3. So Complicated

404 59 31
                                    

Cerita ini sepenuhnya fiksi. Jika ada kesamaan nama, tokoh dan latar belakang itu semua hanyalah ketidaksengajaan.

********

Seorang gadis manis bersnelli duduk menyilangkan kakinya di depan meja informasi ruang tindakan IGD dengan tampang tak bersahabat. Beberapa dokter dan perawat yang berlalu lalang tak berani sekedar menyapa atau memandang si gadis. Mereka sudah lumayan hafal dengan situasi ini. Situasi di mana si gadis terlihat cemberut dan duduk dalam diam di ruang IGD tanpa mengajak berbicara seorangpun di ruangan itu. Seperti biasa ia akan menceramahi atau memberi tugas tak masuk akal kepada siapapun yang berani menegurnya.

Ia terus duduk sambil memandangi para dokter dan perawat yang benar benar terlihat seperti menghindari kontak mata dengannya. Ia terus melakukan itu sampai seseorang berdiri disebelahnya dan berdehem pelan. Si gadis menoleh sekilas dan menarik napas dalam lalu menghembuskannya, si cerewet sudah datang, batinnya malas.

"Semua dokter dan perawat ketakutan, Nami. Jangan berkeliaran dengan tampang jutek gitu." Namira terlihat acuh, ia tahu bahwa satu orang tukang ikut campur itu akan mulai menceramahi dirinya mengenai attitude.

"Apa kau ngga lagi sibuk Dokter Dewa?" Dewa tersenyum simpul lalu menarik sembarang kursi untuk diduduki. Ia duduk dengan santai di sebelah teman masa kecilnya itu tanpa mempedulikan tatapan was was para dokter dan perawat IGD yang mengkhawatirkan si dokter tampan kalau kalau sang profesor meledak tiba tiba.

"Aku mau ngajak kamu makan siang sebentar, mumpung lagi ngga banyak pasien." Namira melirik wajah innocent laki laki di sebelahnya itu. Entah mengapa dia merasa semakin kesal saja hanya dengan melihatnya.

"Ngga napsu." Dewa merengut, memang bukanlah hal yang mudah mengembalikan mood gadis di sebelahnya itu saat sudah hancur.

"Kalo sama aku? Napsu ngga?" Namira kembali melirik malas satu dokter kebanyakan gaya di sebelahnya itu yang sekarang sedang berpose centil menjijikan. Terkadang ia berpikir untuk menawarinya konsul gratis dokter kejiwaan, tapi Namira cukup paham bahwa penyakit kejiwaan si dokter menjijikan itu sudah tak bisa disembuhkan karena terlanjur mendarah daging.

"Dokter Dewa yang nganggurnya kebangetan, aku kasi tugas bantuin di IGD aja yak buat seminggu penuh." Dewa terdiam, biarpun gadis manis di sebelahnya ini lebih muda darinya, tetapi tugas darinya adalah mutlak karena ia seorang profesor.

"Ampun Prof. Nami yang agung. Sebenernya hari ini bu kantin bikin puding kesukaanmu. Tadi aku udah suruh perawatku bilang ke situ buat keep 2. Kamu mau ngga?" Dewa harus benar benar membujuk Namira pergi dari situ atau para dokter dan perawat IGD tidak akan bekerja dengan maksimal karena si profesor kekanak kanakan yang masih bertengger disitu untuk mencari pelampiasan bad moodnya. Tiba tiba gadis disebalahnya menoleh cepat dengan wajah berbinar membuatnya terkejut.

"Apa puding coklat saus matcha yang kau maksud?" Namira terlihat sedikit terbujuk. Puding yang dia maksud memang puding paling diminati para dokter di rumah sakit dan sialnya ibu kantin hanya membuatnya seminggu sekali di hari yang tak tentu. Dewa mengangguk puas.

"That's right, baby. Kita pergi sekarang?" Namira mengangguk dan tersenyum riang. Memang moodboster yang paling sesuai saat ini adalah puding langka ibu kantin, batinnya senang. Ia berdiri dan berjalan keluar IGD dengan cepat diikuti Dewa yang sedang tersenyum bangga dibelakangnya.

Dewa melirik para dokter dan perawat IGD sekilas sebelum keluar dari situ. Ia melihat mereka semua mengacungkan jempol secara serentak padanya. Dewa sedikit terkekeh, teman masa kecilnya yang jenius itu memang terkadang berulah saat sedang bad mood dan begitulah hari ini. Salah satu dokter di IGD meminta tolong padanya agar membujuk Namira pergi dari situ, IGD yang sangat sibuk sesekali membuat dokter atau perawat melakukan sedikit kesalahan dan akan menjadi masalah besar jika Namira yang bad mood melihat hal itu.

Meet The ProfessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang