Chapter 1

20 3 3
                                    

Akhirnya chapter 1 dataaaang!!

Maafkan aku yang sudah terlambat mempostingnya (atau sudah terlalu terlambat?)

Baiklah. Mohon bantu dengan saran di komentar! Terimakasih banyak!!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Chapter 1


Aku terbaring kelelahan di atas lantai kayu ini. Nafasku terengah-engah dan keringat membanjiri seluruh badanku. Bahkan celana longgar untuk latihanku pun ikut basah terkena keringat. bagian atas tubuhku yang tak memakai kaos ataupun penutup juga terasa panas.

"Apakah… Aku… Selemah… Ini…?" aku bertanya pada diriku sendiri dengan sisa nafas yang ada di paru-paruku. Rasanya sesak. Sesekali aku terbatuk-batuk karena kekurangan udara.

Kutatap atap bangunan ini. Atap genteng berangka kayu besar. Melindungi bagian bawah yang luas. Tak hanya kerangka atap dan lantai, dinding dan tiang penyangganya pun terbuat dari kayu. Beberapa rak diletakkan menempel di salah satu dinding. Tongkat kayu, pedang kayu, nunchaku (dua tongkat kecil dengan rantai), tombak, dan berbagai jenis pedang sungguhan diletakkan di sana.

Di sisi dinding yang lain, aku terbaring di hadapan samsak usang. Lelah. Letih. Lemah. Dan lemas. Begitulah keadaanku sekarang. Buku-buku jari kedua tanganku terasa perih karena terlalu banyak memukul karung pasir.

"Kau menyerah, nak?" Aku mendengar suara berat dan serak dari pintu. Mencoba bangkit dan melihat siapa yang berbicara. Tapi aku pun sudah tahu siapa dia.

"Aku tak akan menyerah. Ayah. Tak akan pernah sampai aku berhasil mengalahkanmu"

Lelaki paruh baya dengan rambut panjang terikat. Itu ayahku. Sekarang pun dia seperti akan menantangku duel lagi dengan pedang kayu. Karena dia memegang dua pedang kayu.

"Aku senang mendengarnya. Namun harus kau ubah dasar pemikiranmu itu. Kau tak akan menyerah bahkan jika kau berhasil mengalahkanku. Itu pun jika kau 'memang' bisa mengalahkanku." Dia melemparkan satu pedang kayu padaku. Aku menangkap pedang kayu yang dia lempar. Sudah kubilang kalau dia berniat mengajakku berduel.

"Buktikan kalau kau mampu, nak. Cobalah membunuhku dengan pedangmu itu. Bukankah kau membenciku?! Bunuh aku!" Aku tak perlu membantah kalau aku membencinya, kan? Maka bagiku ini akan semakin mudah. Sudah berkali-kali aku mencoba menjatuhkannya. Tapi, mendaratkan satu pukulan pun tak pernah ku capai. Entah dari mana dia belajar bela diri.

"Jika kau berkata begitu, ayah. Maka aku tak segan lagi untuk menyerangmu. Meskipun aku memang tak pernah segan jika melawanmu!" 

Aku mendekat. Dia pun mendekat. Kucengkram pangkal bilah kayu dengan kedua tanganku. Berusaha berpikir di mana bagian tubuh yang akan kuserang. Aku mengamati pergerakannya. Dia juga memasang kuda-kuda yang terlihat kokoh. 

Aku menghirup napas dalam-dalam dan menahannya. Kuayunkan kayu dengan kedua tanganku ke kiri atas. Lalu dengan cepat kutebas mengarah rusuk kanan miliknya. Suara angin yang terpotong oleh kayu terdengar jelas olehku. 

Dengan cepat bilah kayu milikku menuju ke rusuk kanannya.

PRAAK!

Tiba-tiba pedang kayu kami berbenturan. Dia menangkis dengan pedangnya. Dan dengan cepat pula dia mengangkat pedangku. Membuat peganganku tidak stabil lalu pedangku terlempar.

Never Give UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang