P r o l o g u e

28 4 0
                                    

"Kenapa sih harus aku yang
jadi anak pertama?"

DARI sekian banyak juta jiwa di dunia ini, mungkin hanya Geneva yang murung jika dihadapkan pada kenyataan bahwa ia anak pertama, yang tidak bisa punya Kakak. Terlebih seorang Kakak laki-laki yang di dambakannya.

Setiap dia melihat Bunga -teman baru SMA yang sekelas dengannya, dan punya Kakak laki-laki dan sering dibonceng saat berangkat dan pulang sekolah, gadis itu akan menggerutu sendiri, memandang Bunga dan Kakaknya dengan tatapan iri. Dalam hati, Geneva membatin serasi sekali mereka sebagai saudara.

Jadi begini, tahun ini Geneva si remaja labil masuk ke sekolah menengah atas. Sudah satu bulan berada di sekolah ini, ia merasa belum mengenal teman-teman seangkatan. Boro-boro mengenal teman seangkatan, teman sekelasnya saja belum, yang perempuan baru mengenal Bunga dan teman sebangkunya saja.

Ia tidak tahu mengapa, tapi Geneva bisa pastikan kalau ia sendiri yang bersikap seperti ini sementara orang lain tidak. Gadis itu memang terkadang sedikit kaku di lingkungan barunya.

Sore ini di tengah murid berdesak-desakan ingin pulang, mengambil motornya cepat-cepat dan terburu-buru tidak peduli motor orang lain lecet karena jatuh atau perbuatannya yang sembrono tidak lihat-lihat, Geneva masih terus termenung. Kelihatan tidak ada niatan sekali barang mengambil sepedanya sekalipun.

"DOR!"

Geneva melotot.

"Hai Geneve!" sapa Karel riang.

Geneva melengos tak peduli, kembali memandang murid-murid berdesakan.

"Hai Geneve? Belum pulang ya? Kakak anterin yuk!" goda Karel.

Lirikan tajam ditujukan oleh Karel. Karel tertawa meledek. Karel ini sepupu Genev-ponakan Papa Feril anaknya Om Ajun. Karella ini seorang laki-laki. Umurnya satu tahun lebih tua dibanding Geneva. Sebenarnya, Karel ini memenuhi kriteria sebagai Kakak laki-laki bagi Geneva, dia selalu ada setiap gadis itu membutuhkan. Tapi ada satu hal yang membuat Geneva kesal dengan pemuda itu yaitu; kelakuan seperti anak dibawah umur.

Satu lagi, Geneva juga tak tahu kenapa istri Om Ajun memberi nama sepupu laki-laki nya ini dengan nama perempuan.

Gadis itu bangkit, melangkah lebar-lebar ke dalam kelas. Keadaan kelas sudah sepi, teman-temannya sudah pulang. Hanya tasnya saja yang masih terjaga di pojok sana.

"Minggir, gue mau lewat!" titah Geneva sembari menggiring sepedanya.

"Enggak boleh dong, pulang bareng Kakak dulu."

Mata Geneva melotot. "Minggir nggak?!"

"Nggak mau," Karel memeletkan lidahnya.

Geneva menggeram, selalu saja hilang kesabaran kalau berhadapan dengan Karel. Manusia kurang kerjaan itu. Emosinya selalu naik. Dengan kesal ia menyeret sepedanya sehingga ban sepeda itu mengenai sepatu Karel.

"Aw," pemuda itu meringis. "Sakit tau."

Tanpa memperdulikan Karel di belakangnya, gadis itu mengayuh sepedanya kuat-kuat.

"WOI, ANAK ORANG KAYA KOK NAIK SEPEDA?" ledek pemuda itu dengan suara keras-keras.

Telinga Geneva semakin berdengung dibuatnya, seluruh wajah gadis itu memerah, tak terkecuali telinga. Rasanya ingin cepat-cepat pulang kerumah dan tak melihat lagi laki-laki menyebalkan seperti Karel.

GAIS Q

Pertama, ane mau mengucapkan terimakasih kepada kalian yang sudah mau membaca cerita ini 💛

Terimakasih telah masukin cerita ini ke dalam perpustakaan kalian, ane senang :)

KEMBALI ane unpub gais, ane tiba-tiba lupa jalan ceritanya begimana saking lamanya ane tinggalin itu cerita

Ane kadang emang gregetan sendiri sama awak ane, suka labil emang moodnya, i'm sorry 😥

Sampai ketemu di part selanjutnya 💛

Dadaaaaah sayang koraaaaaaang 😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

J E J A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang