November, 2018
Matahari sore Bandung saat itu tertutup awan gelap. Tetesan air hujan memaksa turun dari atas langit. Orang-orang berlarian, menghindari tetesan air yang bukannya berhenti, malah makin menjadi.
Kala itu, di sebuah gedung seni Bandung. Ada sekumpulan orang-orang yang memilih berteduh sambil melihat keramaian bumi.
Ditengah heningnya suasana, sebuah handphone dengan nada dering lagu lawas mengalun keras. Untuk beberapa saat, pemilik handphone itu menjadi pusat perhatian.
Ia mulai mengecilkan volume handphone nya. "Halo?" ucap sang pemilik handphone dengan nada kesal.
"Dimana lo?"
"Gedung," jawabnya singkat, masih sedikit malu setelah menjadi pusat perhatian secara tiba-tiba.
"Gedung apaan anjir. Lo pikir gedung di kota ini cuma satu apa ya? Terus ngapain lo di sana?"
"Ck, neduh doang di gedung seni apaan ini namanya, gue nggak tau. Kenapa sih?"
"Astaga, santai dong, Ram. Sensitif banget lo sama gue."
Seorang lelaki yang dipanggil 'Ram' itu mendecak. Merasa tidak ada guna berbincang dengan seseorang di seberang.
BRAK!
"Astaga!"
Oke, lagi lagi perhatian orang-orang yang berteduh teralih. Kali ini pada seorang gadis muda yang tiba-tiba runtuh ditengah ramainya manusia.
"Bang, daripada lo ngebacot nggak jelas, mending lo kesini. Ada pasien," ujar sang lelaki tadi sembari langsung memutus sambungan teleponnya.
Ia mendekati seorang gadis yang sepertinya salah satu siswa disini, terlihat dari seragam yang digunakannya.
"Ganta..ri?" gumamnya saat melihat name tag sang gadis.
Diperhatikannya paras cantik gadis yang sedang hilang kesadaran itu. Untuk sepersekian detik, titik fokusnya berpusat pada wajah pucat sang gadis.
Kala itu, pukul setengah empat sore tepat di gedung seni Bandung, ada sebuah kejadian singkat yang tanpa sengaja menjadi sebuah kisah panjang.
Tanpa alasan yang jelas, dan tanpa tujuan yang jelas.
.
.
cottcandie, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Reason - jeno xiyeon
Teen FictionNyatanya, satu pertemuan singkat dapat berakibat pada sebuah kisah panjang. © 𝐜𝐨𝐭𝐭𝐜𝐚𝐧𝐝𝐢𝐞, 𝟐𝟎𝟐𝟎