Hari-hari berikutnya komunikasi kami semakin jarang, ia tenggelam dalam pekerjaannya yang semakin padat, ditambah 2 cabang catering yang biasanya dipegang oleh orang tuanya, kini harus ia urus juga selama neneknya masih dirawat di rumah sakit. Beribu maaf telah ia lontarkan setelah batalnya lamaran. Sakit memang, tapi aku bisa apa? Bukankah semua yang terjadi adalah takdir? Manusia hanya bisa berencana, sedangkan segala kendali Tuhan yang tentukan. Aku hanya bisa menikmati, karena terkadang ada hadiah yang diselimuti oleh ujian terlebih dahulu.
Dua minggu tak bertemu, rasa rindu menyelimuti kalbu. Entahlah, Gendis merasakan rasa ini atau tidak, ia tak pernah mengungkapnya. Tak berniat mengganggu pekerjaannya, aku hanya bisa menikmati aktivitasnya dari facebook. Membaca cerita-ceritanya, statusnya, dan upload-an fotonya. Ada saja hal yang membuat tersenyum, entah kenapa ia selalu membanggakan kejombloannya dan sejuta guyonan yang membuat berbagai reaksi dari followernya.
'Mas.'
Sebuah pesan muncul di layar ponselku. Panjang umur sekali gadis itu.
'Ya?' balasku.
'Lagi ngapain?'
'Sakit.'
'Ha? Sakit apa? Udah periksa? Minum obat? Jangan banyak lembur atuh, istirahat yang cukup. Ngeyel ah, udah dikasih tau juga.'
Terkekeh aku membaca balasannya dan segera mengetikan sesuatu.
'Jenguk kek, doain gitu.'
'Emang mas sakit apa? Nggak bisa jenguk sekarang aku tuh, pintu Doraemon lagi dipinjem Budhe Esmeralda, belum dibalikin.'
'Sakit yang nggak ada obatnya.'
'Ih, serem amat. Amat aja nggak serem. Sakit apaan? Serius dah.'
'Sakit rindu.'
'Gubrakkk!' balasnya yang mampu membuat bibir mengukir senyum. Hah, makin kangen.
'Kapan ketemu?'
'Belum tau, aku masih di Jogja, Mas. Mungkin sebulanan di sini. Kalau kangen panggil namaku 3x sambil hentak-hentak kaki. Tapi jangan harap aku keluar, kan aku bukan demit kwakaka.'
Tuh, kan. Kumat dia. Belum sempat aku membalas ia mengirim pesan lagi.
'Dah dulu ya, Mas. Mau syuting di Kahyangan.'
Kuhembuskan napas panjang. Sabar ....
'Baiklah. Jaga kesehatan, jangan terlalu capek.'
'Ashiiaaap.'
Selesai. Percakapan singkat kami hanya terjadi saat dia mulai mengirim pesan.
Sebulan berlalu, hari-hariku berjalan seperti biasanya. Komunikasi dengan Gendis juga masih seperti dulu, sangat singkat. Lama-lama aku mulai terbiasa dengan segala kesibukannya dan terbiasa merasakan rindu ini sendiri.
Kafe di akhir pekan terlihat ramai seperti biasanya. Banyak pasangan muda dan juga keluarga yang menghabiskan waktunya di kafe yang memang didesain terbuka ini, para pengunjung bisa menikmati hidangan sekaligus disuguhkan hijaunya kebun teh di depan mata. Kolam ikan besar sengaja diletakkan di tengah, gazebo mengelilinginya. Pengunjung bebas memancing dan menikmati hasil pancingannya.
Aku lebih suka menghabiskan waktu di kantor, di belakang kafe. Di sinilah tempat untuk merencanakan dan memeriksa segala sesuatunya dibantu oleh beberapa orang kepercayaanku.
"Mas, ada Ibu di luar." Diskusi dengan para staf terhenti saat salah satu karyawanku memberi info kalau ibu ada di sini.
Ibu duduk di tempat biasanya, lesehan yang langsung menghadap ke kebun teh.
![](https://img.wattpad.com/cover/208482591-288-k191363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MELAMARMU
RomanceTitipan cerita dari seseorang "Jodoh pasti bertamu. Entah bertamu ke rumahmu atau rumah gadis lain." --Devdan--