Ketemu lagi di maljum ini~💃
Semoga maljum kalian menyenangkan yee~🥰
Makasih selalu untuk yang udah berkenan mampir kemari and drop votes juga komentar cantiknye~ love you guys~💓💜❤️
Happy Reading~:)
•
•
•
"Pak Presiden, kita harus segera melanjutkan diskusi mengenai pembatalan RUU pajak. Ini tidak boleh dibiarkan diundur terlalu lama. Masyarakat sudah mulai resah dan menunjukkan tanda-tanda kerusuhan. Jika kita membiarkan para anggota dewan meresmikannya, itu sama saja Anda menandatangani kontrak pemakzulan Anda, Pak."
Pria yang diajak bicara itu masih diam. Kantornya yang luas terasa menyesakkan beberapa bulan ini. Banyak sekali hal terjadi menjelang kampanye.
Istrinya yang baru meninggal setahun yang lalu akibat kecelakaan—yang diyakininya bukanlah kecelakaan. Putra tunggalnya yang baru berusia lima tahun, sudah dijadikan sasaran ancaman, tak terhitung berapa kali. Kemudian, yang teranyar adalah hebohnya RUU pajak karangan anggota dewan yang memusingkan kepalanya.
Kenapa ia menyebut RUU itu sebagai karangan?
Well, singkatnya, begini.
Pertama, tidak ada keuntungan rakyat di dalamnya.
Kedua, RUU itu justru berpihak nyaris 90% kepada para pengusaha.
Ketiga, itu bertentangan dengan nuraninya sebagai pimpinan tertinggi negara ini.
Bisa saja ia—Kim Namjoon—Presiden Republik Korea Selatan ini menyetujuinya dengan gampang. Apalagi, masa jabatannya akan segera berakhir dan ia dapat lepas tangan. Tetapi, ia bukan orang seperti itu. Ia tidak berencana meninggalkan 'warisan' yang akan menyusahkan warga sipil.
Pajak merupakan sumber penting pendapatan negara. Ini, Namjoon pun memahaminya di luar kepala. Jika pajak yang sudah dirumuskan olehnya saat awal menjabat posisi ini diganti menjadi yang diusulkan para anggota dewan, maka sia-sia saja semua perjuangannya kala itu. Bukan hanya RUU itu akan menghancurkan jerih payahnya, tetapi juga rakyat kecil.
Inilah yang menjadi dilema Namjoon.
Ia mengeluarkan satu tangan dari saku celana bahannya, menempelkan ibu jari dan jari tengah ke tiap sisi pelipis, memijat pelan area itu dengan kepala yang agak tertunduk.
"Bagaimana keadaan Soo Bin?" Namjoon bertanya tanpa membalikkan tubuhnya.
Asisten pribadinya itu agak tersentak, tetapi paham, jika Presiden sudah menanyakan soal putranya, artinya ia tak berniat membahas tentang RUU ini. Alhasil, si asisten pun hanya bisa ikut mendesah dalam hati, berbagi beban dengan sang atasan. Ia mencoba terdengar tidak begitu mendesak, "Soo Bin sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Pak. Bodyguard sudah disiapkan sesuai dengan yang Anda instruksikan. Semua terkendali."
Helaan napas yang terdengar sebagai balasan. Sebelum si asisten mengatakan sesuatu, Namjoon sudah mendahuluinya, "Menurutmu, apa yang harus kulakukan, Seokjin? Membiarkan anggota dewan merampok rakyat kita, atau membiarkan mereka mencabik kita?"
Kim Seokjin—si asisten pun bungkam. Mencabik ... itu agak keras, bukan? Sehingga, yang mampu diutarakannya hanyalah satu pertanyaan, "Apa maksud Anda, Pak?"
"Hmph, tidak ada. Lupakan saja," sergah Namjoon sembari terus menatap ke depan, memandangi gumpalan awan mendung yang perlahan menyelimuti halaman Istana Negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uno A Miles [NamJin]
FanfictionOne word that rising my imagination about Namjin. My little gift for you, our Namjin Shipper. Welcome aboard ╰( ̄▽ ̄)╭ Fallinbunny, 5 Desember 2019