Gadis itu memegangi dadanya yang berdegup kencang, menanti namanya yang 'mungkin' akan disebut nanti. Kakinya bergerak kecil di bawah meja karena gugup, dengan mata yang menutup sembari merapal doa dalam hati.
"Peringkat kelima jatuh kepada... Viona!"
Riuh tepuk tangan langsung memenuhi seisi kelas, semua murid tampak tersenyum senang. Kecuali gadis itu, yang masih menunggu namanya untuk disebut.
"Peringkat keempat jatuh kepada... Erin!"
Keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangan gadis itu yang kini saling menyatu kuat, begitupula dengan pelipisnya yang saat ini sudah basah karena peluh yang tak henti-hentinya mengalir.
"Peringkat ketiga jatuh kepada... Rian!"
Bukannya semakin tenang, gadis itu kini malah jadi mencengkeram kuat rok sekolahnya sampai kusut. Matanya terpejam semakin rapat dengan bibir yang tak henti-hentinya berkomat-kamit merapal doa.
"Peringkat kedua jatuh kepada... siapa ya?"
Pertanyaan main-main dari sang wali kelas seketika membuat jantung gadis itu mencelos. Ia tak ikut serta saat murid lain memperotes sang wali kelas untuk segera menyampaikan siapa yang mendapatkan peringkat selanjutnya.
"Hahahaha baiklah, baiklah. Peringkat kedua jatuh kepada... Mia!"
Kini seluruh kelas hening, tidak ada lagi yang bersuara. Menunggu siapakah nama selanjutnya yang akan disebutㅡcenter kelas a.k.a peringkat pertama di kelas.
"Dan yang paling ditunggu-tunggu, center kita semester ini, sekaligus murid dengan peringkat pertama di kelas kita, adalah... Agni!"
Seluruh murid langsung bersorak heboh menyerukan nama si center kelas, tapi tidak dengan gadis itu. Pikirannya seketika blank, saat tahu dirinya bahkan tidak masuk dalam peringkat sepuluh besar dikelasnya ini.
***
"Bagaimana bisa nilaimu turun drastis begini!? Dulu kamu selalu dapat peringkat pertama di kelas, kenapa sekarang di SMA nilai kamu jadi anjlok begini Yena!"
Gadis itu, Yena Alifya. Sudah menduga ini yang akan terjadi sejak diperjalanan pulang sekolah, apalagi setelah kedua orang tuanya tahu berapa peringkat anak sulungnya itu.
Yena sendiri masih shock, ia tidak menyangka nilainya bisa turun sejauh itu. Saat semester pertama di kelas 10, Yena meraih peringkat 8 dikelasnya. Dan kini saat semester kedua, peringkatnya turun menjadi 16.
"Ini semua pasti karena korea-koreaanmu itu kan! Papa sering ngelihat kamu main hape atau nonton drama di laptop, tapi jarang papa melihatmu belajar!"
Dada Yena seketika ngilu seperti diiris pisau saat mendengar kata 'korea' disangkut-pautkan dalam masalah nilainya yang turun. Ia tentu tidak terima, tapi akhirnya memutuskan untuk diam saja karena ini memang kesalahannya sendiri.
"Sita aja hapenya pah!" Ucap sang mama yang sedang duduk di kursi dapur.
Yena semakin menundukkan kepalanya dalam, sampai papanya itu kembali bersuara. "Papa beri kamu kesempatan. Tapi dengan syarat, di kelas 11 nanti kamu harus meningkatkan peringkat dan nilaimu! Kalau bisa, harus peringkat satu lagi seperti dulu. Paham?"
"Baik, pah. Yena usahakan.."
"Dan satu hal lagi, papa ingin kamu jangan berhubungan lagi dengan korea-koreaan itu. Belajar saja yang rajin, mengerti?"
Yena tampak meragu sebentar, tapi akhirnya pun mengangguk juga. "Baik, pah."
Halooo! Kembali lagi dengan yuni disini! Bagaimana prolognya? Udah mulai ngebayangin gimana nanti kedepannya?
Aku cuma mau ngasih tau kalo cerita ini aku ikutsertakan dalam 100 Days Challenge by WWAcademy loh!
Ayo dukung cerita ini dengan memberikan vote dan komen sebanyak-banyaknya yaa!
Terima kasih^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Yena's Diary
Teen Fiction[100 Days Challenge by WWAcademy] Bagaimana sih kehidupan remaja menurut kalian? Kalau menurut Yena sih... Eit, mau tahu? Kalau begitu, baca cerita ini ya! Nanti kalian pasti akan tahu bagaimana kehidupan seorang Yena Alifya sebagai seorang remaja y...