"Hari ini kita memandang langit yang sama, dengan perasaan yang tak sama."
A N J A N I
Hari ini ada Music Festival di kampus. Sebenarnya aku enggan untuk datang. Berhubung Emma mengajakku, aku mengiyakan ajakannya.
Emma, sahabatku di kampus. Anak IT yang berstatus maba sama sepertiku. Papanya salah satu dosen sastra di kampus, Emma juga satu SMK denganku. Tak disangkal lagi seberapa dekat aku dengannya.
Sore ini, setelah kelas aku menuju lapangan untuk melihat kondisi persiapan Music Festival. Rupanya ada band yang sedang cek sound dan beberapa anggota BEM di lokasi.
Datang sendirian dengan ransel berwarna tosca yang berat sekali. Tak sebanding dengan tubuhku yang mungil.
Orang sekitar yang tak mengenaliku sering mengira bahwa aku anak ingusan sekolah menengah pertama yang berpakaian mahasiswa. Dasar. Jangan melihat cover dong. Eh jadi kesel sendiri.
Sedih acap kali dikira masih anak ingusan. Bahagianya? berarti masih ada baby face di wajahku. Bukankah tidak salah memuji diri sendiri?
"Dateng?"
Saat sedang asyik menikmati band yang sedang berlatih, laki-laki dengan tas ransel hitam di pundaknya ternyata sudah ada di sampingku.
"Mungkin iya." aku menjawab dengan keterkejutanku akan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Nanti pasti lihat aku keliling di depan panggung bawa kamera." ucapnya sambil menunujuk panggung.
Aku tidak terkejut, hanya saja kagum. Aku suka jika semesta mempertemukan ku dengan siapapun yang suka dunia fotografi sepertiku. Apalagi Gandhi. Eh!
Ah, sudahlah nanti pipi tembemnya memerah jika dipuji.
***
Malam begitu cepat sekali datang. Aku dan Emma menikmati lemon tea yang di iringi musik yang membuat telinga ku hampir budek tapi tetap enak di dengar.
Ah, kenapa mereka tidak menyertakan lagu Banda Neira hari ini? Pasti aku akan menikmatinya.
Setiap lagu yang dinyanyikan ambyar dan menyedihkan. Para penonton yang juga mahasiswa/i di kampus identik dengan flash di ponsel yang dinyalakan dan di hadap ke si penyanyi untuk di gerakan ke kanan dan ke kiri.
Kalian mengerti maksudku bukan?
Selamat berimajinasi."Eh, ikutan yuk?" Emma segera mengeluarkan ponsel dari saku jeansnya.
"Ah kamu aja. Hemat baterai."
Entah bagaimana alurnya. Malam ini kepalaku celingukan mencari seorang laki-laki tinggi berpipi cubby. Katanya, dia akan berseliweran di depan panggung. Tapi mana?
Selang beberapa menit kemudian.
Yap! Aku menemukannya!Ciri-cirinya sama dengan yang sering ku temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Suara
Teen Fiction"Mencintai tidak semudah itu," ucapmu kala itu. Begitu juga dengan melupakan, melupakan yang tidak perlu ada di ingatan. Kenangan yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Imaji selalu bermain kala aku memikirkan seseorang yang tak bisa ku gapai dengan...