Chapter 25: Harinya Tiba.

3.9K 294 20
                                    

Awan terlihat mengabu, seperti perasaan Ali yang sekarang kalbu. Setelah Al dan temannya yang menangani Prilly mengatakan bahwa operasi sel induk sangat berisiko; tim medis tidak bisa menjamin keselamatan Prilly jika operasi gagal. Hal tersebut membuat Ali jadi ragu. Namun Al berusaha meyakinkan Ali jika operasi Prilly akan berhasil dan Prilly akan kembali sembuh seperti sedia kala.

Ali sudah berdoa semampunya, berserah diri kepada Allah dan ia akan menerim apapun hasilnya nanti. Jika Prilly tidak bisa diselamatkan, Ali ikhlas sekarang. Karena Ali yakin, Allah tahu apa yang terbaik untuk Prilly.

Laki-laki itu bergabung bersama dokter dan perawat mengantar Prilly ke ruang operasi, ia ikut mendorong brankar yang Prilly tiduri itu. Setiap langkah kaki yang Ali ambil terasa sangat berat, napasnya sesak, dan pikirannya terus berkelana buruk.

Sebelum Prilly dibawa masuk, Ali menyempatkan untuk mencium keningnya selama tiga detik. Prilly masih sama seperti sebelumnya, diam sambil menatap langit-langit tapi semua orang bisa dari matanya bahwa Prilly ikut terluka.

Ali segera membuang muka, membelakangi Prilly sampai dokter membawanya masuk ke dalam. Laki-laki itu langsung pergi dan berniat kembali ke rumah untuk menemui Mecca.

***

"Operasinya kurang lebih delapan jam, A, tapi setelah operasi ada proses pemulihan. Selama proses pemulihan, Kak Prilly belum bisa pulang, harus tetap di rumah sakit sampai kondisinya membaik seratus persen." jelas Al.

Keluarga itu tengah berkumpul di ruang keluarga membicarakan mengenai kondisi Prilly, termasuk Reta yang sudah menginap di sini selama beberapa hari untuk menjaga Mecca.

"Tapi, Prilly bakalan sembuh, kan? Dia bakal pulih kayak sebelumnya, kan?" tanya Ali.

"Insya Allah, makanya kita nggak boleh putus ngirim doa." sambar Reta.

"Mecca inget umma pernah bilang kalau doa anak sholeh akan dikabulin sama Allah, makanya tadi malem Mecca ikut oma sholat tahajud terus doain umma supaya sembuh. Karena Mecca nggak mau kehilangan ibu lagi.." ujar gadis kecil itu.

Ali tersenyum lalu meminta Mecca agar naik ke pangkuannya. "Jangan putus do'ain umma ya."

"Iya." sahut Mecca.

Ali kembali sibuk dengan pikirannya, Reta dan Al saling bertanya lewat tatap.

"Li, kenapa lagi? Kok masih murung?" tanya Reta.

"Ali bingung, ma, malam ini juga Ali berangkat ke luar kota untuk seminggu karena pekerjaan. Ali udah izin cuma nggak bisa karena Ali harus menghandle lima ratus calon pekerja di sana." jawabnya.

Reta menarik napasnya sambil tersenyum, lalu ia mengelus pundak Ali mencoba untuk menenangkan pikirannya.

"Kamu nggak usah khawatir, mama tau kamu pasti mikirin Prilly. Di sini ada mama, Al, Mecca, dan ada dokter juga yang menjaga Prilly. Kamu fokus aja sama pekerjaan kamu, yang penting doa jangan putus." ucap Reta memberi pesan.

"Iya, tapi--"

"A, A'Ali inget kan kenapa Kak Prilly sampe nutupin penyakitnya dari kalian semua? Itu karena Kak Prilly nggak mau membebani kalian. Terus kalau A'a kayak gini, justru A'a bikin Kak Prilly merasa udah ngebebanin A'a. Kan Kak Prilly nggak mau hal itu, nanti kalau dia sampai tau pasti dia kecewa." kata Al mengingatkan.

Suatu Hari NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang