10. wht's wrong with hoseok?

3.5K 252 14
                                    

Kini dua manusia yang baru saja selesai bermain dari pantai terduduk diam didalam hotel. Jimin panik setengah mati akibat kejadian di pantai tadi ia mengira keponakannya akan hanyut tenggelam jika saja dirinya telat beberapa detik pun.

Namun, berbeda sekali dengan Keyla. Si tersangka tersebut malah terlihat bingung untuk menyakinkan pamannya jika dirinya baik-baik saja.

"Om aku ga apa-apa." Ujarnya memalas. Ia muak melihat muka pamannya yang tertekuk kaku.

"Mata aku cuman kelilipan air laut." Lanjutnya.

Jimin mengela nafas pelan, ia pun tahu situasinya tapi entah kenapa rasa khawatirnya saat ini tidak bisa hilang bahkan saat tahu jika itu hanya kejadian biasa. Jimin tak mengerti lagi apa yang dirinya rasakan. Yang jelas ia cukup bersyukur melihat keponakannya sekarang.

"Baiklah, tunggu disini sampai aku pulang dari ballroom." Ucap Jimin.

Keyla mengangguk paham, cukup sudah membuat pamannya khawatir dan jangan sampai papanya mengomel karena banyak tingkah. Kali ini saja ia harus menuruti Jimin.

"Iya, aku tunggu sampe om pulang."

-

Berjam-jam Keyla menghabiskan waktunya didalam hotel. Sejak Jimin pergi ia hanya memainkan ponsel dan menonton tv. Sampai ia tak sadar jika hari mulai gelap dan Jimin tak kunjung pulang dari acara bisnisnya.

Menghela nafas berat, dirinya bosan setengah mati. Kadang-kadang ia bertanya apakah pamannya tidak bosan berlama-lama bekerja? Pantas saja, Jimin tidak memiliki pasangan karena waktunya sudah habis dengan mengurus perusahaan.

Menunggu Jimin ternyata membuatnya kelaparan, "sampe lupa kalo makan harus tiga kali sehari." Ujarnya.

Well, dia bisa pesan langsung dari restoran hotel tapi itu semua tak ia lakukan. Sebab, ia tahu pasti sekretaris Jimin sudah menyiapkan banyak makanan didalam kulkas.

"Cake lagi?" Herannya. "Tapi, kan om Jimin gak makan yang manis-manis?"

Ayolah, dia tidak ingin makan dessert ia ingin semangkuk nasi dengan lauknya. Tak ada pilihan Keyla memesan ayam goreng dengan semangkuk nasi dari restoran. Matanya menjelajahi isi kulkas dan terdapat beberapa minuman, mengambilnya beberapa kaleng sebagai pendamping untuk makan nanti.

Beroh ria, gadis itu menyiapkan makananya sendiri. Ia tak peduli lagi seberapa banyak ia makan dan beberapa kaleng menuman habis. Sudah lama ia tidak merasa sekenyang ini.

"Om Jimin harus coba!" Serunya.

-

Sudah ke tiga kalinya Taehyung menemui Jimin dengan keadaan yang sama. Pria itu tak berniat beranjak dari kursi yang kini mungkin sudah terasa panas. Ia mengerti apa yang temannya itu rasakan tapi ia tak ingin mengungkit masalahnya lebih dulu. Taehyung hanya ingin Jimin yang memulai duluan.

"Tak bosan, hem?" Tegur Taehyung yang kini ikut duduk bersama Jimin.

Pria beranak dua itu menuangkan wine putih kedalam cangkir bening lalu meneguknya sekaligus. Jimin tak menggubris dirinya hanya melihat apa yang Taehyung lakukan.

"Kapan kau pulang ke Seoul?"

"Besok pagi, anak-anak ku sudah protes." Kekehnya pelan.

Jimin tersenyum kecil, diam-diam ia salut dengan perjuangan temannya. "Tidak kerepotan?"

"Merepotkan, tapi sekarang sudah tidak."

Baiklah, Jimin tahu persis apa yang terjadi beberapa bulan ini. "Jadi, kali ini kau akan menikah?"

"Hei! Yang harusnya bertanya itu aku." Protes Taehyung.

Bukannya menjawab Jimin hanya tertawa keras, baginya itu hal yang mustahil?

"Hei, bung! Jangan mempermainkan perasaan. Dia juga keponakan ku, jadi jangan main-main." Ucap Taehyung sengit.

"Aku tidak tahu, tapi kejadian hari ini membuat ku merasakan sesuatu yang berbeda."

Kedua pria ini tampak serius, riuk pikuk ballroom hotel yang ramai tak menjadi masalah. Hari makin malam tapi tak membuat Taehyung gentar memancing Jimin untuk berkata jujur. Disaat inilah ia harus tahu perasaan itu, keadaan Jimin yang setengah sadar atau tidak bisa membantunya untuk berubah.

Taehyung menatap serius, "seperti apa?"

"Saat itu." Ekspresi Jimin berubah total.

Seketika rasa sesak menyerang mereka berdua, Taehyung tak bisa mengartikannya tapi ia sangat tahu perasaan seperti apa yang Jimin rasakan sekarang. Ia yakin, Jimin sekarang lebih merasa sesak dibanding dirinya.

Rasa takut yang lebih mendominasi itu menyerang mereka berdua. Diam beberapa detik sampai akhirnya Taehyung dapat berpikir kembali. Sadar dari lamunanya, ia yakin sekarang sudah berbeda.

Tak semanakutkan dulu, ia yakin rencana yang tuhan beri dengan kedatangan Keyla. Jika ini hanya kebetulan kenapa terasa nyata? Kenapa seolah-olah bisa di gapai?

Ia tak mengerti, apalagi Jimin. Apa alasan sebenarnya Jung Hoseok menitipkan anaknya kepada Jimin?

Ia harus mencari tahu dulu, ia menuntut alasan hyung—nya. Semuanya tampak sudah direncanakan. Dan, Taehyung butuh kejelasan dari setiap kejadian. Kuncinya hanya satu, menemui Hoseok yang kini jauh di luar negeri.

"Kenapa hyung ke luar negeri?" Tanya Taehyung tiba-tiba.

Jimin meletakan gelas wine lalu menyenderkan tubuhnya di kursi. Menatap kedepan menyadari satu hal. "Ku rasa, aku melewatkan satu hal."

Ucapan lesu Jimin membuat Taehyung mengerti. Jika Jimin juga tidak mengetahui alasan Hoseok yang tiba-tiba menitipkan anaknya. Kalau, seperti ini Taehyung tidak salah lagi.

"Baiklah, tak perlu di ragukan lagi. Kau menatap Keyla sebagai seorang perempuan." Putus Taehyung.

-

Om Jimin?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang