iii. pressure

58 7 4
                                    

Sudah sepuluh kali aku harus terbangun untuk mengambil minum. Aku gelisah bukan main malam ini. Napasku tak bisa diatur dan tanganku bergetar terus. Aku belum sempat tidur sedari tadi dan aku sangat yakin sekarang sudah pagi.

Anna. Wajah gadis itu terbayang-bayang setiap aku menutup mata. Dan aku di hantui perasaan bersalah yang tak ada ujungnya.

Misty. Wajahnya juga terpatri di dalam benaku dengan puluhan bahkan ribuan tanda tanya mengenai kebenaran kasusnya. Aneh rasanya saat mengetahui gadis itu adalah dalang dari pembunuhan gadis semacam Anna. Rasanya ada yang salah.

Tim bilang, Misty sudah pasti pembunuhnya. Misty benci tipe gadis seperti Anna. Yah, walaupun Misty benci semua orang, tapi sepertinya Anna masuk ke dalam 'A list' orang yang Misty benci.

Setahun lalu, sempat ada rumor mengenai gadis yang katanya tidur dengan seluruh laki-laki di Bluehouse. Rumor tersebut beredar luas saat Anna menyebarkannya melalui mading sekolah lalu di perluas lagi melalui media sosial. Aku ingat sekali Anna menyebut gadis itu 'scarlet the slut'. Karena beritanya sudah tersebar luas, aku yang tak peduli pun mau tak mau harus mendengar. Namun aku tak mau terhanyut rumor tersebut, sehingga aku benar-benar tak mau mendengarnya lagi. Aku baru tahu siapa itu 'Scarlet the slut' kemarin, dari Tim. Misty adalah orangnya.

Jadi besar kemungkinan kalau gadis itu punya dendam besar kepada Anna Trevolis karena sudah menyebarkan rumor yang tidak-tidak tentangnya (aku belum tahu sih rumor tersebut benar atau tidak. Tapi kuanggap saja itu semua hanya akal-akalan Anna).

Sebenarnya aku tak bisa tidur juga untuk mengantisipasi kalau-kalau pembunuh Anna Trevolis masuk ke kamarku untuk membunuhku. Aku sedikit berjaga-jaga karena aku sempat memergoki pembunuhnya (walau hanya siluet) keluar dari kamar Anna. Siapa tahu pembunuhnya merasa terancam atau apa setelah aku memergokinya.

Melihat tumpukan projek yang belum kuselesaikan di atas meja, aku memutuskan untuk turun ke bawa agar bisa mencuci wajah di kamar mandi. Setidaknya acara tidak tidurku malam ini tidak berakhir sia-sia.

Aku di sambut lorong gelap (seperti biasa) tepat setelah membuka pintu kamarku. Aku berjalan dalam diam, berusaha tidak membuat suara apapun sambil berdoa di dalam hati sebagai penangkal siapa tahu pembunuhnya datang.

Biasanya di jam-jam seperti ini, masih ada segerombolan siswa yang berkeliaran di sepanjang lorong sambil mabuk atau sekedar makan keripik. Namun, malam ini benar-benar sepi. Rasanya Bluehouse hari ini sedang mati. Aku paham sih, mereka pasti jadi lebih waspada dan berhati-hati setelah apa yang menimpa Anna yang malang.

Aku menghembuskan napas keras-keras ketika papan 'Maaf, toilet sedang dalam perbaikan' terpampang di depan pintu toilet. Pasti ada butiran kacang yang menyumbat saluran, terjadi setiap bulan. Tak ada yang bisa kulakukan selain kembali ke kamar dan berdoa supaya bisa cepat tidur.

Dug!

Tubuhku membeku ketika suara dentuman sesuatu terdengar.

Ada yang bangun.

Entah karena aku yang memang paranoid atau memang benar-benar ada yang bangun. Yang pasti, aku harus segera kembali ke kamar sebelum berakhir menjadi Anna Trevolis bagian kedua.

Mataku membulat penuh ketika seorang gadis duduk menyender di lorong sambil menatapku lirih. Itu Misty Barry. Aku masih bisa melihat rambut merahnya di kegelapan.

"Misty?"

Ia tidak menjawabku.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Once Upon A Time In A Fucking BluehouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang