tiga

51 8 1
                                    

Hujan semakin deras mengguyur bumi, aliran debit sungai pun bertambah kuat mengakibatkan pencarian korban kecelakaan lalu lintas yang melibatkan ibu, anak dan seorang supir-nya harus ditunda karena cuaca yang tidak mendukung. Bila tetap nekat, yang ada penambahan jumlah korban dari pihak percari —penyelamat tak dapat dicegah.

Ambulan, polisi bahkan tim SAR telah berkumpul, tapi mereka hanya berdiam diri didalam markas dadakan yang telah dibangun, —menunggu keadaan menjadi stabil baru mereka akan bergerak.

"PAK KENAPA DARITADI GAK BERTINDAK?!! ANAK ISTRI SAYA BUTUH BANTUAN PAK!! INI KENAPA MASIH ENAK-ENAKAN DISINI?!!" Dengan menggebu-gebu seorang sosok yang diyakini keluarga korban melakukan protes penuh emosional di posko kepolisian.

"Harap Bapak bersabar, cuaca bel——"

"GAK BISA PAK!! ANAK ISTRI SAYA DALAM BAHAYA!!"

"Iya kami mengerti Bapak, jad——"

"KALAU MENGERTI KENAPA MASIH ENAK-ENAKAN DISINI!! ANAK ISTRI SAYA SUDAH NUNGGUIN LAMA BUAT DITOLONG!!"

Para oknum polisi tersebut hanya bisa bersabar, mereka sudah acap kerap kali berhadapan dengan keluarga korban yang sangat emosional seperti saat ini.

"BAPAK GAK BISA DIANDALKAN!!" Lalu sosok itu pergi menuju kumpulan para tim SAR yang tak jauh berbeda darinya untuk melakukan protes yang sama.

🌾🌾🌾

Sementara itu Ciel bersama ibu dan ayahnya sedang berada di posko kesehatan untuk mengobati luka gores dan istirahat sejenak.

Baju Ciel yang basah kuyup telah diganti yang lebih hangat, tapi dia masih belum dasarkan diri.

"Sayang bangun. Ciel sayangnya Mama bangun ya nak. Lihat ini Anne nanti cariin kamu" Sang ibu bersusah payah menahan tangisnya melihat kondisi putri kecilnya yang belum dasarkan diri dari dua puluh menit yang lalu. Badan Ciel panas dan menggigil mungkin dia demam, terlalu lama kehujanan.

"Ciel sayangnya Mama sakit? Kenapa gak bangun-bangun? Mana yang sakit sayang? Bilang Mama ya nanti Mama obatin" Ia pun mengusap rambut Ciel dengan penuh kelembutan.

Sang suami lemah melihat istri yang paling dia cintai didunia ini, rapuh. Dia merasa gagal tak bisa menjaga keluarga kecilnya.

"Sayang tenang, mungkin Ciel cuma kecapean. Dia lagi istirahat, Ciel mengantuk makanya dia tidur" Sang suami mendekap erat istrinya menyalurkan sedikit kekuatannya yang tersisa.

Sang suami melepas dekapannya, menghadapkan sang istri menatap kearahnya. Air mata telah membasahi wajah nan ayu-nya. Hatinya berdenyut sakit, karena dia telah mengingkari janjinya. Janjinya pada diri sendiri agar tak membuat istri tercintanya merasakan kesedihan.

Perlahan sang suami menghapus air mata penuh kesedihan itu, "my love don't cry! I feel so hurt when you're sad. Please don't be sad anymore"

"No, i'm not" Sang suami menghela nafas, dia takkan memaksa kalau itu hanya bisa membuat sang istri menjadi lebih terluka. Dia pun kembali mendekap erat istrinya.

"HEH KALIAN YANG TIDAK PUNYA RASA BERSALAH!! BUKANNYA NOLONGIN ANAK ISTRI SAYA YANG HANYUT DI SUNGAI!! KALIAN MALAH ENAK-ENAKAN PELUKAN DISINI?!! GAK TAU TEMPAT BANGET!!"

Suami istri itupun terlonjak kaget mendengar teriakan melengking yang tiba-tiba menginterupsi kegiatan mereka.

"GAK SADAR HAH?!! GARA-GARA ANAK KALIAN ITU!! ANAK ISTRI SAYA DALAM BAHAYA!! KALIAN MA——"

Tiba-tiba datang petugas posko kesehatan menghadang.

"LAPAS!! LEPASIN SAYA!! SAYA MAU KASIH PELAJARAN PADA KELUARGA GAK TAU DIRI INI!! LEPA———"

Clas!

Sang Bapak itu berhasil meraih benda yang ada didekatnya, ia melemparkan benda itu kearah Ciel tapi sang ibu dengan sigapnya menghalangi. Benda itu berhasil menyobek bajunya dan menggores bahunya, darah pun merembes membasahi bagian bahu kanannya yang terkena lemparan sebuah pisau bedah. Terasa perih namun dia cukup merasa bersyukur kerana bukan anak tercintanya yang terkena lempar pisau tersebut.

Bersamaan dengan itu sang oknum pelemparan pisau jatuh pingsan karena telah berhasil dilumpuhkan —terpaksa harus disuntik bius.

"Maaf Bapak Ibu atas ketidaknyamanannya. Kami mohon undur diri. Bila ada komplain masalah kesehatan kami siap membantu Anda" Suami istri itu hanya bisa sekilas menyuguhkan senyuman dan mengangguk mengerti.

Setelah kepergian mereka, sang suami memerhatikan kondisi istrinya.

"Sa-sayang kamu gak kenapa-kenapa?" Sang istri menggeleng, tapi sang suami tau istrinya sedang terluka —sedih bercampur kecewa.

"Bahumu berdarah sa——"

"Ssttt tenang! Aku nggak kenapa-napa. Lihat Ciel-ku mau bangun" Sang istri tersenyum bahagia sedangkan sang suami masih tak mengalihkan perhatiannya dari bahu sang istri yang terus mengeluarkan darah.

"Ayo kita obati dulu"

"Gak" Ia menggeleng kuat-kuat, "Ciel gerak-gerak, aku mau terus ada disampingnya. Jadi orang pertama kali yang dia lihat saat sadar" Ia kembali tersenyum.

"Oke tapi kamu harus janji habis ini langsung aku panggilin petugas biar bisa rawat kamu"

"Emang aku sakit apa? Dirawat?"

"Kamu kan sa—"

"Ssttt lihat lihat Ciel buka mata"

Perlahan kelopak mata mungil Ciel bergerak-gerak, Ciel mengerjapkan matanya karena belum melihat benda dengan fokus —masih terlihat buram. Saat pandangan itu menajam Ciel berdiam diri, termenung.

"Ciel sayang ini Mama" Sang ibu mengayunkan tangan kirinya didepan anak semata wayangnya, untuk menyadarkan atensinya.

Mata Ciel membuka menutup perlahan, "Mama" Ciel menabrak dirinya pada sang ibu, memeluknya erat tanpa tau sang ibu sedang menahan sakit pada bahu kanannya.

Sang suami yang melihat istrinya meringis kesakitan, ingin mencegah anaknya agar tak terlalu erat memeluk ibu-Nya, tapi ia ditahan oleh istrinya dengan pelototan yang menurutnya imut itu. Sang suami menghela nafas lelah.

"Ciel Mama bahagia akhirnya kamu sadar juga" Sang ibu mengelus bagian belakang punggung anaknya lembut.

"Tapi Ciel sedih" Sang ibu mengernyit tak mengerti. "Kenapa Ciel sedih? Ciel gak mau ketemu Mama?"

"Bukan begitu Mama. Ciel cuma sedih Ciel mimpi Mama pergi hiks Mama tinggalin Ciel sama Anne hiks Ci-Ciel———"

"Ssttt Mama gak akan ninggalin Ciel. Mama kan sayang Ciel. Lagi pula kalau Mama pergi, kemana? Kan juga ada Papa yang selalu jagain Ciel" Sang suami yang disebut sedikit mengukir senyum.

"Ta-tapi hiks Ma———"

"Ssttt" Sang Mama meletakkan jari telunjuknya diatas bibir mungil Ciel, "jangan nangis dong anak Mama harus senyum, Ciel kan udah janji gak mau nangis. Hayo gak boleh boong"

Ciel yang sedang bersedih memaksakan seulas senyuman, "okay Ciel gak nangis lagi tapi Mama juga janji ya? Jangan tinggalin Ciel sama Anne" Sang anak mengulurkan jari kelingkingnya kearah sang ibu. Sang ibu pun melakukan hal yang sama. Lalu mereka mengaitkan kedua jari kelingking yang berbeda ukuran tersebut.

Pinky promise

"Kalau gitu Ciel minta satu hal lagi dari Mama boleh?"

"Anything for you, my lil princess"

Ciel tersenyum lebar, "Ciel mau dipeluk Mama seharian"

Sang ibu tersenyum tanpa bantahan apapun ia langsung mendekap Ciel dengan sangat erat.

🌱🌻🌱🌻🌱🌻🌱🌻🌱🌻🌱🌻🌱






#N ai luv yu mum❣

TBC




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Destiny is handful Of GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang