Chapter 5: Time-Out

2.4K 375 15
                                    

Note: Y/N — Your Name

"Ng- punggungku sakit sekali.", ringisku, memegang pinggang dengan kedua tangan seraya meregangkan tubuhku yang terduduk diatas kursi kerja.

Pukul 21:16. Lampu-lampu ruangan hampir semuanya telah dimatikan, hanya satu lampu didekat mejaku yang masih menyala.

Kurasa hanya aku yang tersisa di kantor hingga semalam ini.

"Masih banyak, ya?", ringisanku semakin menjadi-jadi saat kusadari setumpuk berkas dihadapanku yang masih menunggu untuk kukerjakan.

Kuhela nafasku.

"Hng-", aku mendongakkan wajahku, menyandarkan kepala bagian belakangku pada sandaran kursi kemudian mengusap wajahku kasar menggunakan kedua tangan.

Aku terdiam, melamun menatap langit-langit ruangan. Lebih memilih untuk membiarkan pikiranku melayang entah kemana daripada mengerjakan tumpukan berkas itu.

Aku menikmati lamunanku untuk beberapa saat sebelum semua itu harus runtuh oleh karena sesosok wajah laki-laki yang berada tepat di atas wajahku, menghalangi pandanganku.

"Ah!!", tentu saja aku terkejut, membuat sekujur tubuhku terperanjat sehingga kursi yang kududuki kehilangan keseimbangan dan mulai bergerak jatuh ke belakang.

Jantung ini keras. Seluruh tubuhku terasa dingin secara drastis.

"Woa-"

Tepat sesaat sebelum diriku dan kursi menyentuh lantai, laki-laki itu menahan kursi ini dengan kedua tangannya.

Spontan, aku memeluk lehernya.

"Aa- a-", aku terbata-bata saat kusadari mataku yang tengah membulat bertemu dengan miliknya yang berada tepat di atas wajahku.

Nafasnya tampak menggebu, pun wajahnya memasang ekspresi yang tak kalah terkejut denganku.

Kami bertatapan untuk beberapa saat.

Setelahnya, dengan cepat ia mengangkat kursi ini—beserta diriku— ke posisi semula.

Aku tertunduk di atas kursi, mengedipkan mataku dengan cepat seraya mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Kau tidak apa-apa?", ia tampak merasa sangat bersalah —karena mengagetkanku.

Aku menelan ludah dan mengangguk patah-patah tanpa melihat kearahnya.

"Aku hendak pulang namun kulihat lampu yang masih menyala, saat itu juga kulihat kau masih terjaga di kantor."

"Aku berpikir untuk berpamitan, namun aku malah mengangetkanmu."

"Aku benar-benar minta maaf.", jelasnya padaku panjang lebar. Tingkahnya gelagapan.

Aku menggeleng cepat lalu tersenyum padanya, menunjukkan bahwa aku benar-benar baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja."

"Terimakasih banyak atas refleksmu yang luar biasa itu, kepala bagian belakangku tidak harus menjadi korban.", balasku atas ucapan-ucapannya tadi.

"Syukurlah.", ia menghela nafas, turut tersenyum lega setelah mendengar jawabanku.

Tunggu? Laki-laki ini- sepertinya aku familiar dengan wajahnya?

Bodoh, aku tak mengingat betul dimana aku pernah melihatnya.

Aku mengerutkan dahi dan menyipitkan kedua mataku yang terpaku pada dirinya-ia tengah merapihkan barang-barangku yang terjatuh akibat insiden kecil tadi, berusaha membuka kembali memori yang ada di kepalaku.

🏠LIVING TOGETHER: Jaehyun JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang