Atlantik • 3

877 159 10
                                    

Derasnya hujan siang ini tampaknya menambah buruk mood gadis dengan tinggi 168 cm itu. Atika mengetuk-ngetukan jarinya di meja, terlihat sangat bosan dan mengantuk. Hari ini ia berniat mengajak Revan pulang bersama, namun laki-laki itu sudah pulang duluan bersama temannya. Bukan hanya itu, saat hendak pulang hujan tiba-tiba saja turun dengan derasnya membuat Atika harus tinggal dan menunggu di kelas hingga reda.

"Salsa beruntung banget sih, bisa pulang bareng sama Revan. Gue yang tiap hari ngajakin dia pulang bareng aja gak bisa," gumam Atika sedih dengan mulut mengerucut.

Pikirannya terus melayang pada kejadian beberapa waktu lalu.

"Van, pulang bareng?" tawar Atika.

"Bo–"

"Kak Revan!" Suara teriakan gadis dari arah belakang membuat keduanya menoleh. Di ujung koridor sana ada Salsa yang tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya pada mereka atau lebih tepatnya pada Revan.

"Kak Revan gak lupa kan janjinya buat nganterin aku ke toko kue?" ucap Salsa yang kini sudah berada di depan Revan. Atika yang ada di sisi sebelah kiri Revan menatapnya sebentar sebelum beralih menatap Revan.

"Ah, lo udah ada janji ya? Kalo gitu lain kali aja deh pulang barengnya." Atika tersenyum.

Revan memandangi Atika cukup lama. Senyuman gadis itu terlihat dipaksakan, bukan senyuman ceria seperti biasanya. Revan sadar itu.

"Eum, beneran gapapa, Tik?" tanya Revan khawatir.

Atika tersenyum lagi sebelum membalas, "Gapapa."

Salsa yang merasa dikacangi kemudian menarik-narik lengan jaket Revan. "Kak, ayo! Nanti toko kuenya keburu tutup," rengek Salsa.

"Iya iya, sabar. Jangan narik-narik," balas Revan.

"Habisnya Kak Revan lama!" Salsa mengerucutkan bibirnya, berlagak sedih yang membuat Atika entah bagaimana merasa jijik.

"Iya maaf. Atika, gue duluan ya."

Atika memandangi punggung Revan dan Salsa yang perlahan menjauh. Dadanya sesak melihat kedekatan kedua orang itu. Bagaimana cara Revan yang tidak pernah menolak ajakan Salsa, memperlakukannya ramah, dan tersenyum kecil saat mereka sedang berbicara. Atika memperhatikan semua itu. Dia paham Revan memang baik, tapi rasanya sakit jika harus menyaksikannya langsung seperti ini.

Rasanya seperti dirinya tertolak bahkan sebelum sempat menyatakan perasaannya.

Atika terus tenggelam dalam pikirannya hingga ia bahkan tak sadar bahwa ada orang lain di kelas itu.

Tuk!

Kening Atika disentil cukup kuat hingga membuatnya hampir mengumpat, "Eh anj—"

"Sst, ngomongnya," ucap Atlan sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir Atika. Dia 100% yakin gadis itu pasti akan mengumpat.

Atika menepis tangan Atlan kasar. "Apaan sih, tangan lo bau!"

"Dih, harum gini lo katain bau? Bermasalah indra lo?"

Atika menatap Atlan datar, tak ingin lanjut membahas perihal tangan Atlan. "Lo ngapain ke sini? Ngagetin tau gak?"

"Lo ngapain disini?"

Bukannya menjawab, laki-laki itu malah bertanya balik pada Atika. Oke, sepertinya kedatangan Atlan hanya akan menambah buruk moodnya. Atika berdiri dan mengambil tasnya, tak berniat menjawab pertanyaan Atlan.

"Gue nanya, tuli ya?"

"Gak tuh, lo kali yang tuli."

"Kalo gak tuli kenapa diem?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATLANTIK : ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang