Bab 17

81 17 8
                                    

Ketika dalam perjalanan pulang, senyum Bayu terus mengembang di balik kaca gelap helm-nya. Dia menaiki motor ninja-nya dengan santai.

Mama sama papa pasti seneng kalo tau gue menang pertandingan. Bisa jadi mereka bakal gak marah-marah lagi sama gue.

Hatinya sedang berbunga-bunga saat ini.

Setelah memarkir motor di bagasi, dengan cepat Bayu menghampiri kedua orang tuanya yang sedang bersantai di ruang keluarga. Tampak, ada Bima juga di sana.

"Ma, Pa, Bayu ada berita bahagia," ucap Bayu antusias.
"Kamu itu, ngagetin aja. Ada apa emangnya?" tanya Dewi.
"Bayu menang pertandingan futsal di sekolah Ma," ujar Bayu lebih antusias dari sebelumnya.
"Benarkah? Kalo gitu mana pialanya? Katanya juara?" tanya Aryo.

"Hmmm." Bayu terdiam sesaat.

"Itu pertandingan antar kelas, Pa. Bukan pertandingan resmi."
"Kirain resmi. Baru menang pertandingan gak resmi aja udah bangga kamu. Lihat dong adek kamu pialanya berjejer rapi di ruang tamu," ucap Aryo meremehkan Bayu.
"Tapi kan Bayu dulu juga sering dapet piala, Pa."
"Itu kan dulu waktu kamu SD. Sekarang? Tidak ada satu pun."
"Kamu tuh niru siapa sih Bayu? Mama sama Papa dulu sering dapet piala loh waktu seumur kamu," ucap Dewi menyambung ucapan Aryo.

"Pa, Ma. Kak Bayu hebat, kok. Buktinya bisa menang dalam pertandingan futsal. Sedangkan Bima? Main futsal aja Bima gak bisa. Kak Bayu hebat di pelajaran olahraga. Sedangkan Bima enggak."
"Gak usah so muji gue lo Bim! Gue tau, dalam hati lo pasti ngetawain gue!!" marah Bayu.
"Bayu!!  Jangan kasar gitu sama adek kamu!" ujar Dewi sedikit keras.
"Jangan bilang gitu Bima. Bima hebat juga kok di pelajaran olahraga," ucap Dewi lembut dan tentu sangat berbeda dengan Bayu tadi.

"Belain aja terus sampe kiamat!!" teriak Bayu berlalu pergi dari ruang keluarga.
"Bayu!! Jaga bicara kamu! Papa gak pernah ngajarin kamu bicara seperti itu."

Bayu tidak mengindahkan teriakan sang papa dan memilih melanjutkan langkah ke kamar. Kekesalan dan kemarahan sedang melebur menjadi satu menyerang jiwa Bayu.

Sesaat kemudian, Bayu menyetel musik dengan volume maksimal yang di hubungkan ke speaker. Dia ingin menghilangkan ucapan ibu dan ayahnya tadi yang masih terngiang-ngiang di pikirannya.

I'm only human.
And I crash and I break down.
Your words in my head, knives in my heart.

Lagu ballad Christina Perri berjudul Human terputar di speaker. Seolah mewakilkan perasaan Bayu. Dia hanya manusia biasa yang sedang berusaha. Manusia biasa yang memiliki perasaan. Dia manusia bukan robot.

Dukkk! Duk! Duk!

Terdengar suara gedoran keras dari luar pintu kamar Bayu.

"Bayu!! Kecilkan musiknya. Ganggu para tetangga," teriak Dewi dari luar kamar Bayu.

Namun, Bayu tidak menggubris dan memilih menghempaskan tubuh ke kasur empuknya.

"Bayu!!!! Kamu denger mama gak sih? Bayu!!!! Bayu!!!! Bener-bener ya anak ini. Susah diatur," teriakan Dewi semakin keras.

Hingga akhirnya Bayu memilih menyerah dan membuka pintu kamar yang sempat dia kunci sebelumnya.

"Ada apa, Ma? Kenapa tereak-tereak?"
"Kamu masih nanya? Kecilin tuh speaker-nya. Bisa-bisa ngerusak telinga orang," ucap Dewi keras karena suara musik yang masih keras.
"Sejak kapan mama ngurusin urusan Bayu? Biasanya gak peduli kan? Dan gak tertarik?" ujar Bayu disertai tatapan cukup tajam.
"Berani ya kamu sama Mama. Kecilin gak mama bilang? Mama bilang kecilin!!!" Dewi murka. Kemarahannya semakin besar.

Misapprehend #ODOC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang