Merintis Pelangi

8 0 0
                                    

Aku kecil, penuh ambisi. Ingin menjadi bintang, karena hanya bintang yang begitu indah di malam hari. cahayanya menyihir kampung Jambean yang diterangi lampu teplok di tahun 2000.

Siang yang menghapus malam dan bintang dengan cahaya yang lebih terang. Membuatku melupakan bintang.

Membangunkanku pada mimpi yang aku lamunkan semalaman dengan sedikit bekerja, mengisi waktu membantu orang tua. Tidak lebih dari mencuci piring dan menyapu halaman rumah yang penuh debu.

Semua dilakukan tanpa dasar rasa curiga. Semua dilakukan karena semua orang melakukan hal yang sama. Bekerja di siang hari, lebih tepatnya beraktivitas pada siang hari.

Beraktivitas untuk melelahkan tubuh, beraktivitas agar tubuh berfungsi, beraktivitas agar dimalam hari bisa tidur. Seperti itulah keadaan waktu itu. Tiada yang menakjubkan jika tidak diingat mengenai scenario harian.

Tentu saja semua diceritakan dalam bungkus yang menarik agar ada pembeli yang melirik. Masalah rasa itu adalah selera pribadi. Pribadi yang perlu dipancing agar menyukai selera kita. Sama saja, intinya ini adalah opini publik.

Kemarin aku ingin, menjadi dokter. Hari ini ingin menjadi guru. Besok mungkin aku ingin menjadi pedagang. Lusa aku ingin menjadi kupu-kupu. Ah, hidup begitu abstrak. Tanpa ada jalan yang lurus yang harus dibentuk agar tidak salah langkah. Semua hanya terjadi begitu saja, sesuai dengan keadaan yang menarik perhatian.

Profesi waktu itu dianggap sebagai bagian dari yang menyenangkan. Membantu orang lain dan menghabiskan waktu dengan hal yang berguna bagi orang lain.

Waktu itu akan terasa indah bisa bekerja, mendapatkan sedikit pengetahuan setiap harinya bersama dengan orang yang menyenangkan.

Masalah uang, bukan masalah yang serius. Uang bisa ditaktisi dengan banyak bekerja, berbagi dan mendapatkan rasa bahagia untuk mencukupi kebutuhan harian.

Waktu itu, waktu kecil aku. Kemewahan adalah segala yang membuat hati bahagia dengan cara yang sederhana. Tidak pernah menghitung, berapa uang hari ini? Bagaimana makanan yang seharusnya dimakan? Bagaimana pakaian yang melekat pada tubuh? Bagaimana dengan orang lain yang memiliki segala hal. Segala hal ada dihati yang tenang.

Itu dulu, waktu hujan mengirimkan pelangi yang begitu indah untuk dilihat. Ini sebuah kemewahan. Hanya dinikmati dimusim hujan sedikit dan dipadukan oleh cahaya matahari yang mengusir hujan.

Hari-hari berlalu sesuai dengan ritme yang berlaku. Aku kecil menghabiskan waktu untuk sekolah di SD yang jauh. Melewati persawahan yang luas, berubah hamparanya sesuai dengan keadaan musim. Bisa jadi musim tanam, musim panen, musim padi hamil, musim tikus, musim traktor. Semua bermusim, kecuali hati yang terus berbintang.

Aku belajar sebaik mungkin, belajar memahami kata-kata yang disampaikan yang menjadi fakta-fakta bahwa semua memiliki aturan yang telah disepakati secara umum. Menerjemahkan perkataan dalam bentuk nalar. Membangun opini sesuai kebutuhan publik.

Waktu itu, semua menjadi informasi yang disemaikan di kepala kecil tanpa ada filter. Tidur malamlah yang membuat semua menjadi bunga di atas bantal kecil tidak bermotif.

Di sekolah ibu guru dan pak guru mengajarkan hal yang menarik untuk disimak, seperti angka-angka yang disusun menjadi sebuah ungkapan untuk menhitung dalam aturan permainan di bumi ini. Angka angka ini berubah sesuai kehendak manusia yang dilogiskan. Urutannya sudah menjadi baku namun, bisa disusun ulang yang menjadi bahasa komunikasi dalam mengkalkulasi sebuah jumlah.

Semua terjadi begitu saja dan menyenagkan dan begitu ternikmati. Seperti sastrawan yang membuat lagu untuk mengkombinasikan rasa dalam diri masyarakat. Tidak sulit untuk diubah menjadi gangguan saat momentum yang tepat.

Menghabiskan waktu di perpustakaan kecil tanpa keramaian adalah kenikmatan menghabiskan hari-hari yang sepi tanpa rupiah.

Semua terserap, dalam kategori yang menghibur. Menjadikan bintang dilangit semakin banyak dan gemerlap.

Menghimpun hayalan dalam masa yang lama. Menghipun keinginan untuk menjadi sama seperti bintang. Menghimpun warna yang sama dengan pelangi.

Semua menjadi impian anak kecil. Mungkin dikatakan sebagai impian yang murni seperti pelangi, hanya sebentar dan menghilang tanpa tahu kapan kembali.

Pelangi impian ini disusun dalam derita yang tidak pernah berkesudahan. Derita menjadikan orangnya untuk bangkit dan menghitung waktu agar bisa selesai dengan benar.

Pelangi impian dibentuk dari kesadaran bahwa semua masa begitu indah, masa-masa sulit, masa-masa bertahan, masa-masa eksis, masa-masa menentukan kemana arah harus melaju dan arah untuk pulang ke rumah.

Pelangi impian adalah kerinduan seorang dewasa yang telah menghabiskan masa kecilnya seperti pada salah satu warna pelangi yang penuh kesederhanaan dalam kemewahan. Sesuatu yang harus disyukuri untuk terus dilanjutkan dan diisi dengan sedikit rasa penuh kehormatan telah dilahirkan oleh orang mulia dan dilokasi yang dimuliakan.

Inilah pelangi impian yang berimbang saat diketahui bahwa ada warna yang masih tertinggal saat matahari mengusir hujan.

......

Berlalunya musim mengatarkan pada musim baru, ditandai dengan aktivitas baru yang akan mengisi hari dan membangkitkan malam dalam tidur sejenak.

Ini adalah musim remaja yang dihabiskan di sekolah berdinding biru, seperti langit tanpa mendung. Semua berbiru, mengaburkan rasa bahagia.

Rasa bahagia yang ditutupi rasa malu-malu. Rasa bahagia yang ditutupi aturan yang ketat dan rasa bahagia yang sulit diterjemahkan karena terlalu banyak kesadaran yang harus dibangun.

Kesadaran ini dalam bentuk pengetahuan dasar mengenai kehidupan manusia yang sesuangguhnya, semua diatur agar kita tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semua seperti list kehidupan yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Semua sudah ada bagiannya masing-masing dan disaat itu semua begitu seperti pohon yang akan dipupuk sebanyak-banyaknya agar subur, menghasilkan buah, dan dapat dipetik pada saat musim panen tiba bahkan, bijinya bisa ditanam ulang untuk generasi berikutnya.

Masa ini, masa yang sulit untuk diterjemahkan. Menjadikan saya menjadi bintang yang terhambur dilangit bersama ratusan bintang lainnya. Semua sama. semua bercahaya. Semua menghiasi malam yang sulit untuk dilewati dengan tidur yang tenang.

Semua tiada berubah, saat musim pancaroba menerpa, musim abu-abu. Musim yang menentukan masa kedepannya setelah ini.

Di sini seperti ada keinginan untuk bersama, tumbuh lebih kokoh dalam pembentukan rasa dan pengetahuan.

Ekspresi yang mulai bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan. Membicarakan hal sesuai dengan kebutuhan. Semua kebutuhan mulai Nampak dan tidak dihindarkan.

Aku lupa apa yang berlalu dan aku lupa apa yang belum berlalu. Semua bercampur dalam episode-episode secara tidak beraturan. Seakan semua ingin disegera berlalukan.

Waktu itu, yang paling menyenangkan yakni, membaca segala yang ada dilangit dan dibumi. Begitu menakjubkan mempelajari berbagai jenis manusia yang memiliki cita rasa berbeda sehingga melahirkan perilaku yang berbeda.

Aku tidak sengaja menemukan dalam tumpukan usang buku-buku yang tersimpan dalam gudang.

Menarik untuk dibaca bagi orang gila seperti aku kecil, sehingga inilah yang membuat saya memutuskan untuk berjalan dalam aneka warna dari kehidupan ini. Semua indah, sangat indah sekali untuk diketahui. Mereka membuat bahwa kehidupan ini sangat kaya dan sangat disesali jika terjadi perpecahan hanya karena berbeda warna.

Di sini, di jalan ini dengan pakain warna merah. Aku mengadu, bahwa kehidupan ini akan baik-baik saja. Tidak ada yang mencurigakan ataupun menakutkan untuk dinikmati. Berpositif adalah kunci agar semua baik-baik saja. Disana ada harapan, bagi orang-orang yang mau mempercayakan diri kepada Allah. Hanya Allah yang mengatur kehidupan yang rumit ini. Tidak ada yang bisa mengaturnya selain Dia.

Aku disini memohon petunjuk, agar semua berjalan di jalan yang benar. Berguna dalam penggunaan ilmu dan ini bukan ilmu yang sia-sia untuk dipelajari setelah sekian tahun.

Pelangi ImpianWhere stories live. Discover now