Disclaimer: all the characters in this story still belong to God and themselves, this story just a fiction. Homophobic plis go away and dont leave a bad comment i beg u. Thank you ♥
⚠kinda angst⚠ Happy Reading!
Enjoy, peace, and chanchen for life.#
Chanyeol memasuki apartemennya dengan langkah gontai. Tubuhnya sangat lelah sekarang. Ia baru saja menyelesaikan tour solo konsernya.
Minim tenaga yang ia miliki sekarang, ia hanya meletakkan koper-kopernya di ruang tamu. Memilih melangkahkan kakinya menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering.
Setelah melepas dahaganya, ia mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Tangannya memainkan botol air mineral dingin di meja. Sejenak kedua matanya melirik ke arah jam dinding. Jarum panjang dan pendek sama-sama mengarah pada angka 12.
Chanyeol menghela nafas kasar kemudian merebahkan punggungnya pada sandaran kursi. Matanya terpejam.
Chanyeol sungguh membenci keadaan saat ini, hanya ada keheningan yang menemaninya. Sudah satu tahun dan dia belum terbiasa dengan keberadaan sunyi.
Jika di luar sana semua orang mengenal seorang Park Chanyeol sebagai sosok happy virus. Pada kenyataanya, saat dirinya dirundung kesepian seperti saat ini maka julukan itu hanyalah sebuah kebohongan semata. Kesepiaan membuat dirinya begitu kosong, terlihat rapuh.
Ia kemudian merogoh saku celananya. Mengambil ponsel yang sejak beberapa jam lalu ia abaikan. Ada puluhan pesan di layar notifikasinya tapi tetap saja ia abaikan.
Sesak di dadanya kemudian muncul ketika melihat wallpaper pada ponselnya. Matanya tak berkedip selama beberapa saat. Fokusnya hanya terarah pada obyek yang ia lihat sekarang.
Chanyeol selalu merasa frustasi namun tetap saja enggan untuk mengganti wallpapernya.
Kemudian ia membuka aplikasi telepon. Dengan ragu-ragu ia mendial angka satu, seperti yang selalu ia lakukan ketika dia sedang merasa lelah. Tangannya terangkat mengarahkan ponsel miliknya ke telinga. Tak menunggu lama ia mulai berbicara tapi-
"D-dae-ya..." Dadanya semakin terasa sesak.
"Jongdae-ya..." Chanyeol tidak mendengar balasan apapun, hanya ada keheningan.
"Dae, bagaimana bisa-"
Suaranya tercekat, bibirnya tiba-tiba terasa kelu hanya untuk sekedar berbicara.
"Bagaimana bisa jika terus seperti ini, Dae. S-sudah.. sudah satu tahun... Semua orang berkata bahwa waktu akan menyembuhkan luka seseorang atas kehilangan yang ia alami. Omong kosong, Dae. Bahkan sampai sekarang rasanya masih sama."
Chanyeol mencengkeram kemeja di dada kirinya dengan erat. Seolah-olah menyalurkan betapa sesak yang ia alami sekarang.
"Bagaimana bisa aku melupakanmu jika setiap saat yang ada di pikiranku hanya dirimu."
Sudah, ia tidak dapat menahannya lagi. Tangisnya pecah begitu saja. "Aku merindukanmu, Jongdae-ya, sangat merindukanmu. Aku membutuhkanmu, kau harus tahu betapa lelahnya diriku sekarang."
Ia menaruh ponselnya di meja. Kedua tangannya menutupi wajahnya. Ia tidak memperdulikan suara operator yang masih berbunyi dari ponselnya. Chanyeol tahu nomor itu tidak akan pernah bisa dihubungi. Chanyeol tahu tapi tetap saja di dalam lubuk hatinya yang paling dalam masih ada setitik harapan bahwa orang itu akan menjawab panggilan darinya.
Satu lagi hal yang paling Chanyeol benci, menjadi rapuh. Chanyeol tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa kehilangan akan terasa sangat menyakitkan seperti ini. Ia sangat membenci dirinya yang rapuh tapi, ia pun tak bisa mengelaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ChanChen's Story
De TodoDunia cuma milik Chanyeol sama Chen yang lain mah cuma ngekost. Chanyeol x Chen bxb yaoi! mpreg homophobic silahkan menuju pintu keluar