Dua Puluh : Awal yang baru

1K 70 1
                                    

"Aku duluan kembali ke Jakarta, ada pekerjaan yang harus ku selesaikan."

Oline paham dengan keadaan Dean, yah-pria itu adalah seorang Bos dari sebuah perusahaan. Pastinya Dean tidak akan mungkin berlama-lama menemani dirinya untuk berlibur.

"Ya, hati-hati. Sampai jumpa di Jakarta."ucap Oline dengan wajah ceria.

Dean sedikit merasa lega, beberapa hari berlibur di Yogyakarta membuat Oline melupakan permasalahan rumah tangganya. Apalagi Axel sudah setuju untuk bercerai, hal itu membuat beban pikiran Oline berkurang saat ini. Kini tekadnya adalah harus sembuh dari penyakit yang dideritanya. Hal ini juga harus dirahasiakan dari Oline. Dia tidak ingin wanita itu juga sedih karena penyakitnya.

"Aku pamit dulu yah."

Dean mengecup lembut kening Oline dan  itu sukses membuat wajah Oline memerah karena malu.

"Hiiii... Cepat sana pergi!"usir Oline sambil melempar bantal sofa pada Dean.

Langkah Dean cepat menuju pintu keluar dan menutup pintu sebelum Oline melempar sesuatu yang lain untuk mengusirnya. Dean tersenyum menatap pintu kamar Oline.

" Tunggu aku, Lin.... Aku akan segera membahagiakanmu."

.
.
.
.
.

Erina sedang sibuk mengurus berkas-berkas toko bunganya dan sedang menghitung berapa pendapatan bulan ini. Tiba-tiba tanpa ketukan pintu terlebih dahulu, Arnold langsung masuk ke dalam ruangan kerja Erina.

"Apa maksudnya semua ini?" Arnold marah dan melempar amplop yang berisikan cek padanya.

"Aku sudah melunasi semua hutang padamu. Kamu bisa langsung cairkan uang dalam cek itu. Aku rasa aku sudah selesai berurusan denganmu." jawab Erina dengan mata yang masih tertuju pada laptopnya.

Tangan Arnold menutup layar laptop Erina, "Kamu jangan main-main denganku. Apa kamu tidak tahu bahwa aku sangat mencintaimu."

"Tapi aku tidak." ucap Erina dengan tatapan sinis.

"Oh~ aku tahu. Setelah Axel resmi bercerai, kamu mau mengejar cinta Axel lagi, begitu?" Arnold mulai menuduh Erina.

"Benar. Aku mau mengejar cintanya lagi. Ah-tidak. Aku akan kembali membuat dia kembali mencintaiku."

Arnold terkejut dengan jawaban Erina, "Gila kamu! Jadi selama ini kamu diam-diam menginginkan mereka bercerai, kan?"

Erina menatap mata Arnold yang masih tidak percaya dengan ucapannya tadi, "Kalau iya, memang kenapa?"

"Kamu memang licik, Erina. Padahal kamu sebelumnya berlagak seolah sahabat terbaik mereka. Ternyata kamu tidak lebih dari ular!"

Erina medengus kesal, "Bukan aku penyebab mereka bercerai secara langsung. Aku tidak pernah menggoda Axel untuk menjadi milikku. Mereka saja yang saling keras kepala mempertahankan keputusan bodoh mereka. Jadi, mereka bercerai bukan karena aku, kan?"

Arnold mengepalkan tangannya dan menonjok kaca di samping Erina hingga retak.

Brak.

"Jangan main-main dengan api!"

.
.
.
.
.

Oline siap berkemas untuk pulang ke Jakarta. Melarikan diri untuk kali ini membuatnya tersadar bahwa melepaskan Axel adalah hal yang tepat. Buktinya, kini dia baik-baik saja. Dirinya juga sadar bahwa di umurnya yang masih sangat muda ini, Oline sudah menjadi janda. Yah-sangat menyedihkan.

Drrrt.

Smartphone Oline bergetar, ada sebuah pesan Whatsapp yang masuk. Tanpa waktu lama, Oline segera membuka pesan itu.

No Reason to StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang