Recomended play song: 12.45- Etham🎶
__________
"Dia masih suka macaroon?"
"Lo suka macaroon ya, Han?" Rasanya Edo ingin menampar mulutnya sendiri, sudah jelas ia tahu jawabannya. Tapi, ya sudah lah.
"Iya. Tau dari mana?"
"Stiker di loker lo," jawab Edo.
"Stiker?" Jihan menutup lokernya dan memang ada stiker yang tertempel di pintu loker.
"Oh, ini. Kemarin lusa gue dapet stiker ini dari toko langganan gue."
Edo mengangguk-angguk paham. Lalu pikirannya mengingat kejadian beberapa tahun lalu.
Kurang lebih tiga tahun lalu...
Dua anak remaja berumur kisaran tiga belas tahun berjalan menyusuri trotoar jalan dengan gaya berpakaian yang berbeda. Yang satu menggunakan baju casual dan satunya memakai seragam sekolah. Mereka baru saja pulang dari taman hiburan kota.
"Lo seneng nggak pergi ke taman hiburan?"
"Seneng banget. Apalagi dapet Joni."
"Seneng banget lo cuma dapet ikan cupang kayak gitu," Edo mencerca gadis yang berjalan di sampingnya.
"Emang nya kamu nggak seneng kalo dapet ikan cupang gratis?"
"Seneng sih. Tapi, gue kan punya banyak uang jadi bisa beli buanyak banget ikan cupang kayak punya lo itu," Edo menyombong sembari mendorong sepedanya.
Entahlah, ke dua remaja tersebut memilih jalan kaki daripada menaiki sepeda Edo. Mungkin prinsip mereka adalah 'kalo ada yang susah kenapa harus yang mudah?'
"Papa juga sering bilang gitu. Padahal kan kalo ada yang gratis kenapa harus beli?"
Anak laki-laki yang mendorong sepeda itu terkekeh pelan. Tangan kirinya mengacak rambut gadis di sebelahnya. Membuat ekspresi terkejut serta kaku timbul di wajah gadis manis itu.
"Kalo ada uang banyak kenapa harus yang gratis?" Edo membalas ucapan Jihan.
"Kamu kayak Kak Alex," Jihan menatap Edo dengan mata menyipit dan alis bertaut.
"Siapa tuh?"
"Kakak ku sama kakak nya kak Lexa," jawab Jihan.
"Kak Lexa kakak lo juga?"
"He eh."
Hari semakin sore dan mereka masih di jalan menuju rumah Jihan. Edo memutuskan untuk mengantar gadis itu pulang sampai rumah. Ya, walaupun Edo yang ditolong Jihan saat dikeroyok Rafael dan teman-temannya, Edo tetap memiliki tanggung jawab sebagai laki-laki dan tidak bisa membiarkan Jihan pulang sendirian.
"Lain kali lo nggak boleh kabur dari rumah sendirian lagi. Bahaya," Edo memperingati.
Tapi, tidak ada jawaban dari gadis yang berjalan di sampingnya itu. Apakah gadis itu tidak mendengarnya?
"Lo denger nggak?"
Tidak ada jawaban. Edo memutuskan untuk berhenti dan menoleh ke samping. Jihan tidak ada di sampingnya. Seketika Edo agak panik. Dengan cepat Edo melihat ke belakang. Lega, rasanya lega saat Edo melihat gadis yang hampir membuat jantungnya copot itu sedang berhenti di depan toko kue dan memperhatikan kue yang terpajang di etalase toko.