Satu

14 3 0
                                    

°°°


"Bintang ..sarapan dulu" teriak mamah dari dapur.

"Iya mah, bentar" sahut gue dari lantai atas.

"Kok mamah masak sendiri?" tanya gue setiba nya di meja makan.

"Bik Nur lagi pulkam, nih makan yang banyak" mamah menyendokkan nasi goreng.

"Mamah sama papah mau pergi dinas" kata mamah lagi sambil nyiapin minum.

"Berapa lama?" tanya gue dengan cuek

"Sebulan kalo cepat selesai" jawab mamah enteng.

"ooh" jawab gue malas sambil memainkan ponsel.

"Gak pulang-pulang juga gak apa mah" Aryesh kaka gue tiba-tiba datang.

"Aryesh kamu ya," mamah melotot.

"Gak bisa ya kalo papah aja yang kerja?" Aryesh mengambil apel di atas meja.

"Aryesh, jaga bicara mu nak" mamah gue mulai emosi tuh.

Aryesh hanya terkekeh kesal lalu beranjak pergi tanpa menoleh.

"Aryesh, mau kemana?, makan dulu" teriakan mamah yang tak di gubrisnya.

"Kakak kamu tuh ya, sekarang jadi suka ngelawan, mamah gak habis pikir" omel mamah sambil membereskan cucian.

"Mah, aku berangkat" kata gue tanpa mempedulikan ucapan mamah.

"Makan nya belum selesai, bintang...bintaaang" mamah kembali berteriak dan gue pun juga malas untuk menoleh.

Nama gue Sinar Bintang, mamah dan papah ngasih nama itu karena katanya pada malam waktu gue lahir, nenek melihat begitu banyak bintang di langit.

Mamah dan papah gue bekerja di bidang bisnis yang sama, mereka jarang sekali berada di rumah, kalau pun ada, mereka juga tak banyak memberi waktu untuk kami.

gue dan kakak gue Aryesh sudah biasa di perlakukan seperti itu sejak kecil. Aryesh yang kini sedang kuliah di semester 3 nya juga lebih sering menghabiskan waktu nya di luaran bersama teman-teman nya.

Tinggal lah gue seorang diri, anak kelas 2 SMA yang hanya di temani Bik Nur asisten rumah tangga kami.

Masalah uang dan fasilitas hidup tak pernah sulit di dapatkan untuk gue dan kaka gue, namun bagaimana kasih sayang sebuah keluarga, kami lupa bagaimana rasanya.





next

Sinar BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang