TIGA

36 3 0
                                    

"Nanti kalau sudah lulus SMA, Kenan mau kemana?"
"Tidak mau kemana-mana, mau disini saja sama peri cantik."
"Aku ini sedang serius."
"Aku juga sangat serius, Rein."
"Yasudah terserah!" ketus ku.
"Iya aku bercanda, peri cantik. Lagian juga masih bingung mau kuliah dimana, kan memang sebenarnya aku tidak mau kuliah, mau bekerja saja cari uang yang banyak terus nikah sama kamu."
"Tapi aku tidak mau nikah sama kamu."
"Memangnya kenapa? Ada yang lain ya?"
"Tidak ada, tapi kan aku baru mau lulus SMP, belum SMA, memangnya kamu mau punya istri cuma tamatan SMP?"
"Iya ya, berarti aku harus kuliah dulu ya?"
"Ya memang harus!"
"Menurutmu lebih baik aku masuk fakultas apa ya, Rein?"
"Terserah saja, yang penting sesuai keinginan kamu."
"Kamu kan tahu aku penginnya nikah sama kamu."

Sial!!!
Kenapa ingatan itu harus datang lagi? Kenapa sulit sekali untuk melupakan? Apa aku memang di takdirkan untuk bersama Kenan? Tidak mungkin.

Aku rindu manusia menyebalkan itu, semesta.

"Ibu boleh masuk sayang?" aku dikejutkan dengan suara Ibu.
"Masuk saja bu, tidak dikunci."
"Kamu sedang apa? Itu ada Aksa di depan."
"Memang ada apa sampai dia kesini?"
"Khawatir sama kamu katanya, dari tadi di hubungin tidak bisa, dia takut kamu ada apa-apa."
"Suruh pulang saja, Bu. Ibu kan lihat sendiri aku baik-baik saja."
"Temui dulu sebentar ya, Ra?"
"Sedang malas bertemu dengan dia, Bu."
"Sebentar saja, kasihan dari tadi sudah nunggu kamu."
"Yasudah aku keluar dulu."

Benar saja, saat keluar sudah ada manusia aneh itu di ruang tamu. Menyebalkan memang.

"Kamu ngapain sih kerumahku!" tanyaku ketus sekali.
"Aku ma-"
"Mau memastikan aku baik-baik saja? Takut aku ada apa-apa? Kalau cuma itu tujuan kamu kesini, sudah lihat aku baik-baik saja kan? Jadi sekarang kamu boleh pulang. Aku capek, Sa. Mau istirahat."
"Nay sebentar.."
"Mau apa lagi?"
"Ada yang harus aku omongin sama kamu, tapi tidak disini. Ikut aku sebentar ya?"
"Jangan jauh dan tidak lama."

Ini ada apa lagi? Tidak biasanya seorang Aksa menjadi pendiam seperti ini. Kenapa wajahnya terlihat banyak sekali beban? Apa aku keterlaluan tadi? Kalau iya, aku minta maaf, Sa.

"Ini sebenarnya kamu mau bawa aku kemana, Sa?"
"Sebentar lagi sampai."

Taman. Tumben sekali dia membawaku kesini, biasanya cuma ke kedai kopi. Sebenarnya ini ada apa?

"Aku minta kali ini kamu dengerin aku bicara sampai selesai ya, tuan putri?"
"Jangan lama."
"Kamu tahu aku sayang sama kamu, Nay. Apapun selalu aku lakuin buat kamu, sekarang kalau aku minta kamu untuk selalu bersama ku, kamu mau? Aku sedang tidak meminta kamu menjadi pacarku, setidaknya kamu berjanji akan selalu bersamaku. Bagaimana, Nay?"
"Aku yakin kamu sudah tahu jawabanku kan, Sa?"
"Kenan? Karena manusia itu kan, Nay?"
"Aku minta ma-"
"Sekarang aku tanya sama kamu, siapa yang selalu ada buat kamu? Siapa yang selalu menjaga kamu? Aku, Nay. Aku, bukan Kenan. Kemana dia selama ini? Kemana dia saat kamu ada di titik terendah di hidupmu? Apa pernah untuk satu menit saja dia hadir menguatkan kamu, Nay? Tidak kan?"
"Aku minta maaf, Sa." Ucapku dengan air mata yang sudah mengalir deras di pipi.
"Jangan menangis. Aku cuma mau kamu selalu bersamaku, Nay. Cuma aku dan kamu. Jangan ada orang lain, jangan ada Kenan."
"Aku tidak bisa, Sa. Maaf."
"Tidak apa-apa kalau memang kamu tidak bisa, Nay. Aku mengerti. Karena sebesar apapun luka yang kamu dapat dari Kenan, kamu akan tetap menyayanginya, dan Kenan ana tetap menjadi rumahmu. Terima kasih sudah bersamaku untuk 2 tahun ini."
"Apa maksudmu, Sa?"
"Kamu tidak bisa bersamaku kan? Lantas apa lagi alasan untuk aku tetap tinggal disini bersamamu? Kurasa 2 tahun sudah sangat cukup untuk menemanimu. Sekarang kamu sudah dewasa, sudah bisa menentukan pilihanmu. Jadi tugasku disini sudah selesai. Aku pamit."

Dia pergi, semesta. Pergi meninggalkan tuan putri-nya disini, dibawah hujan. Kenapa semuanya menjadi semakin rumit? Kenapa ini terjadi lagi?

Ku lihat punggung yang semakin menjauh dari hadapanku. Ingin rasanya aku berlari mengejar, menahan supaya dia tidak pergi. Tapi kenapa sulit sekali untuk melakukan ini? Seperti ada yang menahanku untuk tetap disini.

"Jadi sekarang sudah suka hujan?"

Tiba-tiba saja ada yang berdiri di depanku. Dan suara itu, suara yang setiap hari aku rindukan. Dengan cepat aku langsung mendongak untuk menatap orang itu. Untuk memastikan benar dia atau bukan. Aku berdiri, menatap matanya sebentar untuk memastikan sekali lagi kalau itu memang dia.

"Kenan..." ucapku dengan air mata yang semakin deras.

Ku lihat dia semakin mendekat. Menatapku beberapa saat, kemudian membawaku ke dalam dekapannya. Dekapan yang sangat aku rindukan. Dekapan yang selalu berhasil membuatku tenang.

"Maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama, maaf sudah menyakitimu. Aku minta maaf, peri cantik." Ucapnya yang ku dengar seperti sedang menahan tangis.
"Jangan pergi lagi." Balasku dengan semakin mengeratkan dekapan diantara kita.

Terima kasih sudah membuat dia kembali lagi, semesta. Dan tolong jangan biarkan dia pergi lagi.

******

Jangan lupa vote🖤🖤🖤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang