Prologue

2.8K 194 19
                                    

"Hmm.. Hmm..~"

Seorang anak kecil yang kini menginjak usia tujuh tahun bergumam riang sembari menggerak-gerakkan batu kecil dengan ujung jarinya ditanah. Ia mengembangkan senyum kecil nan polos diwajahnya, nampak senang dengan apa yang dilakukannya.

"KAU GILA?! KITA TIDAK BISA MEMBUANGNYA BEGITU SAJA! DIA ITU ANAKMU!"

"TAPI DIA BERBAHAYA! DENGAN KEKUATAN ANEHNYA ITU BISA SAJA MEMBAWA KESIALAN DALAM KELUARGA KITA!"

"JANGAN BERBICARA SEPERTI ITU TENTANG GEMPA! DIA TIDAK BERBAHAYA! DIA ANAK KITA BERDUA, CAMKAN ITU!"

Karena penasaran, ia pun beranjak dari tanah dan mulai melangkah menuju rumahnya. Dengan kaki kecilnya, ia berlari menuju ruangan dimana teriakan itu berasal.

"Ayah, Ibu, kalian tidak apa-apa?" Tanyanya diambang pintu dengan tatapan yang polos.

"Oh anakku, Gempa, k-kami tidak apa-apa. Kemarilah—-"

"KENAPA KAU MASIH DISINI?! KENAPA KAU TIDAK PERGI JAUH-JAUH HAH?! DASAR MONSTER!"

Gempa tersentak kaget dengan ayahnya yang tiba-tiba berteriak tepat kearahnya. Ia membelakakan matanya lebar sembari berjalan mundur.

"BERANINYA KAU BERTERIAK SEPERTI ITU PADA ANAKMU SENDIRI?! SUDAH KUBILANG GEMPA ITU BUKAN MONSTER!"

"KAU BODOH ATAU APA HAH?! DIA BISA SAJA MEMBUNUH KITA KAPAN SAJA DENGAN KEKUATAN ANEHNYA ITU!"

Tanpa disadari oleh keduanya, Gempa langsung berbalik lari, keluar dari ruangan dengan langkah yang tergesa-gesa. Membuat tanah disekitarnya sedikit bergetar dibuatnya. Namun Gempa tidak mempedulikannya dan tetap berlari jauh dari rumahnya. Ia takut, badannya tidak bisa berhenti bergetar.

Gempa membiarkan kaki kecilnya berlari kedalam menuju ke sebuah hutan yang sering ia kunjungi diam-diam. Nafasnya nampak berhembus tidak beraturan. Air matanya sudah mengalir membasahi wajah tembamnya. Ia memeluk dirinya sendiri, mencoba untuk mencari perlindungan.

"G-Giga… Giga kamu dimana…?" Serunya dengan suara kecilnya.

Tak lama kemudian muncullah raksasa batu berjalan mendekati Gempa. Raksasa itu berjongkok didepan Gempa dengan pandangan yang bingung.

Sementara Gempa tetap terisak takut. Ia langsung berlari menuju raksasa batunya tersebut dan memeluk tangan besarnya.

"Giga… Gigaa.. Gempa takut… Ibu dan Ayah bertengkar lagi… A-Apa salah Gempa..?" Isak Gempa pelan.

Dengan hati-hati, raksasa batu tersebut—-atau bisa dipanggil Giga mengangkat tubuh kecil Gempa dan memeluknya erat pada pundak besarnya. Lalu Giga membawanya pergi menjauh dari rumah Gempa, bertekad untuk membawanya jauh dari keluarga tersebut dan merawatnya. Ia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kedua orang tua Gempa yang selalu membuat Gempa menangis.

Dilain sisi, Gempa membaringkan dan memeluk pundak Giga dengan erat, berharap rasa sakit dan sedihnya akan hilang. Ia tidak pernah tau apa salahnya. Padahal selama ini, ia selalu bersikap baik dan selalu patuh pada orang tuanya. Gempa sudah tidak mengerti lagi.

Gempa mempunyai satu rahasia yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Dan rahasia itu adalah, Gempa bisa mengendalikan elemen tanah disekitarnya.

=ooo=

Sepuluh tahun sudah berlalu semenjak Giga membawa Gempa pergi dari kedua orang tuanya. Selama itu Gempa tinggal di hutan dan ia senang berada disana. Semuanya tersedia dan Gempa tidak pernah merasa sedih lagi dengan Giga berada disampingnya. Ia mungkin terkadang merindukan kedua orangtua nya, namun ia selalu berfikir bahwa mereka akan lebih senang tanpanya. Karena itu ia tidak pernah kembali pulang.

"Yuhuuu~! Tangkap aku kalau bisa, Giga!" Seru Gempa yang kini bergelantungan pada akar yang menjalar dari pohon-pohon besar. Sementara Giga kini berada dibelakangnya sembari mengejarnya dengan senyuman lebar.

Giga menjulurkan tangan besarnya menuju Gempa dan seketika itu dengan mudahnya ia menggenggam tubuh Gempa yang baru saja akan berayun menuju akar menjalar yang lain. Gempa tertawa kecil dan mengelus tangan besar tersebut.

"Yaaah, aku kalah lagi. Sulit sekali ya untuk lolos darimu, Giga." Ujar Gempa.

Giga membawa Gempa menuju pipi tanahnya lalu dengan spontan Gempa memeluk pipi besarnya itu dengan gemas sembari terkikik geli. "Terimakasih juga untukmu, Giga! Aku menyayangimu!"

Terdengar geraman senang keluar dari mulut Giga. Hal itu membuat Gempa tersenyum senang.

"ITU DIA!! DIA BERLARI KE HUTAN ITU! CEPAT KEJAR!"

"Tunggu! Jangan kesana! Hutan itu berbahaya! Banyak yang bilang katanya di hutan itu terdapat monster yang bisa membunuh kita!"

"Itu betulan?! Kalau begitu biarkan saja anak itu pergi! Dia juga paling-paling akan mati terbunuh disana! Sudah, ayo kita pergi saja!!!"

Gempa menyerit bingung dikala mendengar teriakan-teriakan tersebut. Seseorang berani memasuki hutan ini? Siapa?

"Giga, kau turunkan aku sekarang. Biar aku cek siapa yang sudah memasuki hutan ini. Mungkin aku bisa membantunya. Sementara kau bersembunyilah, oke?" Ucap Gempa yang langsung diberi anggukan oleh Giga itu sendiri.

Giga menurunkan Gempa tepat disebuah dahan pohon yang cukup besar.

Setelah memberikan senyuman terakhir, Gempa berayun menuju seseorang kini sedang berlari semakin jauh kedalam hutan. Ia bisa merasakannya. Ia mengendalikan tanah, jadi tentu saja ia bisa merasakan dan mengetahui apa yang ada disekitarnya. Bahkan identitas orang itu pun, Gempa sudah mengetahuinya secara langsung.

Ia berayun dari satu akar keakar yang lainnya hingga dilihatnya seorang pemuda yang telah berhenti berlari dan kini sedang mengistirahatkan dirinya disebuah pohon beringin.

Gempa tersenyum miring melihat hal itu, lalu ia pun mendaratkan dirinya tepat di dahan pohon beringin tersebut yang membuat pemuda dibawahnya langsung berdiri dengan pose siaga.

"Siapa disana?!"

Gempa tertawa kecil, merasa terhibur dengan ekspresi terkejut dan serius yang dibuat oleh pemuda tersebut. "Jangan tegang begitu. Aku tidak akan menyakitimu kok."

Pemuda tersebut mengadahkan kepalanya keatas dan ia membelakakan matanya terkejut saat dilihatnya Gempa yang kini berdiri didahan pohon dengan senyuman lebar namun terlihat polos dan lugu.

"Siapa kau..? Kenapa kau bisa ada disini?" Tanya pemuda tersebut sembari menyipitkan matanya tajam.

Gempa sekali lagi tertawa. Ia pun duduk pada dahan pohon tersebut dan tersenyum lembut pada pemuda dibawahnya.

"Perkenalkan, namaku Gempa. Senang bertemu denganmu, Halilintar."

.

.

.

=To Be Continue=

.

.

.

A/N: Okeee saya gak tau harus bilang apa tapi ini ide yang terlintas sesaat dan saya langsung tertarik buat nulisnya jadi deng-deng! Inilah prolognya mhahaha! Maaf yang kalau jelek dan berantakan. Tapi semoga kalian menyukai cerita ini! Adios~!

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang