Chapter 5 - Si Lesung Pipi

428 20 1
                                    

Lagi baik hati kasi ekstra part malam ini. Jadi jangan pelit-pelit kasi vote ya?

Aku sudah tahu resikonya mendekati suami orang. Apalagi hingga dia merasa nyaman dengan kita. Sebisanya aku tak akan membakar api terlalu besar, hingga sulit kupadamkan. Apalagi hingga di labrak sama istri sahnya. Aku disini bukan pelakor sungguhan yang menginginkan kebahagian dari milik orang lain. Aku masih ingat denga tujuan awalku. Demi sebuah penelitian yang harus segera kuselesaikan.

[Aku boleh main ke rumah mu?] Sebuah pesan dari respondenku yang ke-9. Pertemuan kami di kenalkan oleh Doyo. Entah aku harus berucap syukur, atau tidak. Selama aku mendapatkan responden. Semuanya terlihat tampan, malah ada yang terlalu tampan. Benar-benar memanjakan mata. Betrand Yorgi, seorang pengusaha batu bara. Tak ada yang neragukan kekayaannya. Namun kembali aku tegaskan, aku bukan pecinta uang berseri. Aku sudah lelah di manjakan dengan materi. Materi selalu membuatku merasa haus. Kehidupanku tidak bisa dibilang sederhana. Namun kembali, aku memiliki cara sendiri untuk menikmati hidup.

"Istri cantik, pintar ngurus rumah dan diri. Memiliki anak-anak yang cantik dan tampan. Apa lagi yang ingin di cari?" Ucapku kala kami menikmati makan siang di sebuah resto tepi pantai.

"Kamu?" Matanya mengunci manikku. Tapi tidak dengan hati ini.

"Gue?" Aku menaikkan suara, seperti sedang terkejut. Semoga berhasil membuat dia merasa aku terkejut dengan pernyataannya.

"Kamu sudah memberiku kesempatan."
Prayogi tersenyum sambil mengangkat alisnya. Senyum yang cukup manis.

"Gue gak pernah ngasi kesempatan." Aku kembali mengunyah makananku.

"Tanpa kamu sadari."

"Alasan yang klise." Aku tersenyum miring.

"Mintalah aku untuk meninggalkannya. Maka aku akan bersamamu. Memilihmu" tangannya mencoba meraih jemariku yang masih memegang sendok. Perlahan aku menjauhkan tanganku.

"Ngaco. Gue gak akan ngerusak yang sudah tertata rapi."

"Kau hanya memerlukan etalase baru untuk menyusun barang baru. Tak perlu merusak yang ada." Lama-lama kepalaku bisa sakit mendengar ucapannya yang terlalu banyak menggunakan majas Innuendo.

"Bicaramu terlalu berat, gue gak suka memusingkan sesuatu yang sudah gue tahu resikonya."

"Tapi hubungan ini seperti kita saling memiliki."

"Lu hanya terlalu baper."

"Mora ... "

"Prayogi, dengar. Jangan menganggap berlebihan pertemuan ini. Gue gak pernah bilang apa-apa tentang perasaan gue. Kedekatan kita tak ada pengaruhnya di sini," menunjuk dadaku.

"Jadi, kau mempermainkanku?"

"Itu hanya perasaan, Lu!" seruku untuk menutupi kegugupan.

"Aku tak bisa bersamamu, jika kau tak meminta." Dari pertama ketemu ini om-om formal banget bahasanya. Tujuanku bukan membuat dia terkesan, tapi terbuka.

"Itu lebih baik." Ucapku kembali santai.

"Tapi, aku akan berusaha mendapatkanmu karena aku ingin." Tatapan itu berubah menakutkan. Aku menghentikan suapanku. Meneguk minuman untuk menghilangkan rasa takut yang mulai menjalar.

"Sepertinya perkenalan kita gak bisa di lanjutkan lagi." Aku bergegas pergi meninggalkannya yang tampak mengejarku. Aku berdiri di bahu jalan menunggu taxi yang melintas. Sialnya, taxi tak kunjung datang. Sebuah tangan mencengkram lenganku dengan kuat.

"Lepaskan!" aku berusaha melepaskan cengkramannya.

"Bagaimana caraku melepasmu, sedangkan aku sudah cinta." Prayogi menatapku tak biasa.

BEAUTIFUL MISTAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang