Penyelamatan Pertama

1.7K 40 0
                                    

Seperti déjà vu, kau lagi-lagi terbangun dari pingsan untuk yang ketiga kalinya. Dan seperti kejadian sebelum-sebelumnya kau selalu sadar dengan disambut rasa sakit di tubuhmu.

Namun kali ini keningmu mengernyit heran mendapati kedua tanganmu berada dalam keadaan bebas. Kau juga baru sadar kini tubuhmu terbaring di kasur empuk.

Tak ada lantai dingin, tak ada ikatan tangan, tak ada dua pria mengerikan di sampingmu.

Kau sendirian di kamar luas bernuansa minimalis ini.

Apakah akhirnya ada seseorang yang menyelamatkanmu?

Atau ini hanyalah peristirahatan sementara bagimu sebelum disiksa lagi?

Tapi apapun jawabannya, kau harus segera pergi dari sini dan pulang ke rumahmu.

Dengan susah payah, kau mengeser tubuhmu ke pinggir kasur. Sekujur badanmu terasa perih saat kau menggerakkannya, terutama bagian bawah yang bergesekan dengan kasur. Kau meringis melihat semua luka sabetan hampir di sekujur tubuhmu.

Kau terbelalak kaget dengan nafas tertahan saat menurunkan kedua kakimu untuk turun ke lantai. Sedari tadi tubuhmu memang terbalut selimut dan kau menyadari ada yang janggal dengan kedua kakimu. Ternyata inilah penyebab mengapa kau tak bisa merasakan kedua kakimu.

"AAAARGH!" kau berteriak frustasi saat melihat kedua kakimu kini hanya mencapai lutut. Bahkan kedua kakimu kini telah terbalut rapi dengan perban. Tangismu meledak menyadari kenyataan bahwa kini kau telah kehilangan kedua kaki.

BRAK!

Satu-satunya pintu di kamar itu terbuka dengan menampakkan sesosok lelaki paruh baya.

"Kau baik-baik saja?!" tanyanya panik saat mendengar suara teriakanmu.

Di sela-sela tangis sesegukanmu, kau mendongak dan mendapati seseorang yang sangat kau kenali sekarang melangkah menghampirimu.

"Paman Hanbin?!" ucapmu terkejut.

Pria yang berumur selisih sepuluh tahun denganmu itu menjongkokkan dirinya di hadapanmu. Ia tersenyum miris dengan kedua tangan yang memegang lututmu sangat hati-hati.

"Maaf, kakimu terpaksa harus diamputasi karena lukanya sangat parah. Bila dibiarkan mereka bisa membusuk dan menyebabkan infeksi yang lebih berbahaya lagi," jelasnya mengenai alasan tentang kedua kakimu.

Tangismu kembali pecah, "Kenapa aku harus mengalami semua ini, Paman?" Kedua tanganmu menutupi wajah yang penuh air mata. "Kenapa mereka tega melakukan ini padaku?!"

"Tenanglah," ucap Paman Hanbin sembari bangkit perlahan dari posisi jongkoknya. "Aku sudah menangkap semua yang terlibat di sana."

Kau mendongak dengan cepat ke arah Paman Hanbin. "Benarkah itu, Paman? Lalu siapa mereka? Apa alasan mereka melakukan ini padaku?!" desakmu dengan nada frustasi.

Paman Hanbin mendudukkan dirinya di sampingmu dengan perlahan. Segala tindakannya begitu hati-hati di dekatmu saat ini seolah takut kau akan merasa kesakitan.

"Ruangan tempat dimana kau disiksa disebut Red Room, mereka sengaja menampilkan tayangan penyiksaan secara live. Tayangan itu hanya bisa diakses dengan cara-cara tertentu di internet, dan mereka yang menonton adalah orang yang memiliki kelainan psikologis.

Sedangkan penonton yang berbicara melalui speaker adalah orang yang berani membayar mahal untuk memerintah dua pria disana untuk menyiksamu," jelasnya panjang lebar, membuatmu mengigit bibir ketakutan.

"Paman sudah menangkap mereka semua?" tanyamu sendu. Setidaknya, kau bisa bernafas tenang sekarang karena kau berada di sisi orang yang kau percayai.

The Red RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang