"Mas, langsung nikah aja yuk?"
Jemariku yang sibuk bergerilya di keyboard laptop seketika terhenti saat mendengar ajakan dari gadis berjilbab biru muda yang sedari tadi duduk di depanku. Kebetulan kami baru saja kenal beberapa minggu, lebih tepatnya dikenalkan oleh seorang teman.
Umurku yang sudah memasuki kepala tiga membuat banyak desakan dari berbagai pihak keluarga untuk segera menikah. Dengan meminta bantuan pada seorang teman, akhirnya aku dikenalkan dengan gadis muda yang cukup multitalenta, menurutku.
Namanya Gendis, gadis berjilbab yang gemar memotret dan memiliki usaha catering. Kuakui, diusianya yang masih terbilang muda ini ia termasuk gadis langka, Gendis lebih memilih mengembangkan hobi dan bakatnya untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah daripada menghabiskan waktu untuk menghamburkan uang. Itu sekelumit info yang aku dapat dari seorang teman dekatnya.
"Gimana, Mas? Mau, ya?"
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan. Aku menatapnya sekilas lalu membuang napas panjang, dia terlalu berani.
"Kita baru kenal sebulan, kan?" balasku dengan melontarkan pertanyaan padanya.
"Memang kenapa? Kalau sudah cocok gimana dong? Lagian, bukannya mas memang mau cari istri? Udahlah, langsung aja, yuk." Ia menjawab dengan santai, seolah apa yang diucapkannya tak ada beban.
Aku hanya bisa tersenyum simpul mendapati wajah yang dihiasi bingkai kaca mata itu menatapku seakan menunggu jawaban.
"Ceritakan semua aktivitasmu," pintaku dengan bersandar santai di punggung kursi.
Ia menggigit bibir bawahnya dan itu sangat ... sexy. Ah, sial! Aku segera mengalihkan pandangan dan menunggu balasannya, karena aku tau ada satu kegiatan yang mungkin sengaja tidak ia ceritakan di lembar data dirinya saat ditunjukkan padaku beberapa pekan lalu.
Gadis berkacamata itu mengendikkan bahunya. "Nggak ada lagi. Semua sudah aku tulis di lembar kertas kemarin."
"Serius?" tanyaku menyakinkan. Ia mengangguk mantap.
"Bagaimana dengan ini?" Aku memutar laptopku ke arahnya, sehingga ia bisa melihat dengan jelas layar berukuran 14 inci itu. Mata bulatnya membelalak saat melihat sebuah akun facebook dengan nama dua kata, yang aku tau dia pasti mengenal siapa pemilik akun itu.
"Eh, tau dari mana, Mas?" tanyanya terlihat terkejut. "Apa kita berteman di facebook?"
Aku membalas hanya dengan mengendikkan bahu. "Seorang penulis rupanya."
"Penulis abal-abal aku tuh."
"Mau nulis bareng?"
"Maksudnya? Mas penulis juga, ya?"
"Bisa jadi."
"Seriusan ih."
"Ayo, menulis nama kita di buku nikah."
Dia tak membalas, tapi semburat rona merah langsung terpancar di wajah putihnya.
"Besok aku akan ke rumah, untuk melamarmu."
Dia membalas dengan anggukan pelan dan senyum lebar, aku baru tahu kalau ia memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Cantik, sama seperti nama penanya, benda kecil yang bersinar di langit saat malam hari.
Dia seorang penulis, dan kelak akan menjadi penulis di hari-hariku. Semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELAMARMU
RomanceTitipan cerita dari seseorang "Jodoh pasti bertamu. Entah bertamu ke rumahmu atau rumah gadis lain." --Devdan--