bagian 1

8 1 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 5 menit lalu. Tapi aku masih disini. Disekolah ku tercinta.
Bukan tanpa alasan aku berada disini. Aku sedang ada ekstrakulikuler, karena semua siswa kelas 1 dan 2 wajib memiliki satu ekstrakulikuler non-akademik yang diikuti setiap hari Kamis sepulang sekolah. Karena itu adalah waktu yang diwajibkan sekolah. Jadi semua ekstrakulikuler non-akademik disekolah ku akan diadakan hari itu.

Aku pun harus memilih salah satu ekstrakulikuler yang ditawarkan sekolah. Karena aku tidak mau nilai rapor ku merah dan berakibat tidak dapat naik kelas.

Aku memilih ekstrakulikuler karate. Sebenarnya aku hanya melanjutkan saja, karena sewaktu SMP aku sudah mengikuti ekstrakurikuler ini. Jadi tinggal kenaikan pangkat menuju sabuk hijau.

Hari ini latihan diadakan di lapangan tengah yang biasa dipakai untuk upacara bendera. Aku dan teman-teman karate ku yang lain pun berlatih fisik dipandu pembina ku.

Tapi selang beberapa menit. Anak-anak yang latihan karate menjadi tidak fokus. Karena kemunculan anak basket ke lapangan basket. Ya, lapangan upacara dan lapangan basket letaknya berdekatan hanya sekitar 3 meter dan dibatasi pembatas dari kawat.

Sontak saja semua perhatian anak-anak karate terutama yang perempuan tertoleh pada kumpulan anak basket itu. Aku juga ikut menoleh.

Aku kenal hampir sebagian anak basket. Karena aku sering bermain bersama mereka. Dan juga karena sahabatku menjadi salah satu dari tim basket tersebut. Dia. Ceritaku ini mungkin akan diisi 80% tentangnya. Karena ia sangat berpengaruh terhadap masa SMA ku ini. Yang menjadikan masa SMA ku tak terlalu suram. Dia Reza.

Ngomong ngomong soal Reza, aku mengenalnya sejak aku masih kecil, kira-kira saat kami berusia 7 tahun. Saat bersekolah di sekolah dasar. Ada satu kejadian yang membuatku akrab dengannya.

Dulu aku ini pendiam. Aku tidak bohong, walaupun sekarang pethakilan orang Jawa bilang atau tidak bisa diam. Karena dulu aku pendiam, tak jarang aku dibully teman-teman ku. Aku sering dijahili mereka. Entah itu rambutku yang ditarik-tarik ~karena panjang nya yang sampai sepunggung~ atau buku ku yang disembunyikan. Dan parahnya saat pulang sekolah. Karena dulu piket kelas juga dilakukan saat pulang sekolah. Maka hari itu hari aku piket kelas. Aku pun tinggal dikelas untuk melaksanakan piket kelas. Sebenarnya tidak sendiri. Tapi teman-teman ku yang sering menjahili ku itu memilih pulang dulu dan membiarkan ku piket sendiri.

Saat sudah selesai piket aku bergegas akan pulang. Aku terbiasa pulang sendiri karena rumah ku tak jauh dari sekolah dan lagi ayah ibuku sibuk bekerja. Dan tebak apa yang terjadi saat aku hendak memakai sepatuku. Sepatuku hilang. Tak ada dimana-mana saat aku mencarinya, lalu tak sengaja tatapan ku mengarah kedepan dimana ada seorang anak laki-laki yang terlihat menunggu jemputan. Ia memperhatikan ku. Lalu mendekatlah ia dan bertanya apa yang terjadi. Aku pun menceritakan kejadiannya. Lalu dia dengan tidak keberatan membantu ku mencari sepatuku yang ternyata disembunyikan teman-teman ku di got depan gerbang sekolah.

Aku menangis saat itu. Lalu dia dengan gaya pahlawan menolongku dengan meminjamkan sepatunya padaku. Sejak kejadian itu aku semakin dekat dengannya. Aku merasa menjadi adik nya yang selalu dilindungi. Tak ada lagi yang berani menggangguku karena setiap ada anak yang ingin menggangguku, dia akan pasang badan dan maju menonjok orang itu. Yaa, dia memang sudah les taekwondo sejak usia 4 tahun.



guys aku gatau mau ngelanjutin nih cerita gimana. udah ada di draft dari 2019, dan aku udah lupa cerita nya gimana. gaada ide bgt. tapi aku akhirnya memutuskan mempublish part 2.

kenapa?? karena aku merasa sayang sama cerita ini.
tapi bakal lama update-nya, soalnya masih cari ide, kan aku dah lupa ide ceritanya dulu.

tapi aku usahain rajin update deh.
jangan lupa votmennya yups.


Lots of love, X.

Lose you to love meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang