewet, tapi aku tak mempermasalahkan hal itu.

Aku hanya mengeratkan pelukanku dan meresapi perasaan yang menggelitiki rongga dadaku. Kuhirup dalam-dalam aroma mint yang menguar dari tubuhnya.

"Siapa namamu?"

Dia bertanya lagi.

"Melodi..." Jawabku pelan.

Kulepaskan pelukan itu dan merangkai kalimat untuk kusampaikan padanya.

"Aku merindukanmu, aku mencintaimu. Aku akan menunggumu. Jadilah lelaki yang baik. Sampai jumpa~"

Tubuh transparanku semakin menghilang terbawa angin. Meninggalkan mereka berdua dengan senyuman. Aku tak tahu kemana aku akan pergi.

Mungkinkah ini saatnya?

End Melodi pov

David mengikuti arah hilangnya gadis tadi. Ia tersenyum mengingat kalimat terakhir sang gadis.

"See you next time, Melodi.." Ucapnya pelan.

Pemuda tampan itupun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh Melodi. Ia juga merasakan sebuah perasaan asing yang menyenangkan dalam dadanya. David tak tahu bagaimana perasaan itu bisa muncul tiba-tiba.

'Fall in love at first sight, heh?' Innernya bahkan mengakuinya.

"Kau kenal gadis tadi?"

Pertanyaan dari sang kakak membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Entahlah.." Jawab David seadanya.

"Mungkin kau pernah bertemu dengannya? Apa kau melupakan sesuatu? Ah, masa' gadis secantik dia kau lupakan? Pasti gara-gara kau yang sering 'bergulat' dengan buku-bukumu hingga kau lupa padanya. Sudahlah, ayo pulang. Pasti ibu akan marah pada kita kalau kita masih berdiam di sini terlalu lama."

Setelah bicara panjang lebar, kakak dari David itu berjalan menuju mobilnya. Meninggalkan David yang kini tengah menyeringai ke arah langit berbintang.

"Sampai jumpa? Baiklah, kita akan bertemu lagi, Sayang." Ucapnya seraya berjalan menyusul kakaknya dengan tangan yang tenggelam di saku celananya.

Sedangkan di rumah sakit..

Gadis yang selama tujuh hari mengalami koma itu akhirnya sadar, ia terbangun dari mimpi indahnya. Keluarga dan sahabat-sahabatnya menangis bahagia saat melihat netra cokelat yang berkilau itu kini menampakkan dirinya kembali. Tapi sayang, gadis itu tidak ingat semua kejadian yang di alaminya selama dia koma, bahkan tentang pemuda berseragam itupun dia tidak ingat.

Singkat Cerita [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang